Mohon tunggu...
Shafia Ulya
Shafia Ulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43122010164 | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS | PROGRAM STUDI MANAJEMEN | UNIVERSITAS MERCU BUANA | Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Delik Moral Kantian pada Pejabat Negara Indonesia

17 Juni 2023   18:22 Diperbarui: 17 Juni 2023   18:36 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture by Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak Presentation

Apa itu delik moral kantian ?

Istilah delik merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi dalam ilmu hukum, khususnya dalam hukum pidana. Delik moral Kantian merujuk pada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip etika yang dikembangkan oleh seorang filsuf modern Jerman, Immanuel Kant. Immanuel Kant merupakan salah satu tokoh penting dalam tradisi pemikiran etika deontologis, yang berfokus pada kewajiban moral dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral universal. Immanuel Kant mengembangkan sistem etika yang berfokus pada kewajiban moral dan integritas. Ia menekankan pentingnya bertindak berdasarkan prinsip-prinsip universal yang dapat diterapkan secara logis oleh siapa saja. 

Prinsip dasar etika Kantian diekspresikan dalam formula kategoris imperatif yaitu "Bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum.". Dalam konteks ini, delik moral Kantian terjadi ketika seseorang bertindak melanggar prinsip etika Kantian. 

Peraturan delik pada pasal 211 KUHP merupakan ketentuan khusus yang memaksa pejabat publik untuk melakukan tindakan resmi atau menahan diri dari tindakan pejabat yang sah, yaitu tindakan resmi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang di mana ketentuan khusus (lexspecialis) dari perbuatan memaksa dalam Pasal 335 ayat (1) ke 1 KUHP bersifat lex generalis.

Menurut Immanuel Kant, moralitas didasarkan pada kewajiban yang dihasilkan oleh nalar praktis manusia, bukan pada konsekuensi dari tindakan. Immanuel Kant mengajukan atau menetapkan dua prinsip moral utama, yaitu Imperatif kategoris dan Kehormatan terhadap martabat manusia. 

Picture by Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak Presentation
Picture by Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak Presentation
  • Imperatif kategoris.

Dalam prinsip moral ini, Immanuel Kant menyatakan bahwa seseorang harus bertindak dengan berdasarkan prinsip yang dapat diterima sebagai hukum umum. Dalam hal ini, delik moral Kantian terjadi ketika seseorang bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang tidak dapat dijadikan hukum umum atau diunversalkan tanpa menghasilkan kontradiksi atau ketidakadilan. 

Misalnya, berbohong termasuk ke dalam delik moral Kantian, karena jika semua orang secara umum berbohong, maka konsep kejujuran akan kehilangan maknanya. Filsafat moral Kant mencari aturan-aturan mengenai perilaku manusia yang baik dan benar, seperti halnya logika memberikan aturan untuk penggunaan nalar yang tepat. Jenis etika ini adalah etika murni yang dapat berlaku bagi semua orang (Kant, Kritik derreinen Vernunft:97). Selain imperatif kategoris, ada juga imperatif hipotetis yang menyatakan bahwa perbuatan baik tergantung pada hasil yang diperoleh.

Menurut Kant, imperatif kategoris merupakan kehendak yang haruslah bebas, bebas dalam arti kebebasan secara transendental. Ini berarti bahwa kehendak tidak dipengaruhi oleh dorongan indera, karena ketika kehendak dipengaruhi oleh pendapat tentang pengaruh indera, tindakan seseorang tersebut bisa termasuk tindakan fenomena impulsif. Motivasi untuk bertindak muncul bukan dari akal, tetapi dari dorongan hati. Hanya akal yang dapat membuat hukum moral menjadi hukum universal. Imperatif kategoris menekankan bahwa makhluk berakal harus bertindak sesuai dengan maksim sehingga menjadi maksim umum.

  • Kehormatan untuk martabat manusia

Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap individu harus diperlakukan sebagai tujuan itu sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lainnya. Menurut Kant, delik moral Kantian dapat terjadi ketika seseorang memperlakukan seseorang sebagai alat atau tidak menghormati martabat dan otonomi individu. Misalnya, memanipulasi atau menipu seseorang untuk mencapai tujuan pribadi, itu merupakan pelanggaran atau delik moral Kantian. Prinsip moral ini mengatakan bahwa setiap individu tentu memiliki nilai atau harga yang melekat yang harus dihormati. Pejabat negara harus menghormati martabat manusia dalam mengambil keputusan dan perlakuan dalam berhubungan dengan masyarakat.

Untuk tetap bisa menjaga integritas moral, Immanuel Kant menekankan pentingnya bertindak berdasarkan keharusan atau kewajiban tanpa memperhatikan konsekuensi atau tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, delik moral Kant adalah pelanggaran prinsip kewajiban moral yang dikemukakan Kant dalam etika deontologisnya oleh seseorang.

Etika Kant yang bersifat rasional ini memberikan manusia sebuah pemahaman tentang pengetahuan kehidupan manusia dan memahami fenomena alam. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Etika Kant memiliki dimensi sosial, yaitu perilaku manusia harus memperhitungkan keberadaan manusia lain. Perbuatan ini tidak boleh mengganggu atau merugikan bagi orang lain. Meskipun dikatakan bahwa etika Kant tidak memiliki tujuan tertentu, Kant menyatakan bahwa tujuan tindakan moral adalah manusia itu sendiri dan tujuan akhirnya adalah kebaikan sosial. Pemahaman yang dapat kita peroleh dari hal ini adalah bahwa Kant ingin agar manusia mencapai perkembangan moral yang tinggi.

Mengapa delik moral Kantian dikaitkan dengan pejabat negara Indonesia ?

Pejabat negara adalah orang yang menduduki jabatan atau kedudukan dalam suatu organisasi, institusi, atau lembaga pemerintah. Pejabat negara memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan tugas yang terkait dengan jabatan atau posisi tersebut. Pejabat negara seringkali memiliki kekuasaan dan wewenang dalam mengambil keputusan dan bertindak atas nama entitas atau badan yang mereka wakili.

Pejabat terdapat di berbagai tingkat pemerintahan, seperti pada tingkat nasional, provinsi dan kota. Contoh pejabat pemerintah tingkat nasional termasuk presiden, perdana menteri, menteri dan anggota parlemen. Di tingkat daerah atau lokal, pejabat dapat mencakup sebagai gubernur, bupati, walikota, anggota dewan kota, atau pejabat administrasi lainnya.

Peran seorang pejabat negara yaitu melakukan penegakkan kebijakan, mengawasi, mengelola sumber daya, dan melaksanakan tugas yang terkait dengan posisi dan jabatannya. Pejabat negara juga diharapkan untuk bertindak secara berintegritas, transparansi, dan akuntabilitas saat menjalankan tugasnya untuk kepentingan publik atau organisasi yang mereka layani di tempat mereka berada.

Delik moral Kantian pada pejabat negara di Indonesia dapat merujuk pada pelanggaran prinsip-prinsip dalam etika Kantian oleh pejabat yang menjalankan tanggung jawab tugas resmi mereka. Kant menekankan pentingnya niat baik dan kewajiban moral universal dalam perilaku manusia.

Sebagai pimpinan dan anggota lembaga negara yang melayani warga negara, pejabat negara memiliki tanggung jawab moral untuk bertindak demi kepentingan publik dan memperlakukan semua warga negara secara adil dan setara. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini dianggap sebagai delik moral Kantian.

Misalnya, ketika seorang pejabat publik menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya tanpa mempertimbangkan kepentingan publik, hal tersebut melanggar prinsip etika Kant. Perilaku tersebut merupakan pelanggaran terhadap itikad baik, karena pejabat publik dimaksudkan untuk melayani kepentingan publik dan melaksanakan tugas mereka dengan integritas.

Selain itu, pelanggaran prinsip etika Kantian oleh pejabat publik, seperti pengabaian kesetaraan, manipulasi informasi, dan penyalahgunaan kekuasaan, juga dapat dianggap sebagai pelanggaran moralitas Kantian. Perilaku seperti itu melanggar kewajiban moral universal pegawai negeri.

Dalam pandangan Kant, individu memiliki kewajiban moral yang tak terhindarkan, terutama jika mereka memegang posisi atau kekuasaan penting dalam masyarakat. Pejabat pemerintah memiliki tanggung jawab moral khusus untuk bertindak jujur dan jujur demi kepentingan publik. Namun dalam kenyataan, pejabat negara sering dihadapi dengan berbagai masalah dan tantangan etis, seperti :

Korupsi :

Korupsi merupakan masalah yang sangat serius dan sensitif di Indonesia sebab korupsi termasuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara demi keuntungan pribadi atau kolektif. Ini melanggar prinsip etika Kant karena bertentangan dengan prinsip itikad baik dan kewajiban moral universal.

Ketidakadilan :

Diskriminasi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan adalah ketidakadilan umum di kalangan pejabat negeri. Ini melanggar prinsip kesetaraan dan keadilan dalam etika Kantian.

Penyalahgunaan kekuasaan :

Pejabat negara tentunya memiliki akses terhadap kekuasaan dan sumber daya yang dapat disalahgunakan untuk keuntungan pribadi atau kolektif. Prinsip etika Kant menekankan pentingnya menggunakan kekuasaan secara bertanggung jawab dan tidak sembarangan.

Kurangnya transparansi :

Transparansi merupakan aspek penting dari tata kelola pemerintahan yang baik. Kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya dapat menyebabkan penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Konflik kepentingan:

Pejabat negara sering juga menghadapi konflik kepentingan antara tugas publik mereka dan kepentingan pribadi kelompok tertentu. Konflik tersebut dapat mempengaruhi integritas dan independensi dalam pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, penting untuk melakukan penerapan delik moral Kantian  dalam tindakan mereka untuk memastikan integritas dan pelayanan pejabat yang baik kepada seluruh masyarakat. Pelanggaran prinsip-prinsip ini dianggap pelanggaran Kant dalam konteks pelayanan publik.

Bagaimana penerapan delik moral Kantian pada pejabat negara Indonesia ?

Penerapan delik moral Kantian pada pejabat negara di Indonesia memerlukan upaya pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi untuk memastikan bahwa seluruh pejabat negara bertindak dengan itikad baik, jujur, adil dan transparansi dalam menjalankan tugas publiknya. Pendidikan etika, pelatihan, mekanisme pengawasan yang kuat, dan sistem hukum yang kuat memainkan peran kunci dalam penerapan ini. Dengan menerapkan prinsip-prinsip etika Kant ke dalam tindakan mereka, pejabat negara Indonesia dapat membangun sistem pemerintahan yang lebih etis, transparan, dan akuntabel.

Beberapa cara untuk menggambarkan penerapan delik moral Kantian pada pejabat negara di Indonesia, di antaranya :

Pengawasan dan hukum yang tepat :

Menerapkan delik moralitas Kant akan mendorong pejabat negara untuk bertindak dengan integritas dan menolak korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah suatu badan atau lembaga yang bertanggung jawab dalam memerangi korupsi di Indonesia dan memainkan peran penting dalam menegakkan prinsip-prinsip etika Kantian pada pejabat negara. Kejahatan moral Kantian terhadap pejabat negara Indonesia membutuhkan mekanisme pengawasan yang kuat dan hukum yang tegas. 

Badan regulator seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman harus dibudayakan untuk melakukan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara negara. Mekanisme pengawasan yang kuat memastikan penyelenggara negara bertindak sesuai dengan prinsip etika Kant dan menghindari pelanggaran yang merugikan kepentingan publik.

Selain itu, diperlukan sistem hukum yang stabil dan independen untuk menindak pelanggaran moral Kantian yang dilakukan oleh pejabat negara. Pegawai pemerintah yang ditemukan melakukan pelanggaran etika harus dituntut berdasarkan hukum yang berlaku. Hukuman berat akan bertindak sebagai pencegah dan menandakan bahwa pelanggaran etika tidak akan ditoleransi dalam pemerintahan Indonesia.

Transparansi anggaran dan pengelolaan sumber daya :

Pejabat negara harus bertindak transparan dalam mengelola anggaran dan sumber daya publik. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa publik memiliki akses ke informasi yang tepat tentang pengeluaran pemerintah dan sumber daya yang tersedia digunakan secara adil dan efisien. Warga negara harus diberi akses yang memadai ke informasi yang relevan dengan kebijakan publik, keputusan penting, dan pengelolaan sumber daya dan layanan publik. Transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik terhadap otoritas negara dan pemerintah pada umumnya.

Selain itu, penyelenggara negara juga harus dimintai pertanggungjawaban atas tindakan dan keputusannya. Mereka harus bersedia mengambil tanggung jawab atas keputusan yang mereka buat dan konsekuensi dari tugas dan tanggung jawab mereka. Akuntabilitas adalah prinsip kunci untuk memastikan bahwa pegawai pemerintah bertanggung jawab kepada orang-orang yang mereka layani.

Penuntutan yang Adil :

Menerapkan pelanggaran moral Kant akan memfasilitasi penuntutan yang adil terhadap pejabat negara yang terlibat dalam perilaku tidak etis. Untuk menjamin keadilan dan penegakan hukum yang efektif, proses hukum yang transparan, independen dan akuntabel harus dilaksanakan.

Pejabat negara di Indonesia harus berpegang pada prinsip kejujuran dan keadilan dalam semua aspek pekerjaan mereka. Mereka harus berusaha untuk jujur, transparan, dan tidak memihak dalam membuat keputusan dan menjalankan tugas resminya. Dalam praktiknya, penyelenggara negara harus menghindari konflik kepentingan dan upaya penyalahgunaan kekuasaan. Semua individu dan kelompok harus diperlakukan secara adil, tanpa prasangka atau diskriminasi. Prinsip kesetaraan dan keadilan harus memandu pengelolaan sumber daya publik, penyediaan layanan publik, dan pelaksanaan kegiatan administratif lainnya.

Pelayanan publik yang berkualitas :

Pejabat negara harus belaku jujur dan adil dalam melayani seluruh masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip moral Kantian memastikan bahwa pelayanan publik diberikan dengan menghormati martabat manusia, tanpa diskriminasi, dan dengan itikad baik untuk kepentingan masyarakat. Pemerintah Indonesia harus mendukung adanya pendidikan etika yang mendorong pejabat negara untuk mempelajari prinsip-prinsip etika Kant dan menerapkannya dalam tugas dan tanggung jawab mereka. Pendidikan etika membantu mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang prinsip-prinsip etika Kant dan mempromosikan penerapannya dalam praktik sehari-hari.

Selain itu, pelatihan etika dan integritas secara berkala harus menjadi bagian integral dari pelatihan dan pengembangan pejabat Indonesia. Pelatihan ini harus membahas masalah etika yang terkait dengan pekerjaan seperti konflik kepentingan, penyalahgunaan kekuasaan, transparansi dan akuntabilitas. Pelatihan etika dan integritas yang efektif membantu para pejabat mengembangkan kesadaran dan kepekaan etika serta memperkuat komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip etika Kantian.

Namun, dalam melakukan penerapan-penerapan delik moral Kantian pada pejabat negara di Indonesia yang telah dijelaskan di atas terdapat beberapa kendala, di antaranya :

Budaya korupsi yang kuat :

Budaya korupsi yang telah mengakar kuat dan membudaya di Indonesia merupakan tantangan yang besar dalam menegakkan delik moral Kantian, dan pejabat negara diharuskan untuk membangun budaya integritas yang kuat dan mengambil tindakan tegas dalam melawan korupsi. Jadi kita harus melawan budaya ini.

Kurangnya kesadaran dan pendidikan :

Kurangnya kesadaran akan pentingnya etika dan prinsip Kant, serta kurangnya pendidikan etika terutama terhadap kalangan pejabat publik, dapat menjadi penghambat penerapan delik moral Kant. Upaya harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman etika Kantian melalui pelatihan dan pendidikan yang tepat.

Campur tangan politik :

Interferensi atau campur tangan politik dalam proses pengawasan dan penuntutan atau penegakan hukum dapat menghambat penerapan delik moral Kantian. Memastikan independensi regulator dan sistem hukum dari tekanan politik sangat penting untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan efektif.

Melindungi wartawan dan saksi :

Pejabat negara yang memiliki keberanian untuk melaporkan perilaku ataupun tindakan yang tidak etis dapat menghadapi ancaman dan pembalasan negatif. Penting bagi pelapor dan saksi untuk dilindungi dengan baik sehingga mereka merasa aman dan terdorong untuk melaporkan pelanggaran etika yang terjadi.

Shafia Ulya

43122010164

Universitas Mercu Buana (Program Studi S1 Manajemen)

Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak

Endang Daruni A., (1995). Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel Kant.

Ferky Fernando Engka, (2023). Delik Pengelapan Berat (Pasal 374 KUHP) Dan Pemakaian Barang (Pasal 315 KUHP) Oleh Pemegang Barang Kerena Pekerjaanya.

Fitri Faradila I. K., Roy Ronny L., Harly Stanly M., (2022). DELIK MEMAKSA PEJABAT (PEGAWAI NEGERI) MELAKUKAN ATAU MELALAIKAN PERBUATAN JABATAN MENURUT PASAL 211 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA.

Ermalindus A. J. Sonbay, (2015). Etika dalam Mengurus Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun