Mohon tunggu...
Setya Ai Widi
Setya Ai Widi Mohon Tunggu... -

write, write, write... :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Date With Valent

26 April 2012   04:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:06 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ichaaaa..." teriak seseorang ketika aku memasuki pelataran sekolahku, SMA Harapan Bangsa. Aku menoleh ke arah suara yang ternyata si pemanggil adalah Adelia, sahabatku yang biasa ku sapa ‘Adel’. Dia berlari ke arahku.

Pagi ini adalah hari pertamaku masuk sekolah setelah liburan semester pertama. Liburan akhir tahun sekaligus tahun baru yang begitu menyebalkan bagiku. Karena pertemuanku dengan Leo Valent Pratama, sahabat  kecilku yang kini asing bagiku.

"Welcome back, Icha..." Adel memelukku beberapa detik lalu tersenyum padaku.

"You too." balasku.

"I miss you so much, Cha... long time no see. Gimana liburan kamu?" Adel merangkul pundakku dan kami berjalan menuju kelas.

"Oh, it's a bad holiday." jawabku sekenanya.

"Kenapa, Cha?" Adel menghentikan langkahnya dan menatapku.

Aku tersenyum. "Bercanda..." kataku. Aku pun kembali berjalan dan Adel mengikutiku.

Setelah aku pikir, aku tak perlu bercerita pada Adel mengenai liburanku.

Karena itu menyangkut Valent. Artis jago ngedance yang digandrungi cewek-cewek seantero sekolah termasuk Adel.

Tak lama kemudian, bel berbunyi. kami pun berlari kecil menuju kelas dan mendapati Bu Yola, wali kelas kami telah duduk di kursi guru.

"Pa-pagi, bu..." aku dan Adel menyapanya dengan gugup.

"Pagi, Raisya Prastiwi dan... Adelia Rahma." Bu Yola tersenyum setelah menyebutkan nama lengkap kami. "Silakan duduk." katanya kemudian.

Aku dan Adel pun segera menuju bangku kami.

"Attention, please..." suara Bu Yola menghentikan kegaduhan dalam kelasku. "Karena hari ini hari pertama masuk, Ibu minta kalian menceritakan tentang liburan kalian dengan bahasa inggris yang baik dan benar. Jika sudah selesai, kumpulkan dan kalian boleh istirahat selama 30 menit." perintah Bu Yola. "Setelah istirahat, Ibu minta kalian semua sudah berkumpul di dalam kelas, karena Ibu punya kejutan untuk kalian. Mengerti?" lanjut Bu Yola.

" Ya, bu..." jawab kami serempak.

******

"Cha, menurut kamu, Bu Yola bakal ngasih kejutan apa?" tanya Adel padaku ketika kami makan di kantin.

"Nggak tahu, Del... Mungkin aja nilai mengarang cerita tadi." jawabku asal.

"Oh, gitu. Oya, Cha, denger-denger, Valent mau berhenti jadi artis dan pindah sekolah demi seorang cewek." perkataan Adel membuatku terkejut dan refleks menoleh ke arahnya.

"Apa?"

"Jadi kamu nggak tahu?" tanya Adel. Aku mengangguk pelan. "Kabarnya, cewek itu berarti banget buat Valent. Tapi, tentang siapa dan di mana cewek itu, Valent nggak mau bicara." lanjut Adel.

"Kenapa?" tanyaku.

Adel mengangkat pundaknya. "Nggak tahu." jawabnya.

Sesaat kemudian, bel masuk berbunyi. Aku dan Adel segera menuju kelas.

"Ok, boys and girls... Apa semua sudah masuk kelas?" tanya Bu Yola ketika memasuki kelas. Dengan bahasa gaulnya, beliau selalu bisa menarik perhatian murid-muridnya.

"Sudah, bu.." jawab kami serempak.

"Ok! Hari ini Ibu akan memperkenalkan seorang murid baru pada kalian." kata Bu Yola. Suasana kelas kembali gaduh. "Leo, come in please..." pinta Bu Yola setengah teriak.

Semua murid terdiam ketika sosok Leo memasuki kelas. Begitu juga Adel, kulihat mulutnya terbuka lebar membentuk huruf o.

"Valent..." ucap Adel setengah berbisik. Aku terkejut dan menoleh ke arah murid baru yang sangat ku kenal itu.

"Pagi, guys... Emm, senang bertemu kalian..." Valent yang kini dipanggil Leo itu tersenyum penuh arti.

"Pagi, Leo..." balas murid-murid kecuali aku.

"Ibu rasa, kalian sudah cukup mengenalnya. Jadi, next time kalian bisa ngobrol lebih banyak dengan Leo."

"Ya, Bu..."

"Leo, silakan duduk di bangku belakang Raisya." kata Bu Yola seraya menoleh padaku.

"Baik, Bu..." Valent berjalan sambil terus menatapku. Aku menunduk. Hingga Valent berhenti di sampingku. "Pagi, Raisya Prastiwi..." sapanya.

"Pa-pagi..." balasku dengan berat hati.

Valent pun duduk tepat di belakangku.

******

"Cha, tunggu! Aku pengen bicara sebentar sama kamu." ucap Valent ketika aku beranjak dari tempat dudukku.

Adel menatapku penuh curiga. "Jadi kalian udah saling kenal?" gumam Adel.

"Sorry, aku buru-buru." jawabku singkat.

"Please, Cha. Lima menit aja." pinta Valent.

"Cuma lima menit, Cha. Sebentar aja..." Adel ikut bicara.

"Nggak bisa, Del. Aku nggak mau ngabisin waktuku dengan percuma sama orang sombong yang nggak penting seperti dia." kataku ngawur. Sempat ku lihat Valent yang tampak kecewa.

Sepertinya Adel bingung mendengar apa yang ku katakan. Karna memang aku tak pernah bercerita padanya bahwa aku mengenal Valent cukup lama.

"Maafin aku, Cha..." ucap Valent lirih.

Langkahku terhenti. Ku rasakan tubuhku begitu berat untuk bergerak. Valent memelukku dari belakang. Perlahan air mataku luruh. Aku kembali teringat caci maki yang dilontarkan Valent saat aku ikut menghadiri Mask Party yang juga dihadiri oleh Valent bersama teman-temannya.

"Waktu itu aku bener-bener nggak tahu kalo cewek bertopeng cat woman itu kamu." ucap Valent pelan.

Aku terdiam mematung. Valent tak juga melepaskan pelukannya. "Aku baru sadar, Cha. Kalo dari kecil, aku sayang banget sama kamu." bisik Valent.

"Lepasin aku! Nggak semudah itu aku bisa maafin kamu, Valent! Lepasin!" aku berontak hingga Valent melepaskan dirinya dariku. Aku menangis tersedu. Adel mendekatiku, menyeka air mataku dan menepuk-nepuk pundakku.

"Tenang, Cha..." ucap Adel penuh kesabaran.

"Aku sakit hati banget sama dia, Del..." aku terisak.

"Katakan, Cha. Apa yang harus aku lakuin untuk menebus kesalahanku ke kamu? Dan supaya kamu tahu, kalo aku beneran sayang sama kamu..." kata Valent.

"Emm, mendingan aku keluar dulu deh. Aku tunggu kamu di depan ya, Cha?" Adel melangkah pergi.

"Please, Cha..." ucap Valent lagi.

Terlintas dalam pikiranku tentang perkataan Valent waktu itu. "Cewek kampungan! Nggak pernah diajarin sopan santun ya, sama orang tua kamu? Main nyelonong aja ke ruangan orang. Punya mata kan? Nggak bisa baca atau nggak kelihatan?  This room only for my group." belum lagi kata-kata yang dilontarkan teman-temannya. Penuh dengan cacian yang menyakitkan hati.

Waktu itu aku bukan tidak sengaja. Aku memasuki ruangan khusus group Valent untuk memberinya kejutan. Namun diluar dugaan, Valent memaki-makiku dan menjuluki aku dengan sebutan ‘fans nyasar’. Tak pernah aku duga sebelumnya, bahwa Valent sesombong itu.

"Valent sahabat kecilku dulu... Udah mati. Kamu siapa? Aku nggak kenal kamu! Dan asal kamu tahu, orang tua aku emang nggak pernah ngajarin aku sopan santun." ucapku lirih. Valent terkejut dan menatapku tak percaya. "Karna mereka udah nggak ada! Puas??" kataku. Lalu ku tinggalkan Valent yang tertunduk lesu.

******

Aku berjalan gontai menuju rumahku yang berjarak sekitar 500m dari sekolah. Tante Mirna, adik mamaku menyambutku dengan hangat.

"Baru pulang, Cha... Tante udah nungguin kamu loh, buat makan siang bareng..." Tante Mirna mendekatiku.

Aku tersenyum paksa. "Icha cape, tante..." kataku.

"Ya sudah, setelah makan kamu istirahat aja..." ucap Tante Mirna seraya membimbingku memasuki rumah kami. Sejak orang  tuaku meninggal, Tante Mirna lah yang  mengurus dan membesarkan aku dengan penuh kasih  sayang. Dan aku sudah menganggapnya seperti mamaku sendiri. Dan meski belum punya suami, Tante Mirna selalu membimbingku dengan sabar.

Selesai makan, aku berlalu menuju kamar. Aku merebahkan tubuhku di atas pembaringan. Aku teringat kejadian di sekolah tadi ketika Valent tiba-tiba memelukku dari belakang. Jujur, aku merasa Valent yang dulu telah kembali. Valent yang baik dan penuh kasih sayang, Valent yang selalu ku rindukan dan aku inginkan untuk selalu tinggal di sisiku.

Maafin aku, Valent... Hati aku masih sakit banget. Susah untuk ku maafin kamu. Meski tak ku pungkiri kalo sejak lama aku sayang sama kamu, tapi rasa hatiku seperti dicabik-cabik mendengar penghinaan yang kamu lontarkan waktu itu.

Perlahan air mataku mengalir menganak sungai. Aku menangis sesenggukan. "Mama... Aku harus gimana..." suaraku bergetar.

"Tante rasa, kamu harus memaafkan Valent, sayang." suara Tante Mirna membuatku terkejut.

Aku bangun dari pembaringan dan ku seka air mataku. "Ta-tante..." kataku gugup.

Tante Mirna tersenyum dan mendekat padaku. "Valent sudah menceritakan semuanya pada tante. Dia salah paham, sayang... Waktu itu dia tidak mengenali kamu. Karna kalian sama-sama pake topeng, kan?" Tante Mirna duduk di sebelahku dan mengelus rambutku.

"Tante kira, Valent benar-benar menyayangi kamu. Buktinya, dia rela meninggalkan dunia keartisannya untuk kembali tinggal di Surabaya bersama kamu. Padahal, sudah lama juga dia tinggal di ibukota, sudah sangat populer dan pastinya, honornya berlimpah. Dan dia meninggalkan semua itu demi kamu." ucap Tante Mirna panjang lebar.

"Tapi tante," lidahku tercekat.

"Tapi apa, Cha? Ceritakan sama tante..."

"Dia juga nyinggung-nyinggung soal mama-papa." protesku.

"Dia kan belum tau tentang hal itu, sayang..." Aku terdiam mendengar perkataan Tante Mira. "Dia dan teman-temannya hanya tidak mau privacy-nya terganggu." lanjut Tante Mira.

Aku termangu. "Valent sudah lama menunggu kamu. Sekarang kamu ganti baju dulu, tente tunggu di ruang tamu, ya?" ucap Tante Mira lalu beranjak pergi.

Sejenak aku berdiam diri. Sibuk mencerna setiap kata yang dilontarkan Tante Mirna padaku. Ada benarnya juga, pikirku. Tapi rasanya masih begitu berat untuk menemui Valent dan mengatakan, "Aku memaafkan kamu.". Aku bingung. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari kamar, menuju ke ruang tamu untuk menemui Valent.

Aku mengganti seragam sekolahku dengan baju rumah. Aku mematut diriku di depan kaca yang bertuliskan 'sudah rapikah aku?', kemudian aku berjalan ke ruang tamu dan tak seorang pun berada di sana. Aku melihat ke sekitar. Sepi.

"Di mana mereka?" gumamku. Aku berjalan keluar dan mendapati mobil Valent telah melenggang dari halaman rumahku. Rasa kecewa  menyelinap dalam hatiku.

Aku melihat Tante Mirna yang tersenyum seraya berjalan ke arahku. Aku terus memandangnya dengan keheranan.

"Valent mendapat telepon dari mamanya dan diminta untuk segera pulang, Cha. Dan katanya, besok dia ke sini lagi." jelas Tante Mirna. Aku tersenyum masam.

******

"Jadi, Valent tu sahabat kamu dari kecil?" tanya Adel setelah ku jelaskan semua padanya. Aku mengangguk pelan. "Aku pikir, dia asli Jakarta dan... Baru pindah ke Surabaya." lanjutnya.

"Nggak, Del. Sepuluh tahun lalu, Valent emang pindah ke Jakarta. Dan popularitasnya dimulai ketika dia mengikuti ajang kebolehan di sana. Dan sejak saat itu, dia nggak pernah menghubungi aku lagi." ungkapku. Adel manggut-manggut.

"Ok, sekarang aku ngerti. Di satu sisi, kamu sangat merindukan dia. Tapi di sisi lain, mungkin kamu kesel karna dia nggak pernah menghubungi kamu. Bener nggak, Cha?" tanya Adel. "Dan pasti kamu selalu mikir, apakah dia masih inget kamu atau nggak. Ya, kan?" Adel tersenyum.

"Kamu sok tahu banget, Del..." kataku menutupi keresahan hatiku.

"Aku nggak sok tahu, Cha." kata Adel. "Aku cuma nebak-nebak aja..." lanjutnya.

"Kamu cocok banget kalo jadi paranormal, Del." kataku. Sahabatku ini memang piawai menebak-nebak perasaan seseorang.

Setelah kami berbincang cukup lama, bel berbunyi dan kami segera masuk kelas.

Jantungku berdegup kencang ketika aku melihat bangku Valent yang masih kosong. Adel menatapku, dia menepuk pundakku dan kami duduk di bangku kami.

Sesaat setelah pelajaran dimulai, "Pagi, Pak. Maaf, saya terlambat." Valent memasuki kelas.

"Ok, Valent. Karna kamu hanya terlambat lima menit, saya persilakan kamu duduk." ucap Pak Pandu, guru matematika kami.

"Terima-kasih, Pak." Valent berjalan menuju bangkunya yang terletak di belakangku. Dia tersenyum masam padaku.

Tiga jam berlalu. Bel istirahat telah berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kecuali aku dan Valent. Aku berdiam di bangkuku ketika Valent mendekat dan menduduki bangku  Adel. Valent menggenggam tanganku yang mengepal di atas meja. Kemudian ada beberapa murid dari kelas lain yang ingin menemui Valent. Namun dengan bahasa isyarat, Valent meminta mereka untuk segera pergi.

"Kamu jahat." kataku membuka suara.

"Aku nggak mau diganggu. Aku butuh ketenangan, Cha. Ketenangan seperti yang aku rasakan sekarang."  Valent mempererat genggamannya. Tatapan matanya begitu dalam.

"Aku, aku... Emmm," aku gugup.

"Aku kangen banget sama kamu, Cha. Bertahun-tahun aku merasa bersalah karna udah ninggalin kamu gitu aja." aku Valent.

"Aku... Aku udah maafin kamu, Valent." ucapku. Valent mendekapku.

"Ichaaa... Ichaaa..." Adel muncul tiba-tiba. Aku dan Valent terkejut. Begitu juga Adel yang melihat kami duduk sebangku.

"Ups, sorry..." Adel meringis malu.

"Nggak pa-pa, Del. Ada berita apa?" tanyaku.

"Emm, anak-anak OSIS ngadain lomba cerdas cermat." Adel mendekat dan menduduki bangku di depanku. "Siapa yang dapet juara pertama, bakal dapet kesempatan 'Date with Valent' dalam Valentine Party bulan depan." lanjutnya.

"What??" Valent terkejut. Begitu juga aku. "Oh, shit!" umpat Valent.

"Mereka masih mengidolakan kamu..." aku dan Adel tersenyum.

******

Next month.

Valent sedang berkumpul dengan anak-anak basket ketika murid-murid cewek saling betarung untuk mendapat kesempatan 'Date with Valent'. Kecuali aku yang hanya menjadi penonton  karena malas mengikuti lomba yang konyol seperti itu. Ya, menurutku memang konyol. Karna tujuannya menyangkut Valent.

"Coba kamu tebak, Cha! Siapa yang bakal ngedate sama Valent di Valentine Party nanti?" tanya Adel.

"Tiara..." jawabku. Karna memang, Tiara yang paling sering mendapat title 'juara umum' di sekolahku.

"Kita lihat aja nanti…" ucap Adel seraya berjalan menjauhiku disertai dengan tawanya yang renyah.

Jujur saja, aku bingung dengan perkataan Adel.

*****

Hari valentine yang dinantikan akhirnya tiba. Aku dan Adel pun tak mau ketinggalan moment valentine party yang diadakan anak OSIS di sekolah kami. Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB, namun acara tak kunjung dimulai dan aku pun belum melihat tanda-tanda kehadiran Valent. Mungkinkah dia sedang menyiapkan dirinya untuk date bersama pemenang lomba kemarin? Entahlah. Sejak pulang sekolah aku berusaha menghubungi ponselnya namun hasilnya nol.

“Cha, menurut kamu, kira-kira Valent dateng nggak?” bisik Adel ke telingaku.

“Aku nggak tahu, Del.”  jawabku.

“Misalkan Valent dateng dan dia ngedate sama Tiara gimana, Cha?” tanya Adel.

Aku menoleh padanya. “Biarin aja. Itu kan emang hadiah special buat yang menang…” jawabku ragu.

“Kamu nggak jealous? tanya Adel lagi.

“Ah, pertanyaan kamu aneh-aneh, Del.” kataku.

Tak lama kemudian, acara dimulai. Siapa pemenang lomba akan segera diumumkan. Aku dan Adel hanya memperhatikan.

“Tuh, kan… Tiara yang menang, Cha.” kata Adel setengah berbisik. “So, dia dong yang ngedate sama Valent.” Adel tampak kecewa. Tentu saja, aku bingung dengan sikapnya.

“Kamu suka ya, sama Valent?” tanyaku pada Adel.

Adel gelagepan. “Eh, ngomong apa sih, Cha?” Adel cemberut. “Aku kan lebih suka kalo Valent ngedate sama kamu.” Adel tersenyum lembut.

“Nggak mungkin, Del. Aku bukan pemenangnya.” kataku.

Sesaat kemudian, aku melihat seorang cowok yang mendekati Tiara. Seperti Valent, tapi aku yakin kalo cowok itu bukan Valent. Aku sanksi. Karna semua yang hadir dalam valentine party ini diwajibkan memakai topeng.

Aku menghampiri kursi dan duduk di sana ketika ada seorang cowok yang mengajak Adel berdansa. Aku melihat lagi seorang cowok yang bersama Tiara. Bukan Valent, pikirku. Aku jenuh. Sedari tadi aku hanya mengaduk-aduk orange juice di depanku. Aku terkejut ketika tiba-tiba seseorang mencengkeram pundakku.

Aku menoleh. “Valent…” kataku.

Tangan kanan Valent membekap mulutku. “Sssstttt….” bisiknya. Valent tersenyum. “Be my valentine…” ucapnya kemudian sembari mengulurkan tangan kanannya.

Aku pun dengan senang hati menyambut ketika Valent mengajakku berdansa.

“Mereka pikir, cowok yang bersama Tiara itu adalah aku.” Valent tersenyum.

“Aku juga mikir kaya gitu tadi. Tapi, aku yakin kalo itu bukan kamu.” kataku.

“Nggak lah. Aku nggak akan nyia-nyiain kesempatan kaya gini, Cha.” bisik Valent.

“Maksud kamu?” tanyaku bingung.

“Aku cuma pengen berduaan sama kamu.” jawab Valent. Dia menarikku keluar menuju taman sekolah kami.

Dia pun mengajakku duduk di bangku kecil di pinggir kolam ikan. Kami berbincang cukup lama. Aku tak pernah membayangkan akan ada moment menyenangkan seperti yang ku rasakan malam ini.

“Mulai sekarang, aku akan selalu jagain kamu, Cha. Seperti dulu lagi…” kata Valent.

Aku tersenyum. “Thanks, Valent.”

“Dan aku, ingin kamu selalu ada di deket aku.” kata Valent. “Be my girlfriend, Cha…” bisik Valent kemudian.

Aku gugup. jantungku berdegup kencang. “Emm, aku takut kamu ninggalin aku lagi, Valent.” kataku.

“Nggak, Cha. Nggak akan lagi. Aku hanya ingin membuka lembaran baru di sini. Sama kamu, Cha…” Valent meyakinkan aku. “Aku sayang banget sama kamu.”

Aku tersenyum. Dan aku tak bisa menolaknya untuk selalu ada di dekatku. Karna hal itu memang sudah lama aku inginkan. “Aku juga sayang banget sama kamu.” sambungku.

Valent mendekapku. Sungguh, malam valentine kali ini, adalah malam valentine yang tak kan terlupakan bagiku. Karna malam ini, pertama kalinya aku ‘date with Valent’.

THE END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun