Â
Tak berapa lama, sebuah ambulance datang. Jasad diangkat keluar dari ambulance, dibawa masuk ke dalam rumah. Aroma kembang menguar di seluruh ruangan tempat jasad terbaring.
Â
Oohh, Eko keki. Tak tahu apa yang mesti diperbuat. Ia bisa melihat siapa pun, dan apa pun yang terjadi, di mana pun. Namun ia meluncur kesana kemari. Ingin menghibur ibunya yang sempat pingsan. Ingin meredakan raungan adiknya. Ingin menyapa orang-orang yang datang. Ingin membangunkan tubuhnya yang terbaring kaku. Ingin..., ingin..., dan ingin... . Namun semuanya tak bisa ia lakukan. Orang tak hirau akan kehadirannya. Dunianya sudah berbeda.
Â
Eko putus asa. Ia meluncur ke pojok ruang yang agak longgar. Ia tak bisa menyentuh apa pun. Tetapi sebuah kursi plastik ikut meluncur bersamanya. Suasana menjadi gaduh. Beberapa orang menjadi pucat ketakutan. Sebuah kursi bisa terbang....
Â
Oohh, Eko merasa kehadirannya mengganggu susasana. Ia semakin keki. Ia terdiam di pojok ruangan. Orang-orang yang kebetulan berada dekat di situ, menyingkir, seolah merekaa merasakan kehadirannya.
Â
Eko semakin tidak nyaman. Ia meluncur ke sebuah pohon rindang. Orang-orang yang berteduh di bawah pohon itu menengadah seolah melihatnya. Oohh, "Aku harus berada di mana, ya?" pikirnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk hinggap saja di atas dahan pohon itu. Pohon bergoyang. Orang-orang merasa bergidik dan menyingkir.
Â