Mohon tunggu...
Shafia Ulya
Shafia Ulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43122010164 | FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS | PROGRAM STUDI MANAJEMEN | UNIVERSITAS MERCU BUANA | Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Asuransi Jiwasraya

28 Mei 2023   18:01 Diperbarui: 28 Mei 2023   18:16 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Asuransi Jiwasraya, Konsep Panopticon oleh Jeremy Bentham, dan Kejahatan Struktural oleh Anthony Giddens

Apa itu Kasus Asuransi Jiwasraya?

Kasus Asuransi Jiwasraya merupakan salah satu kasus besar keuangan yang melibatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), sebuah perusahaan asuransi jiwa pemerintah Indonesia. Kasus tersebut diketahui pada 2018 dan masih menjadi sorotan public sebab kasus tersebut sampai mengguncang industri asuransi Indonesia. Kasus tersebut melibatkan kejahatan keuangan atau kejahatan finansial yang melibatkan kesalahan pengelolaan dana asuransi oleh perusahaan asuransi Jiwasraya. Skandal Jiwasraya meliputi penyalahgunaan dana yang besar, hilangnya kerugian investasi dan kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban membayar klaim asuransi kepada pemegang polis.

Kronologi kasus Asuransi Jiwasraya (Persero) yang melibatkan penyalahgunaan dana perusahaan

Latar Belakang Asuransi Jiwasraya 

Latar Belakang Asuransi Jiwasraya memiliki sejarah yang panjang, dimulai pada tanggal 31 Agustus 1859 ketika perusahaan didirikan dengan nama NV Levensverzekering Maatschappij "De Uitkomst" van het Algemeen Levensverzekeringswezen (diselenggarakan dalam bahasa Belanda). Asuransi Jiwasraya pada awalnya didirikan sebagai Perusahaan Asuransi Jiwa Nasional Hindia Belanda dengan tujuan memberikan perlindungan ekonomi kepada warga negara Hindia Belanda pada masa penjajahan. Ashran Sivasraya yang beroperasi di bawah naungan Kementerian Keuangan Hindia Belanda menjadi instrumen penting kebijakan perlindungan sosial pemerintah kolonial. Perusahaan memberikan asuransi jiwa kepada pegawai pemerintah, personel militer dan masyarakat umum untuk melindungi keluarga mereka secara finansial jika terjadi kejadian yang tidak terduga seperti kematian atau cacat tetap.

Jiwasraya awalnya lambat berkembang karena keterbatasan pengetahuan tentang infrastruktur dan asuransi Hindia Belanda. Namun, seiring berjalannya waktu, perusahaan tumbuh dan memperluas bidang kegiatannya. Pada tahun 1912, Jiwasraya membuka cabang di Surabaya, Jawa Timur, yang merupakan cabang pertamanya di luar Batavia (sekarang Jakarta). Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, status Jiwasraya berubah dari perusahaan asuransi pemerintah kolonial menjadi perusahaan asuransi BUMN (badan usaha milik negara) milik Pemerintah Republik Indonesia. Perusahaan ini telah menjadi satu-satunya perusahaan asuransi jiwa milik negara di Indonesia.

Awalnya, Jiwasraya lambat berkembang karena keterbatasan pengetahuan infrastruktur dan asuransi Hindia Belanda. Namun, seiring waktu, perusahaan tumbuh dan memperluas bidang kegiatannya. Pada tahun 1912, Jiwasraya membuka cabang di Surabaya, Jawa Timur. Ini adalah cabang pertama di luar Batavia (sekarang Jakarta). Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, status Jiwasraya berubah dari perusahaan asuransi milik pemerintah kolonial menjadi perusahaan asuransi milik Pemerintah Republik Indonesia. Perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan asuransi jiwa nasional di Indonesia. Antara tahun 1995 hingga 2011, Jiwasraya mengalami pertumbuhan yang signifikan. Selama periode ini, pendapatan premi dan investasi dana perusahaan meningkat pesat. Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai faktor seperti meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan asuransi jiwa, langkah pemerintah untuk mendukung industri asuransi, dan perluasan pasar asuransi di Indonesia. Namun, pertumbuhan yang cepat ini juga disertai dengan beberapa risiko dan tantangan. Salah satu masalah yang muncul adalah risiko investasi yang tidak terkendali. Jiwasraya mulai berinvestasi di berbagai instrumen keuangan berisiko tinggi yang dapat merugikan perseroan. Keputusan investasi yang buruk dan pengelolaan uang yang ceroboh telah menumpuk kerugian besar dalam portofolio investasi Jiwasraya.

Pada tahun 2012, krisis keuangan Jiwasraya semakin nyata ketika mulai berjuang untuk membayar pemegang polisnya. Ketidakmampuan Jiwasraya untuk memenuhi kewajibannya telah meningkatkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan terhadap perusahaan. Hal ini menimbulkan kepanikan di kalangan pemegang polis dan masyarakat umum yang mengandalkan Jiwasraya sebagai penyedia asuransi jiwanya. Pada 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan survei terhadap keuangan Jiwasraya. Penyelidikan awal mengungkapkan adanya penipuan pengelolaan dana dan kerugian investasi di perusahaan. Apalagi, di awal tahun 2019, skandal besar penyalahgunaan dana Jiwasraya terkuak. Skandal ini mengemuka dan dikenal sebagai 'Palu Arit Jiwasraya'. Skandal "Palu Arit Jiwasraya" merupakan penyelewengan dana yang serius oleh personel perusahaan. Penyalahgunaan uang ini dilakukan dengan berinvestasi pada instrumen keuangan yang berisiko dan menghasilkan kerugian seperti obligasi tertekan. Skandal tersebut mengejutkan publik dan menimbulkan kehebohan di masyarakat.

Dampak peristiwa Jiwasraya sangat luas. Pemegang polis dirugikan karena klaim asuransi tidak dibayar, dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi jiwa juga hilang. Skandal tersebut juga dapat mempengaruhi stabilitas keuangan perusahaan dan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia dan regulator segera menanggapi insiden Jiwasraya dan mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah telah membentuk komisi khusus (Panthas) DPR untuk menyelidiki dan memantau peristiwa Jiwasraya dan mencari solusi terbaik untuk masalah tersebut. Jaksa khusus ditunjuk untuk mengusut dugaan korupsi dan penyelewengan keuangan di Jiwasraya.

Selain itu, perusahaan menjalani proses restrukturisasi yang meliputi perubahan manajemen, penyesuaian kebijakan, dan perbaikan keuangan. Tujuannya untuk memulihkan keuangan perusahaan, meningkatkan tata kelola perusahaan dan memastikan keberlangsungan operasional Jiwasraya ke depan. Kasus Jiwasraya memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya tata kelola yang baik di perusahaan asuransi dan perlunya pengawasan yang ketat dari regulator. Skandal tersebut mendorong pemerintah untuk memperketat regulasi dan pengawasan terhadap industri asuransi serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya berpegang pada prinsip tata kelola yang baik. Tindakan perbaikan telah diambil untuk menyelesaikan insiden Jiwasraya, termasuk pemulihan dana, membayar klaim tunggakan kepada pemegang polis, menuntut pihak yang terlibat dalam skandal tersebut, dan memperbaiki proses investasi dan manajemen risiko perusahaan. Peristiwa Jiwasraya menjadi pengingat penting bahwa integritas, transparansi, dan tata kelola yang baik merupakan fondasi yang sangat penting bagi industri asuransi. Dalam mengatasi kejadian ini, kerjasama antara pemerintah, regulator, dunia usaha dan masyarakat akan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan keberlangsungan industri asuransi jiwa Indonesia.

Peningkatan Masalah Keuangan 

Pada tahun 2012, Jiwasraya menghadapi masalah keuangan yang serius. Perusahaan telah berjuang untuk menyelesaikan klaim yang diajukan oleh pemegang polis. Situasi keuangan Ashlani Jiwasraya memburuk, menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutannya. Beberapa masalah keuangan signifikan yang dihadapi perusahaan ini adalah:

- Investasi Berisiko Tinggi: Jiwasraya melakukan investasi dalam instrumen keuangan yang berisiko tinggi, termasuk obligasi dan surat berharga yang memiliki potensi gagal bayar. Keputusan investasi yang kurang bijaksana ini mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi perusahaan.

- Skema Investasi Meragukan: Dalam skandal Jiwasraya, terungkap bahwa perusahaan menggunakan skema investasi yang meragukan, termasuk penggunaan dana nasabah untuk mendukung investasi yang berisiko tinggi. Hal ini melibatkan praktik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan menimbulkan kerugian finansial yang besar.

- Pengelolaan Dana yang Buruk: Manajemen dana Jiwasraya juga menjadi sorotan dalam masalah keuangan perusahaan ini. Pengelolaan dana yang buruk, termasuk penggunaan dana nasabah untuk investasi yang tidak sesuai atau berisiko tinggi, menyebabkan ketidakseimbangan dan kerugian yang signifikan.

- Korupsi dan Penyalahgunaan Keuangan: Skandal Jiwasraya juga melibatkan dugaan korupsi dan penyalahgunaan keuangan oleh sejumlah individu terkait, termasuk manajemen perusahaan dan pihak-pihak eksternal. Praktik-praktik ini merugikan perusahaan secara finansial dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Jiwasraya sebagai lembaga asuransi.

- Kekurangan Modal dan Likuiditas: Masalah keuangan Jiwasraya juga terkait dengan kekurangan modal dan likuiditas yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim kepada pemegang polis. Kurangnya modal dan likuiditas dapat mengganggu keberlanjutan operasional perusahaan dan memicu ketidakpercayaan dari pemegang polis dan masyarakat umum.

Akumulasi dari masalah keuangan tersebut telah mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi perusahaan dan pemegang polis, serta berdampak negatif terhadap industri asuransi jiwa secara keseluruhan. Peristiwa Jiwasraya menjadi pengingat penting akan pentingnya tata kelola yang baik, pengawasan yang ketat, dan transparansi dalam industri asuransi demi menjaga kepercayaan publik dan keberlangsungan perusahaan.

Investigasi Awal 

Pada tahun 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai melakukan investigasi terhadap keuangan Jiwasraya. Temuan awal menunjukkan adanya kejanggalan dalam pengelolaan dana perusahaan dan adanya investasi yang merugikan.

Palu Arit Jiwasraya

Pada awal tahun 2019, publik dikejutkan dengan pengungkapan skandal besar yang melibatkan Jiwasraya. Dikenal sebagai "Palu Arit Jiwasraya", skandal ini melibatkan penyalahgunaan dana yang signifikan oleh pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Penyalahgunaan dana tersebut dilakukan melalui investasi pada instrumen keuangan yang berisiko tinggi dan merugikan, termasuk obligasi yang gagal bayar.

Keterlibatan Pihak Terkait

Dalam perkembangan kasus ini, sejumlah pihak terkait dilibatkan, termasuk pejabat dan mantan pejabat Jiwasraya, perusahaan pialang, serta beberapa individu dan perusahaan yang terkait dengan investasi yang merugikan. Beberapa nama penting yang muncul dalam kasus ini adalah Direktur Utama Jiwasraya, Komisaris Jiwasraya, serta pihak-pihak eksternal yang terlibat dalam transaksi investasi.

Dampak Pada Pemegang Polis

Pemegang polis Jiwasraya menjadi pihak yang paling terdampak oleh skandal ini. Mereka mengalami ketidakpastian dan keterlambatan dalam pembayaran klaim asuransi yang telah mereka ajukan. Banyak pemegang polis yang merasa dirugikan karena telah membayar premi asuransi namun tidak mendapatkan manfaat yang dijanjikan.

Tindakan Pemerintah

Pemerintah Indonesia merespons kasus Jiwasraya dengan serangkaian tindakan untuk mengatasi masalah ini. Beberapa tindakan yang diambil antara lain:

- Pembentukan Tim Pansus (Panitia Khusus) DPR: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk tim pansus untuk menyelidiki dan mengawasi kasus Jiwasraya serta menemukan solusi terbaik.

- Penunjukan Penyidik Khusus: Pemerintah menunjuk penyidik khusus untuk menyelidiki dugaan korupsi dan penyalahgunaan keuangan di Jiwasraya. Penyidik khusus ini bertugas untuk mengungkap dugaan tindak pidana yang terkait dengan skandal ini.

- Restrukturisasi Perusahaan: Jiwasraya menjalani proses restrukturisasi yang melibatkan perubahan manajemen, penyesuaian kebijakan, dan perbaikan keuangan. Restrukturisasi ini bertujuan untuk memulihkan keuangan perusahaan dan memastikan keberlanjutan operasionalnya.

Proses Hukum

Kasus Jiwasraya juga melibatkan proses hukum untuk menegakkan keadilan dan pertanggungjawaban. Proses hukum kasus Asuransi Jiwasraya melibatkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap individu dan pihak yang terlibat dalam skandal keuangan tersebut. Beberapa pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan dana Jiwasraya dituntut secara hukum dan menjalani proses persidangan. Berikut adalah gambaran umum tentang proses hukum yang terjadi dalam kasus ini:

A. Penyelidikan: Pada awalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyelidikan terhadap keuangan Jiwasraya setelah adanya kecurigaan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan dana perusahaan. Penyelidikan ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti dan informasi terkait dengan praktik keuangan yang meragukan di Jiwasraya. 

B. Penyidikan: Setelah adanya bukti yang cukup, penyidikan dilakukan oleh pihak berwenang, termasuk kepolisian dan penegak hukum lainnya. Penyidikan ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaku, menetapkan dugaan korupsi atau penyalahgunaan keuangan yang terjadi, serta mengumpulkan bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukum.

C. Penuntutan: Setelah proses penyelidikan dan penyidikan selesai, langkah berikutnya adalah penuntutan terhadap individu dan pihak yang diduga terlibat dalam skandal Jiwasraya. Penuntutan dilakukan oleh jaksa penuntut umum berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap selama proses penyelidikan dan penyidikan. Pada tahap ini, sidang pengadilan akan dilakukan untuk mengadili para terdakwa.

D. Persidangan: Persidangan merupakan tahap di mana para terdakwa dihadapkan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Selama persidangan, bukti-bukti dan saksi-saksi akan dipresentasikan, dan para terdakwa akan diberikan kesempatan untuk membela diri. Hakim akan mempertimbangkan semua bukti yang ada sebelum mengeluarkan putusan akhir.

E. Putusan: Setelah persidangan selesai, hakim akan mengeluarkan putusan akhir. Putusan ini akan mencakup apakah terdakwa dinyatakan bersalah atau tidak bersalah, serta sanksi yang diberikan jika terdakwa terbukti bersalah. Sanksi yang mungkin diberikan termasuk hukuman penjara, denda, pemulihan kerugian, atau sanksi lain sesuai dengan hukum yang berlaku.

F. Banding dan Kasasi: Setelah putusan dijatuhkan, baik pihak penuntut maupun terdakwa memiliki hak untuk mengajukan banding atau kasasi tergantung pada putusan yang dikeluarkan. Proses banding dan kasasi akan melibatkan pengadilan tingkat yang lebih tinggi untuk memeriksa ulang kasus dan mengevaluasi apakah putusan yang dijatuhkan pada tingkat sebelumnya sesuai dengan hukum.

Proses hukum ini mungkin memakan waktu yang cukup lama, tergantung pada kompleksitas kasus, jumlah terdakwa, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi proses peradilan.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Kasus Jiwasraya memiliki dampak yang luas pada masyarakat dan perekonomian Indonesia. Dampak tersebut meliputi:

- Ketidakpercayaan Masyarakat: Skandal ini memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi secara umum, serta kekhawatiran terhadap keamanan dan keberlanjutan investasi mereka.

- Kerugian Keuangan: Kerugian keuangan yang dialami oleh Jiwasraya berdampak pada keuangan negara dan berpotensi mengganggu stabilitas sektor keuangan Indonesia.

- Kerugian bagi Pemegang Polis: Pemegang polis Jiwasraya mengalami kerugian finansial dan ketidakpastian terkait klaim asuransi mereka, yang dapat mempengaruhi keuangan pribadi dan kehidupan mereka.

Upaya Restorasi dan Penyelesaian

Pemerintah dan regulator terus berupaya untuk merestorasi Jiwasraya dan menyelesaikan kasus ini. Upaya tersebut meliputi restrukturisasi perusahaan, pemulihan dana, pembayaran klaim tertunda kepada pemegang polis, dan penegakan hukum terhadap pihak yang terlibat dalam skandal ini.

Kronologi kasus Asuransi Jiwasraya menunjukkan kompleksitas dan dampak serius yang timbul dari penyalahgunaan dana perusahaan. Penanganan kasus ini memerlukan kerja keras dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah keuangan, memulihkan kepercayaan masyarakat, dan memastikan keberlanjutan operasional Jiwasraya di masa depan.

Analisis Kasus Asuransi Jiwasraya

Berdasarkan hasil analisis kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) mengetahui penipuan tersebut dilakukan oleh seorang eksekutif perusahaan berkewarganegaraan Indonesia dan bekerja di salah satu industri jasa keuangan milik negara. Sebuah penipuan dilakukan dan tertangkap di DKI Jakarta, ibu kota negara tunggal Republik Indonesia.

Identitas korban

Tindakan korupsi dan pencucian uang yang terjadi di PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) menyebabkan kerugian bagi berbagai pihak, salah satunya adalah negara. Berdasarkan pembahasan kasus, diketahui bahwa negara Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 16 triliun atas kasus fraud yang dilakukan oleh perseroan. Selain itu, kasus ini juga merugikan korban sebanyak 5,3 juta nasabah yang 80 persen di antaranya merupakan nasabah kalangan menengah ke bawah.

Identitas pelaku

Kasus fraud PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tahun 2018 menyeret 6 orang terdakwa yang kemudian telah dipidanakan atas keputusan Mahkamah Agung pada tahun 2021 yaitu komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, mantan kepala divisi investasi direktur dan keuangan Jiwasraya Syahwirman, mantan direktur Maxima Integra Joko Hartono, mantan direktur keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan direktur utama Rahim Hendrisman, dan komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokcrosaputro.

Motivasi pelaku

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa pada kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero), pelaku fraud melakukan investasi terhadap saham-saham yang tidak bagus dan melakukan korupsi. Hal ini menyebabkan terjadinya defisit pada ekuitas perseroan. Tercatatnya nilai negatif pada laporan keuangan ini menimbulkan tekanan bagi para pelaku, sehingga melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan.

Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus Asuransi Jiwasraya

Dalam analisis kasus Asuransi Jiwasraya menggunakan pendekatan konsep Panopticon dan kejahatan struktural, kita dapat melihat bahwa kasus ini adalah produk dari kombinasi faktor-faktor yang terkait erat dengan praktek korupsi dan kelemahan dalam sistem pengawasan. Kasus Asuransi Jiwasraya terjadi karena serangkaian faktor yang berkontribusi pada penyalahgunaan dana asuransi oleh perusahaan. Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab kasus ini antara lain :

- Regulasi yang lemah

Faktor pertama yang mempengaruhi kasus Jiwasraya adalah regulasi yang lemah di industri asuransi atau kekuasaan yang hanya terkonsentrasi pada segelintir individu dalam perusahaan yang menciptakan lingkungan di mana penyalahgunaan dana dapat terjadi tanpa terdeteksi. Ketidaktepatan dalam penerapan dan penegakan peraturan, serta kekurangan pengawasan dan audit yang efektif, memberikan celah bagi praktik-praktik yang merugikan perusahaan dan nasabahnya.

Seperti dalam konsep Panopticon, kekuasaan yang terkonsentrasi ini menciptakan atmosfer tak terlihat yang memungkinkan pelaku kejahatan untuk beroperasi tanpa takut akan pengawasan atau tindakan pencegahan yang efektif.

- Korupsi dan kolusi

Kasus Asuransi Jiwasraya ini juga terkait dengan adanya tindakan korupsi dan kolusi di antara beberapa individu yang terlibat. Adanya ketidakseimbangan distribusi kekuasaan dan kesenjangan sosial di perusahaan Jiwasraya merupakan akar dari kejahatan struktural yang terjadi. Individu-individu yang memiliki posisi kuat dan akses terhadap dana asuransi memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi, dengan melakukan praktik-praktik korupsi dan kolusi yang merugikan perusahaan dan nasabahnya. Struktur sosial yang terbiasa melakukan korupsi dan memaklumkan ketidakadilan dalam perusahaan menciptakan ketidaksetaraan yang merugikan pemegang polis dan pemegang saham. Hal ini memberikan insentif bagi individu yang memiliki kekuasaan untuk memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi. 

- Kelemahan dalam Sistem Pengawasan

Faktor utama lain yang mempengaruhi terjadinya kasus Asuransi Jiwasraya adalah kurangnya atau adanya kelemahan dalam sistem mekanisme pengawasan yang efektif dan tindakan akuntabilitas yang memungkinkan penyalahgunaan dana terjadi tanpa terdeteksi atau kejahatan finansial terjadi tanpa hambatan. Kurangnya mekanisme pengawasan yang efektif dan tindakan akuntabilitas yang kuat memungkinkan individu di dalam perusahaan Jiwasraya untuk memanipulasi dana asuransi tanpa ada konsekuensi yang signifikan.

Seperti dalam konsep Panopticon, di mana pemantauan yang terus-menerus mencegah narapidana melakukan pelanggaran, keberadaan mekanisme pengawasan yang kuat dan akuntabilitas yang ketat akan mencegah tindakan korupsi dan penyalahgunaan dana asuransi.

- Manajemen yang buruk

Faktor lainnya adalah kegagalan manajemen perusahaan dalam mengelola dana asuransi dengan baik juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap kasus ini. Ketidakkonsistenan dalam praktik manajemen, ketidakefektifan dalam pengambilan keputusan, dan ketidaktransparan dalam pelaporan keuangan semuanya berperan dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan penyalahgunaan dana terjadi.

- Faktor ekonomi dan investasi yang buruk

Faktor yang terakhir yang menjadi penyebab terjadinya kasus ini adalah tidak adanya kinerja investasi yang baik dan keputusan investasi yang buruk juga berkontribusi terhadap terjadinya kasus ini. Kinerja investasi yang lemah dapat mengakibatkan kerugian finansial bagi perusahaan, yang kemudian mendorong praktik penyalahgunaan dana untuk menutupi kelemahan tersebut.

Faktor-faktor di atas saling terkait dan saling memperkuat satu sama lain. Kombinasi dari kelemahan sistem pengawasan, korupsi, manajemen yang buruk, regulasi yang lemah, dan keputusan investasi yang buruk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dana asuransi dalam kasus Asuransi Jiwasraya. Untuk mencegah kasus serupa, diperlukan perbaikan dalam sistem pengawasan, penegakan hukum yang tegas, perubahan budaya perusahaan, dan peningkatan transparansi dan akuntabilitas di industri asuransi.

Dampak dari Kasus Asuransi Jiwasraya

Dampak dari kasus Asuransi Jiwasraya sangat luas dan signifikan, sehingga melibatkan serta dapat mempengaruhi berbagai pihak, termasuk pemegang polis, investor, stabilitas industri asuransi secara keseluruhan, karyawan perusahaan, pemerintah, dan masyarakat umum. Dalam analisis dampak ini, kita akan menjelajahi dampak dari kasus tersebut dalam beberapa aspek yang berbeda.

- Dampak Keuangan dan Ekonomi

Kasus Jiwasraya memiliki dampak signifikan terhadap sektor keuangan dan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa dampak yang dapat diamati antara lain:

1) Kerugian Pemegang Polis: Pemegang polis Jiwasraya merupakan pihak yang paling langsung terkena dampak dari kasus Asuransi Jiwasraya. Mereka merupakan individu atau keluarga yang telah membayar premi asuransi dengan mengharapkan perlindungan finansial di masa depan. Pemegang polis menderita kerugian finansial yang signifikan, sebab klaim asuransi mereka tidak dibayarkan atau pembayaran ditunda, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dan kesulitan keuangan bagi mereka yang bergantung pada dana tersebut. Banyak orang yang mengandalkan asuransi Jiwasraya untuk masa depan mereka, seperti pendidikan anak atau dana pensiun, terpaksa menghadapi krisis keuangan karena kehilangan akses ke dana yang diharapkan. Dampak dari kasus Asuransi Jiwasraya ini adalah sebagai berikut :

A. Ketidakpastian Klaim: Pemegang polis mengalami ketidakpastian mengenai pembayaran klaim yang mereka ajukan. Akibat penyalahgunaan dana, perusahaan menghadapi kesulitan dalam membayar klaim secara penuh atau bahkan menunda pembayaran klaim yang seharusnya dibayarkan secara tepat waktu.

B. Kerugian Finansial: Pemegang polis mengalami kerugian finansial akibat pembayaran premi yang tidak sebanding dengan manfaat yang diterima. Banyak dari mereka yang telah menginvestasikan dana dalam polis asuransi Jiwasraya dengan harapan mendapatkan pengembalian yang layak, namun mereka merugi akibat praktek penyalahgunaan dana yang terjadi.

2) Kerugian bagi Investor: Kasus Jiwasraya juga berdampak negatif pada investor. Saham Jiwasraya mengalami penurunan nilai yang signifikan, sehingga investor kehilangan nilai investasi mereka. Ini mencakup investor individu, institusi keuangan, dan dana pensiun yang telah menginvestasikan dana mereka dalam perusahaan. Kasus Jiwasraya juga berdampak pada investor, khususnya mereka yang memiliki saham atau instrumen keuangan terkait perusahaan. Dampaknya meliputi:

A. Penurunan Nilai Saham: Kasus ini berdampak langsung pada harga saham Jiwasraya yang mengalami penurunan yang signifikan. Investor yang memiliki saham perusahaan mengalami kerugian finansial karena penurunan nilai investasi mereka.

B. Ketidakpercayaan Investor: Kasus Jiwasraya merusak kepercayaan investor terhadap integritas dan transparansi perusahaan. Hal ini dapat membuat investor enggan untuk berinvestasi di sektor asuransi atau perusahaan yang terkait dengan Jiwasraya.

3) Ketidakstabilan di Sektor Keuangan: Kasus Jiwasraya mengguncang kepercayaan para investor dan masyarakat terhadap sektor keuangan atau industri asuransi secara keseluruhan di Indonesia. Pemegang polis menjadi skeptis terhadap perusahaan asuransi lain dan merasa ragu untuk mengambil asuransi di masa depan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan yang lebih luas dan mempengaruhi pasar modal, sektor asuransi, dan industri keuangan secara umum. Investor mungkin menjadi enggan untuk berinvestasi dalam perusahaan asuransi atau instrumen keuangan lainnya, karena ketidakpastian dan ketidakpercayaan yang muncul akibat kasus ini.

4) Dampak terhadap Perusahaan Asuransi Lainnya: Kasus Jiwasraya juga dapat berdampak pada reputasi dan kepercayaan terhadap perusahaan asuransi lainnya di Indonesia. Masyarakat mungkin menjadi lebih skeptis terhadap produk asuransi dan cenderung menghindari pembelian polis asuransi. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan industri asuransi secara keseluruhan.

5) Dampak pada Ekonomi Makro: Dampak dari kasus Jiwasraya juga dapat dirasakan pada tingkat ekonomi makro. Ketidakstabilan di sektor keuangan dan hilangnya kepercayaan investor dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Investasi dalam sektor asuransi dan sektor terkait mungkin mengalami penurunan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi penciptaan lapangan kerja, pendapatan nasional, dan aktivitas ekonomi lainnya.

- Dampak Sosial dan Psikologis

Selain dampak finansial dan ekonomi, kasus Jiwasraya juga memiliki dampak yang signifikan dalam hal sosial dan psikologis. Beberapa dampaknya adalah sebagai berikut:

1) Kehilangan Kepercayaan dan Ketidakpastian: Kasus Jiwasraya mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi dan sistem keuangan secara keseluruhan. Pemegang polis dan masyarakat umum merasa tradisi asuransi dan sistem keuangan yang seharusnya memberikan perlindungan dan kepastian justru menjadi sumber ketidakpastian dan ketidakadilan. Hal ini dapat menciptakan rasa kecewa, marah, dan frustrasi yang meluas di antara masyarakat.

2) Dampak Psikologis pada Pemegang Polis: Pemegang polis yang terkena dampak langsung dari kasus Jiwasraya mungkin mengalami dampak psikologis yang signifikan. Mereka mungkin merasa dikhianati, stres, cemas, dan kehilangan harapan. Ketidakpastian finansial dan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan seperti pendidikan anak atau perencanaan pensiun dapat menyebabkan stres dan gangguan emosional.

3) Dampak Sosial pada Keluarga dan Masyarakat: Dampak dari kasus Jiwasraya juga dirasakan oleh keluarga dan masyarakat yang terdampak. Keluarga yang bergantung pada dana asuransi Jiwasraya mungkin menghadapi kesulitan keuangan yang berkepanjangan dan mempengaruhi stabilitas keluarga. Masyarakat umum juga merasa terganggu oleh kasus ini, karena menunjukkan adanya ketidakadilan dalam sistem dan korupsi di sektor keuangan yang seharusnya diandalkan untuk melindungi masyarakat.

4) Dampak pada Industri Asuransi dan Profesionalisme: Kasus Jiwasraya dapat merusak reputasi industri asuransi secara keseluruhan. Masyarakat mungkin menjadi skeptis terhadap klaim dan manfaat asuransi, serta meragukan profesionalisme dan etika di industri ini. Hal ini dapat membuat sulit bagi perusahaan asuransi untuk memulihkan kepercayaan dan mempromosikan produk mereka di pasar.

5) Dampak pada Regulasi dan Pengawasan: Kasus Jiwasraya juga berdampak pada regulasi dan pengawasan sektor keuangan. Pemerintah dan otoritas pengawas diharapkan untuk memperketat aturan dan prosedur yang mengatur perusahaan asuransi, serta memperkuat pengawasan untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Ini mencakup peningkatan kepatuhan, audit yang lebih ketat, dan sanksi yang tegas bagi pelanggar.

- Dampak Politik dan Hukum

Kasus Jiwasraya juga memiliki dampak politik dan hukum yang signifikan di Indonesia. Beberapa dampaknya adalah sebagai berikut:

1) Ketidakpercayaan pada Pemerintah dan Institusi: Kasus Jiwasraya mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan institusi terkait, terutama dalam hal regulasi dan pengawasan sektor keuangan. Masyarakat mungkin meragukan kemampuan pemerintah untuk melindungi kepentingan mereka dan mencegah penyalahgunaan dana publik.

2) Krisis Kepercayaan pada Sistem Hukum: Kasus Jiwasraya juga mencerminkan kegagalan sistem hukum dalam mencegah dan mengatasi praktik korupsi dan penyalahgunaan dana. Masyarakat mungkin meragukan efektivitas dan keadilan sistem hukum, serta ketegasan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan finansial.

3) Penyelidikan, Penuntutan, dan Pertanggungjawaban Hukum: Kasus Jiwasraya memerlukan penyelidikan yang menyeluruh dan penuntutan yang adil terhadap pelaku kejahatan finansial. Hal ini melibatkan upaya hukum untuk mengungkap kebenaran, menegakkan keadilan, dan menghukum mereka yang bertanggung jawab atas penyalahgunaan dana asuransi. Proses hukum yang transparan, adil, dan tegas penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan menegakkan prinsip keadilan.

4) Reformasi Regulasi dan Pengawasan: Kasus Jiwasraya memicu tuntutan untuk reformasi dalam regulasi dan pengawasan sektor keuangan. Pemerintah dan otoritas pengawas perlu meningkatkan ketatnya aturan dan prosedur, serta memperkuat mekanisme pengawasan untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Ini mencakup peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan dalam industri asuransi.

5) Dampak Politik dan Akuntabilitas: Kasus Jiwasraya juga berdampak pada dunia politik, dengan tuntutan untuk akuntabilitas dan transparansi dari para pemimpin politik. Masyarakat mengharapkan tindakan tegas dan perbaikan sistemik untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan dana publik. Selain itu, kasus ini juga dapat mempengaruhi opini publik dan dukungan politik terhadap pihak-pihak yang terkait dengan kasus ini.

Dampak dari kasus Asuransi Jiwasraya mencakup berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hukum di Indonesia. Perbaikan dan reformasi menyeluruh diperlukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, menjaga stabilitas keuangan, dan memastikan perlindungan yang adil bagi pemegang polis dan pemangku kepentingan lainnya.

6)Strategi, alat dan metode dalam mendeteksi fraud

Serangkaian tindakan fraud yang dilakukan oleh PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) berhasil terdeteksi oleh berbagai pihak mulai dari pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan kembali oleh direksi baru dan menemukan kejanggalan terhadap laporan keuangan, serta whistleblowing atau pelaporan yang dilakukan kepada Kementerian BUMN. Pelaporan tersebut kemudian dilanjutkan dengan audit oleh pihak eksternal perusahaan, yaitu audit yang dilakukan oleh PwC. Selain itu, laporan keuangan perusahaan dilakukan pemeriksaan oleh berbagai pihak hingga tindakan fraud tersebut terbukti.

SWOT Analysis

Analisa SWOT ini dilakukan pada perusahaan Jiwasraya dalam kondisi normal, dan belum disampaikan terjadi rekayasa pelaporan keuangan yang saat ini melanda kasus di Jiwasraya 

Kasus Asuransi Jiwasraya dengan Panopticon Jeremy Bentham dan Kejahatan Struktural Anthony Giddens

Dalam kaitan ini, penting untuk melihat fenomena ini dari perspektif teori dan filsafat sosial. Artikel ini membahas konsep Panopticon Jeremy Bentham dan relevansinya dengan kasus asuransi Jiwasraya dan penerapan teori kejahatan struktural oleh Anthony Giddens untuk memahami akar penyebab dari kasus ini.

A. Konsep Panopticon oleh Jeremy Bentham

Jeremy Bentham, seorang filsuf utilitarianisme abad ke-18 yang mengembangkan konsep Panopticon sebagai bentuk arsitektur penjara yang dirancang dengan maksud untuk pengawasan yang tak terlihat dan kontrol yang efektif terhadap seluruh narapidana. Jeremy Bentham percaya bahwa pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus ini akan mencegah aktifitas ilegal atau pelanggaran hukum dan mendorong serta menumbuhkan disiplin yang efektif.

Dalam konsep ini, secara tidak langsung Jeremy Bentham mengomentari kasus-kasus spesifik seperti Asuransi Jiwasraya, karena itu adalah kasus atau peristiwa yang terjadi pada abad ke-21. Namun, kita tetap dapat menerapkan prinsip-prinsip utilitarianisme yang dikemukakan oleh Bentham untuk memahami pandangannya terkait masalah asuransi dan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi kepentingan masyarakat. Pendekatan utilitarianisme Jeremy Bentham didasarkan pada prinsip bahwa tindakan atau kebijakan yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbesar adalah tindakan yang paling baik secara moral. Dalam konteks asuransi, pendekatan ini dapat diterapkan dengan mempertimbangkan dampak keseluruhan dari kebijakan asuransi yang diadopsi oleh pemerintah.

Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, terjadi kegagalan dalam manajemen dan pelaksanaan program asuransi jiwa oleh perusahaan tersebut. Hasil dari terjadinya kasus tersebut yaitu banyaknya nasabah yang mengalami kerugian finansial yang signifikan. Dalam perspektif utilitarianisme, pendekatan yang diambil akan mempertimbangkan dampak keseluruhan dari tindakan atau kebijakan yang dilakukan.

Dalam konteks kasus Asuransi Jiwasraya, kita dapat melihat persamaan antara konsep Panopticon dan praktek-praktek korupsi yang terjadi di perusahaan tersebut. Seperti pada Panopticon, di mana pengawas terletak di tengah lingkungan penjara yang melingkari sel-sel narapidana, pengawasan dan kontrol yang tak terlihat dalam Jiwasraya juga terletak di tangan beberapa individu yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang signifikan dalam perusahaan. Mereka memiliki akses tak terbatas terhadap dana asuransi dan dapat dengan mudah memanipulasi dan menyalahgunakan dana tersebut tanpa terdeteksi.

Dalam konteks Panopticon, kekuasaan pengawas diciptakan melalui ancaman pemantauan konstan yang memaksa narapidana untuk mematuhi aturan dan tata tertib yang ditetapkan. Dalam kasus Asuransi Jiwasraya ini, pengawasan yang tak terlihat diciptakan oleh kelompok elit yang mengendalikan perusahaan dan memiliki kontrol penuh atas dana asuransi. Mereka dapat dengan bebas menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi mereka sendiri tanpa takut ada tindakan pengawasan yang nyata.

Kejahatan Struktural oleh Anthony Giddens

Anthony Giddens, seorang tokoh besar sosiologi era modern kontemporer, asal Britania Raya yang mengembangkan teori kejahatan struktural yang menekankan peran struktur sosial dalam mempengaruhi perilaku individu dan masyarakat. Menurut Giddens, kejahatan struktural adalah hasil dari ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang muncul dari ketidakseimbangan distribusi kekuasaan dan sumber daya. Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, kejahatan struktural dapat dilihat sebagai akar penyebab utama kejahatan finansial yang terjadi. Struktur sosial yang korup dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan di perusahaan menciptakan lingkungan yang memungkinkan penyalahgunaan dana asuransi terjadi tanpa hambatan. Beberapa individu di perusahaan, yang memiliki posisi yang kuat dan akses tak terbatas terhadap dana asuransi, dapat memanfaatkan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi tanpa ada tindakan pengawasan atau akuntabilitas yang memadai.

Giddens juga berpendapat bahwa sistem sosial yang tidak adil dapat memberikan insentif dan motivasi bagi individu untuk terlibat dalam perilaku kriminal. Dalam kasus Jiwasraya, ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang ada dalam perusahaan, serta kurangnya mekanisme pengawasan yang efektif, menciptakan lingkungan di mana individu merasa dapat melakukan kejahatan finansial tanpa takut ada konsekuensi yang signifikan. Selain itu, Giddens menyoroti pentingnya tanggung jawab kolektif dalam mengatasi kejahatan struktural. Dia berpendapat bahwa masyarakat dan lembaga harus bekerja sama untuk mengubah struktur sosial yang memungkinkan terjadinya kejahatan. Dalam kasus Jiwasraya, upaya pencegahan kejahatan harus melibatkan tindakan kolektif dari regulator, pemerintah, dan masyarakat secara luas untuk memperbaiki kekurangan dalam sistem regulasi dan pengawasan.

Bagaimana mengatasi Kasus Asuransi Jiwasraya? 

Dalam mengatasi kasus Asuransi Jiwasraya, penting sekali menerapkan pendekatan yang holistik. Pertama, reformasi struktur sosial dan distribusi kekuasaan dalam perusahaan perlu dilakukan. Ini dapat melibatkan perubahan kebijakan, peningkatan transparansi, dan pemberdayaan pemegang saham untuk memperkuat kontrol terhadap tindakan manajemen perusahaan. Kedua, perlu ditingkatkannya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas di industri asuransi secara keseluruhan. Regulator perlu memperketat persyaratan pengawasan, melaksanakan audit yang ketat, dan menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengawasan dan pemantauan asuransi industri juga penting.

Untuk mengatasi kasus Asuransi Jiwasraya, diperlukan langkah-langkah yang komprehensif dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus tersebut:

1. Penguatan Pengawasan dan Regulasi:

Meningkatkan kapasitas pengawasan regulator: Regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperluas dan memperkuat kemampuan pengawasan dan pemeriksaan internal terhadap perusahaan asuransi, baik dari sisi personalia maupun teknologi. Proses audit dan inspeksi harus lebih ketat dan teratur untuk memastikan perusahaan mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Mereka harus memiliki keahlian yang memadai untuk secara efektif mengawasi operasi dan keuangan perusahaan asuransi.

Menerapkan audit atau peraturan dan kebijakan yang ketat: Audit perusahaan asuransi harus dilakukan secara teratur dan komprehensif, termasuk audit akuntansi, investasi, dan kepatuhan terhadap peraturan. Pemeriksaan pihak ketiga yang independen diperlukan untuk memastikan transparansi dan keandalan pelaporan keuangan. Pemerintah perlu mereformasi regulasi dan kebijakan terkait industri asuransi. Regulasi perlu diperketat untuk menghindari celah yang memungkinkan penyalahgunaan dana.

Memperkuat transparansi dan akuntabilitas: Penanggung harus diminta untuk memberikan laporan keuangan yang akurat dan transparan kepada pemegang polis dan regulator. Bisnis juga harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan terlibat dalam praktik bisnis yang etis dan jujur. Regulator perlu memperbarui dan memperkuat peraturan dan kebijakan industri asuransi. Ini termasuk persyaratan modal yang meningkat, transparansi dalam pelaporan, tata kelola perusahaan yang baik dan peningkatan hukuman untuk ketidakpatuhan.  

2. Penegakan Hukum yang Tegas:

Investigasi dan penuntutan: Pihak penegak hukum harus melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan tindak pidana dalam kasus Jiwasraya. Pelaku penyalahgunaan dana harus diidentifikasi, dituntut, dan dijatuhi hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pemulihan aset: Pemulihan aset yang disalahgunakan harus menjadi prioritas. Pihak berwenang harus bekerja sama dengan otoritas keuangan dan lembaga internasional untuk melacak, membekukan, dan mengembalikan aset yang diperoleh secara tidak sah.

3. Restrukturisasi dan Penyehatan Keuangan:

Restrukturisasi perusahaan: Jiwasraya perlu menjalani proses restrukturisasi yang komprehensif. Ini meliputi evaluasi ulang manajemen, peningkatan tata kelola perusahaan, dan peningkatan efisiensi operasional.

Injeksi modal: Untuk memperbaiki keadaan keuangan perusahaan, bisa dipertimbangkan injeksi modal dari pihak eksternal atau melalui kerja sama dengan mitra strategis. Hal ini akan membantu memulihkan kesehatan keuangan perusahaan dan memastikan pemenuhan kewajiban kepada pemegang polis.

Penyelesaian klaim tertunda: Pemegang polis yang memiliki klaim tertunda harus mendapatkan prioritas dalam penyelesaian klaim. Jiwasraya harus mengadopsi pendekatan yang proaktif untuk memastikan pembayaran klaim yang adil dan tepat waktu.

4. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas:

Pelaporan keuangan yang transparan: Jiwasraya harus menerapkan praktik pelaporan keuangan yang transparan dan akurat. Laporan keuangan harus disusun dengan standar akuntansi yang berlaku dan diperiksa secara independen.

Pengungkapan yang jelas: Perusahaan harus memberikan pengungkapan yang jelas kepada pemegang polis dan investor tentang kondisi keuangan, risiko, dan kinerja perusahaan. Informasi yang akurat dan mudah dipahami akan membangun kepercayaan kembali kepada perusahaan.

Mekanisme pengaduan: Jiwasraya harus menyediakan mekanisme pengaduan yang efektif bagi pemegang polis. Mekanisme ini harus mudah diakses, responsif, dan memberikan solusi yang memuaskan bagi pemegang polis yang memiliki keluhan atau masalah.

5. Perubahan Budaya Perusahaan:

Membangun perubahan budaya integritas: Jiwasraya harus membangun budaya perusahaan yang berbasis integritas, etika yang tinggi, dan kepatuhan. Pelatihan ini melibatkan perubahan perilaku dan sikap dari manajemen dan karyawan perusahaan untuk mengutamakan kepentingan pemegang polis dan menjalankan praktik bisnis yang etis.

Pelatihan dan kesadaran: Karyawan perusahaan Jiwasraya harus diberikan pelatihan tentang etika bisnis, tata kelola perusahaan, dan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab mereka dalam menjalankan aktivitas bisnis yang jujur dan transparan.

6. Pemulihan Kepercayaan Masyarakat:

Komunikasi yang transparan: Jiwasraya harus berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan pemegang polis, investor, karyawan, dan masyarakat umum. Mereka harus memberikan penjelasan yang komprehensif tentang langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki situasi dan memastikan hal serupa tidak terulang.

Kualitas pelayanan yang meningkat: Perusahaan harus fokus pada peningkatan kualitas layanan kepada pemegang polis. Memberikan layanan yang responsif, komunikatif, dan memenuhi kebutuhan pemegang polis akan membantu membangun kembali kepercayaan.

Secara keseluruhan, penanganan kasus asuransi Jiwasraya memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara regulator, pengawas, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya. Tindakan yang diambil harus mencakup peningkatan regulasi dan pengawasan, tindakan legislatif yang kuat, restrukturisasi perusahaan, transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar, perubahan budaya perusahaan, dan pemulihan kepercayaan publik secara keseluruhan.

Shafia Ulya 

43122010164

Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Universitas Mercu Buana

Program Studi Manajemen

Natalis Christian, Lenny Julyanti (2022). Analisis Kasus PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan Teori Dasar FraudFransisca Anri Widyani, Rr.Ani Wijayanti (2021). Legal Responsibility of Jiwasraya Insurance Companies to Customers
Indra Setiawan (2020). Bedah Kasus Gagal Bayar dan Kerugian PT. Asuransi Jiwasraya (Persero)
Tjut Dhien Shafina (2021). Criminal Implications of Corruption on The Misuse Of Village Fund In The Village Government
Wiharto, Moh Khamim, Suci Hartati (2022). Study on the Misuse of Village Fund Management on The Implementation of Decentralization in Indonesia 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun