Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, terjadi kegagalan dalam manajemen dan pelaksanaan program asuransi jiwa oleh perusahaan tersebut. Hasil dari terjadinya kasus tersebut yaitu banyaknya nasabah yang mengalami kerugian finansial yang signifikan. Dalam perspektif utilitarianisme, pendekatan yang diambil akan mempertimbangkan dampak keseluruhan dari tindakan atau kebijakan yang dilakukan.
Dalam konteks kasus Asuransi Jiwasraya, kita dapat melihat persamaan antara konsep Panopticon dan praktek-praktek korupsi yang terjadi di perusahaan tersebut. Seperti pada Panopticon, di mana pengawas terletak di tengah lingkungan penjara yang melingkari sel-sel narapidana, pengawasan dan kontrol yang tak terlihat dalam Jiwasraya juga terletak di tangan beberapa individu yang memiliki kekuatan dan kekuasaan yang signifikan dalam perusahaan. Mereka memiliki akses tak terbatas terhadap dana asuransi dan dapat dengan mudah memanipulasi dan menyalahgunakan dana tersebut tanpa terdeteksi.
Dalam konteks Panopticon, kekuasaan pengawas diciptakan melalui ancaman pemantauan konstan yang memaksa narapidana untuk mematuhi aturan dan tata tertib yang ditetapkan. Dalam kasus Asuransi Jiwasraya ini, pengawasan yang tak terlihat diciptakan oleh kelompok elit yang mengendalikan perusahaan dan memiliki kontrol penuh atas dana asuransi. Mereka dapat dengan bebas menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi mereka sendiri tanpa takut ada tindakan pengawasan yang nyata.
Kejahatan Struktural oleh Anthony Giddens
Anthony Giddens, seorang tokoh besar sosiologi era modern kontemporer, asal Britania Raya yang mengembangkan teori kejahatan struktural yang menekankan peran struktur sosial dalam mempengaruhi perilaku individu dan masyarakat. Menurut Giddens, kejahatan struktural adalah hasil dari ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang muncul dari ketidakseimbangan distribusi kekuasaan dan sumber daya. Dalam kasus Asuransi Jiwasraya, kejahatan struktural dapat dilihat sebagai akar penyebab utama kejahatan finansial yang terjadi. Struktur sosial yang korup dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan di perusahaan menciptakan lingkungan yang memungkinkan penyalahgunaan dana asuransi terjadi tanpa hambatan. Beberapa individu di perusahaan, yang memiliki posisi yang kuat dan akses tak terbatas terhadap dana asuransi, dapat memanfaatkan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi tanpa ada tindakan pengawasan atau akuntabilitas yang memadai.
Giddens juga berpendapat bahwa sistem sosial yang tidak adil dapat memberikan insentif dan motivasi bagi individu untuk terlibat dalam perilaku kriminal. Dalam kasus Jiwasraya, ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang ada dalam perusahaan, serta kurangnya mekanisme pengawasan yang efektif, menciptakan lingkungan di mana individu merasa dapat melakukan kejahatan finansial tanpa takut ada konsekuensi yang signifikan. Selain itu, Giddens menyoroti pentingnya tanggung jawab kolektif dalam mengatasi kejahatan struktural. Dia berpendapat bahwa masyarakat dan lembaga harus bekerja sama untuk mengubah struktur sosial yang memungkinkan terjadinya kejahatan. Dalam kasus Jiwasraya, upaya pencegahan kejahatan harus melibatkan tindakan kolektif dari regulator, pemerintah, dan masyarakat secara luas untuk memperbaiki kekurangan dalam sistem regulasi dan pengawasan.
Bagaimana mengatasi Kasus Asuransi Jiwasraya?Â
Dalam mengatasi kasus Asuransi Jiwasraya, penting sekali menerapkan pendekatan yang holistik. Pertama, reformasi struktur sosial dan distribusi kekuasaan dalam perusahaan perlu dilakukan. Ini dapat melibatkan perubahan kebijakan, peningkatan transparansi, dan pemberdayaan pemegang saham untuk memperkuat kontrol terhadap tindakan manajemen perusahaan. Kedua, perlu ditingkatkannya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas di industri asuransi secara keseluruhan. Regulator perlu memperketat persyaratan pengawasan, melaksanakan audit yang ketat, dan menerapkan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengawasan dan pemantauan asuransi industri juga penting.
Untuk mengatasi kasus Asuransi Jiwasraya, diperlukan langkah-langkah yang komprehensif dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus tersebut:
1. Penguatan Pengawasan dan Regulasi:
Meningkatkan kapasitas pengawasan regulator: Regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperluas dan memperkuat kemampuan pengawasan dan pemeriksaan internal terhadap perusahaan asuransi, baik dari sisi personalia maupun teknologi. Proses audit dan inspeksi harus lebih ketat dan teratur untuk memastikan perusahaan mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Mereka harus memiliki keahlian yang memadai untuk secara efektif mengawasi operasi dan keuangan perusahaan asuransi.