Setelah kami berbincang cukup lama, bel berbunyi dan kami segera masuk kelas.
Jantungku berdegup kencang ketika aku melihat bangku Valent yang masih kosong. Adel menatapku, dia menepuk pundakku dan kami duduk di bangku kami.
Sesaat setelah pelajaran dimulai, "Pagi, Pak. Maaf, saya terlambat." Valent memasuki kelas.
"Ok, Valent. Karna kamu hanya terlambat lima menit, saya persilakan kamu duduk." ucap Pak Pandu, guru matematika kami.
"Terima-kasih, Pak." Valent berjalan menuju bangkunya yang terletak di belakangku. Dia tersenyum masam padaku.
Tiga jam berlalu. Bel istirahat telah berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kecuali aku dan Valent. Aku berdiam di bangkuku ketika Valent mendekat dan menduduki bangku Adel. Valent menggenggam tanganku yang mengepal di atas meja. Kemudian ada beberapa murid dari kelas lain yang ingin menemui Valent. Namun dengan bahasa isyarat, Valent meminta mereka untuk segera pergi.
"Kamu jahat." kataku membuka suara.
"Aku nggak mau diganggu. Aku butuh ketenangan, Cha. Ketenangan seperti yang aku rasakan sekarang."Â Valent mempererat genggamannya. Tatapan matanya begitu dalam.
"Aku, aku... Emmm," aku gugup.
"Aku kangen banget sama kamu, Cha. Bertahun-tahun aku merasa bersalah karna udah ninggalin kamu gitu aja." aku Valent.
"Aku... Aku udah maafin kamu, Valent." ucapku. Valent mendekapku.