Mohon tunggu...
Riecki Serpihan Kelana Pianaung
Riecki Serpihan Kelana Pianaung Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

"Hidup hanya berkelana dari sebuah serpihan untuk "menuju" mati" ____________________________________ @rskp http://www.jendelasastra.com/user/riecki-serpihan-kelana-pianaung https://domainxx.blogspot.co.id/ https://www.youtube.com/watch?v=M11_fpnT5_g&list=PL1k1ft1F9CCobi2FMkdqQ6H4PFFWPT--o&index=2 https://www.evernote.com/Home.action#n=c9ce48a1-38c2-4b2b-b731-c340d3352d42&ses=4&sh=2&sds=5&

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Cersil] Pendekar Sakti Lembah Tarsius

3 Juli 2016   22:46 Diperbarui: 3 Juli 2016   23:24 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image result for pendekar melayu


Dalam Kisah :  Sepasang Iblis Anoa Hutan Tangkoko

Pagi masih berembun disebuah hutan belantara. Kicauan burung bersahut – sahutan pada pepohonan yang lebat. Udara masih dingin berlembab. Mentari mulai memintal cahayanya dari celah daun dan ranting pohon. Namun oleh rimbunnya hutan itu, maka pandangan masih samar dan gelap. Kadang terdengar suara lenguhan panjang, bahkan suara mencicit seperti suara  tikus. Suara melenguh itu adalah suara dari hewan – hewan Anoa), dan suara mencicit itu adalah hewan Tarsius). Binatang Anoa adalah sapi hutan. Badannya tidak terlalu besar dari sapi yang ada sekarang. Akan tetapi tenaganya melebihi kekuatan sapi biasa. Sedangkan hewan Tarsius adalah hewan monyet terkecil di dunia. Matanya agak membesar dan mempunyai ekor layaknya seekor monyet. Tetapi tubuhnya hanya seukuran kepalan tangan anak – anak kecil. Kelincahannya melebihi kelincahan monyet biasa. Kedua binatang ini hanya terdapat di daerah Sulawesi Utara.

Hutan yang begitu lebat oleh pepohonan raksasa yang tumbuh, bila orang biasa mungkin merasa sangat seram. Tetapi bagi seorang tokoh rimba persilatan mungkin memasuki hutan itu penuh dengan kewaspadaan tingkat tinggi.  Terasa bagai ribuan mata yang bersembunyi dari balik semak dan pepohonan sedang mengintai.

Lapat – lapat terdengar dari kejauhan suara seseorang  sedang bernyanyi di iringi suara tongkat yang di ketuk pada tanah, dengan pengerahan tenaga dalam yang hampir sempurnah.

“Tok,,,tok,,,,tok,,,,”

“Angin bersilir menuju lembah

pada hati menyirik mata menyembah

pada siapa aku menjumpai, kekasihku

pada tangisan anak yang pergi dirantau”

“tok,,,tok,,,tok,,,”

Lagu  itu diulang  berkali – kali. Dari suaranya dapat ditebak bahwa pelantun itu adalah suara seorang kakek. Benar.Kakek tua renta berpakaian seperti seorang pengemis, berwarna hitam. Tangannya memegang tongkat hitam berkepala tengkorak Anoa.Bila orang rimba persilatan melihat kakek seperti pengemis ini pasti akan lari tunggang langgang. Kakek ini terkenal dengan julukan Dewa Pengemis dari Akhirat. Sulit untuk mencari lawan yang seimbang.

Tiba – tiba dari arah yang berlawanan terdengar siulan panjang diikuti suara berdeham panjang. Suaranya seperti seorang nenek.

“Sssuuuiiiittt!..Ekkhhheeeemmmm!” “ Keparat tua bangka tak berguna. Hampir bau tanah tak pernah membuahi anak,,  cccuuiiiihhh!”

Nenek itu berpakaian kembang – kembang merah muda. Sungguh nenek ini sangat pesolek. Gayanya seperti seorang gadis. Namun dari balik keriputan wajahnya,masih nampak kecantikannya. Namun siapa sangka kalau nenek ini sungguh sangat kejam, di rimba persilatan. Julukannya Iblis Betina Pesolek.

Dewa Pengemis dari Akhirat dan Iblis Betina Pesolek adalah sepasang suami istri. Nama mereka berdua menjadi momok bagi lawan maupun kawan di kancah persilatan. Mereka terkenal dengan julukan Sepasang Iblis Anoa Hutan Tangkoko. Beberapa tahun silam, nama mereka menggegerkan rimba persilatan oleh sepak terjang mereka  yang sangat dahsyat. Namun beberapa tahun kemudian nama mereka menghilang seakan ditelan bumi. Ternyata mereka berada dan berdiam diri di hutan Tangkoko, lereng gunung Batuangus. tepatnya disebuah Lembah, namanya Lembah Tarsius.

Telinga kedua tokoh yang sudah terlatih dengan sangat sempurnah, samar – samar mendengar suara tangisan anak kecil dari arah selatan. Tanpa hitungan ketiga tubuh kedua tokoh itu seakan lenyap. Seakan seperti berlomba ketika mendengar suara tangisan anak itu. Tubuh keduanya melesap laksana angin.

Di pinggir sebuah tebing curam. Seorang anak lelaki kecil sedang menangis. Tanpa pakaian anak itu menangis. Ternyata di sampingnya tergeletak sesosok mayat perempuan bersimbah darah.. Mungkin ibunya. Tak jauh dari anak itu, dua ekor Anoa sedang berdiri sambil memamah biak. Kedua tanduk kecil hewan itu berlumuran darah. Sehabis menanduk perempuan itu. Tak ayal pun perempuan itu tewas seketika. Perempuan itu bersama anaknya yang masih berusia lima tahun, adalah penduduk dusun Batuangus. Mereka sedang mencari kayu bakaran. Namun tak disangka keduanya tersesat jauh masuk ke dalam hutan Tangkoko itu.

Selang seberapa lama kemudian, tubuh anak itu disambar oleh tangan Iblis Betina Pesolek yang setingkat  diatas lebih tinggi dari Dewa Pengemis dari Akhirat, dalam  ilmu meringankan tubuh.  Iblis Betina Pesolek itu terkekeh – kekeh kegirangan. Dari balik namanya yang menakutkan seperti seorang Iblis, ternyata nenek tua itu mempunyai hati yang lembut juga terhadap anak kecil. Iblis Betina Pesolek itu lalu memeluk erat anak kecil itu, sambil mengusap punggungnya, seakan membujuk anak itu tidak menangis lagi.  Dan benar saja. Anak itu pun lalu terdiam dari tangisannya. Kepalanya rebah di dada Nenek tua itu.

Melihat hal itu, Dewa Pengemis dari Akhirat segera menghampiri mayat perempuan yang tergeletak di atas rerumputan. Telapak tangannya terlihat bergerak menghentak  pada tanah. Tanah itu berlubang sedalam hampir satu meter.  Kakek tua itu yang berjuluk Dewa Pengemis dari Akhirat segera menguburkan mayat perempuan itu. Lalu kepalanya berpaling memandang dua ekor Anoa yang masih berdiri itu. Dari balik matanya keluar sinar keemasan. Kedua hewan Anoa itu terkejut, lalu berlari sekencang mungkin. Namun malang bagi kedua hewan itu. Arah lari kedua hewan itu menuju sebuah jurang yang sangat dalam. Dan akhirnya kedua hewan itu jatuh ke dalam jurang.

Si Iblis Betina Pesolek yang tengah membujuk anak kecil itu dalam pelukannya, berkata.

“Tua bangka, sekarang kita telah mempunyai anak. Ayo kita pulang ke Lembah, mendidik bocah ini.  Dan hentikan lantunan lagumu!”

Dewa Pengemis dari Akhirat bergelak tawa dan menjawab.

“Ha, ha, ha,,,Nenek Maniso)…..terkabul juga lantunan laguku ini. Saatnya kita menjadi bapak dan ibu bagi bocah ini. Ayo kita pulang,!”

Sekali hentak tubuh Kakek tua berjuluk Dewa Pengemis dari Akhirat berkelebat, raib seketika. Nenek tua berjuluk Iblis Betina Pesolek itu tak mau kalah. Tubuhnya sedikit  terangkat, lalu lesap dari pandangan mata. Mereka berdua pergi sambil membawa bocah kecil itu.

Sepasang suami istri ternyata sangat merindukan seorang anak. Berpuluh tahun dalam pengembaraan mereka dalam berumah tangga , tapi tidak membuahkan keturunan. Sehingga terkadang mereka cekcok hingga sampai pada perkelahian. Namun akhirnya rukun kembali. Begitu seterusnya. Namun di hati mereka tidak saling membenci atau bermusuhan, malah sebaliknya. mereka berdua saling mencintai. Namun begitulah watak orang – orang persilatan. Mereka berdua  juga bukan merupakan tokoh golongan hitam ataupun kaum golongan putih. tapi begitu melihat kebenaran di injak – injak, mereka segera turun tangan. Hanya watak saja kedua tokoh yang aneh., hingga orang mengira mereka adalah kaum sesat atau dari golongan hitam. Hutan Tangkoko itu kembali sepi, seakan menyimpan misteri Ilahi.

~~~~~~

Di kota Raja Kerajaan Bowontehu. Pagi itu cukup ramai di sebuah pasar rakyat di kota Gahenang sebagai pusat Kerajaan Bowontehu. Kerajaan Bowontehu di pimpin oleh oleh seorang Raja (Kulano/ Datuk ) yang sangat arif bernama Mokodoludud dengan Permaisurinya ( Boki  ) Putri Bania (Tahun 1500-an.M)

Seperti biasa setiap pagi Kepala Pasukan Kerajaan yang bernama Bataha Sili  mengadakan ronda keliling kota raja, termasuk pusat keramaian rakyat,  bersama anak buahnya berjumlah sepuluh orang. Ada banyak Perwira Kerajaan yang berilmu tinggi, salah satunya Bataha Sili, yang di juluki Sepasang Pedang Maut.

 Bataha Sili memasuki pasar rakyat bersama sepuluh anak buahnya. Dengan sangat ramah perwira kerajaan itu menyapa para penjual maupun pembeli. Ketika tiba di sebuah kedai makan, jalannya terhenti. Di depannya berdiri seorang bertampang kasar. Rambutnya terurai panjang. Sinar matanya menyambar berkilauan,  bagaikan mata Serigala liar. Pertanda orang itu berilmu tinggi. Di tangannya memegang sebuah tongkat hitam berkepala tengkorak. Salah seorang anak buah Bataha Sili maju ke depan.

“Siapa kamu, berani menghadang pasukan kerajaan!”

“Ho,ho,ho…ini yang namanya pasuka kerajaan! Aku “Raja Langit” tak pernah gentar dengan selusin pasukan kerajaan! Si Raja Langit berkata sambil menepuk – nepuk dadanya.

“Mencari penyakit!

Sepuluh anak buah prajurit kerajaan itu langsung membuat lingkaran, sambil mencabut pedang mereka. 

“ Criingg”

Bataha Sili memperhatikan gelagat orang itu, segera membaca musuh ini terlalu sakti. Dia pun segera memberikan isyarat agar sepuluh anak buahnya keluar dari lingkaran pengepungan itu.

“Maaf, sobat,  kita tidak ada permusuhan. Maksud apa menghalangi jalanku!”

“Ho, ho,ho,, ternyata ini yang namanya Bataha Sili, si Sepasang Pedang Maut. Aku ingin menjajal kemampuan ilmu dari para kesatria  kerajaan,, ho,ho,,ho..!”

Bataha Sili mulai geram dengan sikap orang asing yang mengaku si Raja langit ini. Belum sempat berpikir panjang si Raja Langit telah menyerangnya.

“Wuuufff…Plaak…plaakkk…”

Kedua tangan mereka beradu. Tubuh Bataha hampir terjengkang, sedangkan Raja langit berdiri kokoh bagai batu karang. Melihat lawannya cukup tangguh, Bataha Sili segera  mencabut senjata andalannya. Sepasang Pedang maut.

“Criing…criing..”

Pedang itu di putar bagai hingga tak membentuk lagi sebuah pedang. Hanya terlihat seperti kitiran angin pada kedua tangannya. Lalu menerjang lawannya si Raja Langit. Melihat lawannya Bataha Sili, mancabut sepasang pedangnya, segera tongkat hitamnya diputar,  dengan kecepatan yang sangat tinggi. Terdengar  suara laksana deru gelombang lautan.

Sepasang pedang  itu beradu dengan tongkat hitam itu. “Criing,,criingg….wuus,,,plaaak..”

Debu – debu beterbangan . Orang – orang yang ada di seputar arena itu ada yang lari ketakutan. Ada pula yang menonton namun dengan secara sembunyi – sembunyi. Takut jangan sampai terkena sambaran angin pukulan yang begitu dahsyat.

Hingga sepuluh jurus berlalu. Terlihat Bataha Sili mulai terdesak. Dan suatu ketika Raja Langit berhasil menendang lutut kanannya. Bataha Sili terhuyung. Namun malang baginya. Sebelum dia sempat roboh ke tanah, tongkat hitam si Raja Langit berhasil menebas pundak kirinya.

Bataha Sili terjengkang. Nampak darah hitam keluar dari mulutnya. Melihat Kepala pasukan mereka berhasil dikalahkan dalam waktu yang singkat oleh si Raja Langit  sepuluh anak buahnya tanpa menunggu komando menyerang secara tiba – tiba.

“Hiiiiiaaatttt,,,,”

Si Raja Langit bukan orang sembarangan. Pengalamannya di rimba persilatan jauh di atas sepuluh anak buah Bataha Sili. Tubuhnya mencelak ke udara. Lalu tongkat di tangannya berputar dengan sangat cepat. Satu per satu tongkat itu mengenai kepala sepuluh anak buah Bataha Sili. Sepuluh anak buah Bataha Sili tewas seketika dengan kepala hancur tak berwujud lagi.

Melihat anak buahnya tewas, dengan sisa tenaga yang ada Bataha Sili menerjang. Tapi semakin banyak dia mengeluarkan tenaga, semakin banyak pula darah yang dikeluarkan dari mulutnya. Bataha Sili menjadi bulan – bulanan. Hingga detik terakhir dengan satu kekuatan penuh Tongkat hitam si Raja Langit bersarang di kepala Bataha Sili. Dia pun roboh  dan tewas pula

Kota raja menjadi geger atas peristiwa itu. Berita itu pun terisar hingga ke dalam lingkungan kerajaan Bowontehu. Raja Kulano Mokodoludud segera memerintahkan kepada Panglima Tertinggi kerajaan untuk segera mencari dan menumpas tokoh dari dunia hitam itu si Raja Langit.

~~~~~~~~~

Tiga belas tahun telah berlalu.  Waktu begitu cepat beranjak Bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Waktu adalah sebuah perputaran bumi, perputaran semua mahluk hidup maupun alam yang berdiam di atas tanah. Kadang kita manusia merasa jenuh dengan waktu yang berjalan begitu lamban. Namun bila kita menyibukan dengan sesuatu yang bermanfaat bagi kita, maka tak terasa kita sebenarnya telah melangkah lebih cepat menuju sebuah peradaban baru.

Pada sebuah pagi di dusun Lereng Batuangus, pinggiran  hutan Tangkoko. Di sebuah kedai minum  pemilik kedai itu melayani para tamu yang memesan minuman kopi. Ada pula yang memegang minuman Saguer).Pemiliknya seorang wanita setengah baya. Rupanya banyak pelanggan yang membeli minuman di kedai itu, mungkin karena tertarik dengan pemiliknya. Ada juga para pendatang yang mungkin melancong. Sebab daerah hutan Tangkoko merupakan tempat paling indah untuk melihat pemandangan alam sekitarnya. Daerah itu juga merupakan daerah pegunungan,  tak heran di sebelah utara hutan itu ada sebuah gunung berapi namun tidak aktif hanya mengeluarkan pijaran api dari lubang kepundannya.  Namanya gunung Batuangus dan pada sebelah selatan menjulang dua gunung kembar yang namanya gunung Duasudara. Bahkan para pemburu suka datang ke daerah hutan itu untuk berburu Anoa maupun hewan Tarsius.

Seorang pemuda berpakaian kuning – kuning masuk ke kedai itu lalu memesan secangkir kopi. Wajahnya sangat tampan. Perawakannya tinggi dan tegap. Rambutnya agak panjang dililit kain berwarna kuning pula pada kepalanya. Pada lilitan bagian depan, tepatnya di atas dahinya ada sebuah gambar kecil, seekor Tarsius sedang berpelukan pada sebatang pohon. Pemuda itu mengambil duduk di pojok ruangan,sehingga bisa melihat orang – orang berlalu lalang di jalanan.

“Silakan minum kopinya, Opo)!”Perempuan pemilik warung itu mempersilakan tamunya sambil menaruh secangkir kopi di atas meja.

“Terima kasih, Wawu)!” jawab pemuda berbaju kuning itu.

Dengan sedikit genit, perempuan itu melemparkan senyuman kepada pemuda yang di panggil Opo.

 Opo, orang baru ya! Tujuan mau kemana!”

“Iya, saya hanya seorang perantau, tujuan mau ke kota raja. “

“Mau bekerja di kota raja, po? tanya perempuan itu.

“O,,tidak,,saya hanya ingin melihat – lihat saja” jawab pemuda itu.

Tiba – tiba dari meja sebelah seorang bertampang kasar, dengan berpakaian agak rapi, berteriak.

Wawu, kamu kesini. Temani aku di sini. Mengapa kamu melayani pemuda pengaangguran itu!”

“ Iya,,iya,, nanti aku ke situ, tuan Luthang!” jawab perempuan itu, sedikit agak ketakutan.

Lelaki yang di panggil tuan Luthang itu, ternyata seorang kaya di dusun itu. Dia di temani dua orang pengawalnya. Dengan tergopoh – gopoh perempuan itu duduk sambil melayani lelaki itu.

Pemuda berbaju kuning itu hanya duduk diam dengan tenang saja. Sedikit menoleh ke arah luar kedai lewat jendela. Perhatiannya tertujuh kepada seseorang di jalanan menuju ke arah kedai  itu. Perhatiannya lebih tertujuh lagi pada tongkat yang di pegang oleh orang asing itu. Sebuah tongkat hitam berkepala tengkorak. Ternyata orang itu tak lain adalah si Raja langit. Tokoh sesat yang mengalahkan seorang kepala pasukan kerajaan Bowontehu. Sehabis mengalahkan perwira kerajaan itu, si Raja Langit mengembara sambil membuat kekacauan di mana – mana. Sehingga dia di kejar- kejar oleh panglima Kerajaan Bowontehu. Namun sampai sekian tahun belum juga ditemukan. Oleh karena si Raja Langit orangnya sangat licik dan culas.

“Mana pelayan kedai ini. Siapkan aku secangkir kopi!” si Raja Langit berkata keras. Semua orang menoleh ke arah Raja langit.

“Mengapa kalian menatapku! Ayo  keluar semuanya dari kedai ini. Biarkan aku bersama perempuan ini sambil bersenang – senang!” hardik si Raja Langit

“Duuuubbbrrraaaakkk,,,,”

“Enak saja kamu orang tua bau tanah!” seorang pengawal tuan Luthang berdiri menggebrak meja.

Sebelum dia mau berkata lagi, tiba – tiba terlihat sinar hitam keluar dari kepala tengkorak yang dipegang oleh si Raja langit. Pengawal tuan Luthang itu terlempar ke dinding kedai, lalu mati seketika dengan sebuah lubang pada jidatnya. Melihat apa yang terjadi, orang – orang yang ada dalam kedai itu segera keluar berhamburan menyelamatkan diri. Hanya tertinggal seorang pemuda berbaju kuning yang masih duduk menikmati kopinya.

“Pemuda tengik, kamu tidak ikut lari!?” Ho, ho,ho,,,,,”

Pemuda berbaju kuning itu diam tak bergeming. Hanya kelopak  matanya yang bergerak. Tatapannya tertuju di luar kedai. Nampak seorang berpakaian seragam kerajaan. Seorang Panglima kerajaan bersama lima orang prajurit. Lalu dengan suara lantang Panglima itu berkata.

“Sauadara yang berjuluk si Raja langit, saya harap anda keluar dari kedai!”

Si Raja Langit kaget alang kepalang. Ada yang berani menyebutkan dirinya. Dia pun segera keluar dari kedai itu.

“Saudara siapa,,ho,ho,ho,, ternyata Panglima Kerajaan. Sungguh bangga sekali aku ternyata menjadi orang penting. Di cari oleh seorang Jendral, keperluan apakah gerangan mencariku!”

“Raja Langit, anda adalah musuh Kerajaan Bowontehu. Di mana – mana anda membuat kekacauan. Termasuk membunuh Perwira Kerajaan Bataha Sili. Anda masih ingat!”

“Ho,ho,ho,,, Tak perlu aku bersusah payah mencari seluruh orang – orang Kerajaan. Aku hanya ingin menjajal kesaktian kalian. Saudara kalian si Bataha Sili tewas karena kebodohannya dia sendiri….

“Diam jangan banyak bicara kamu, hai manusia sesat!” Panglima Kerajaan Bowontehu  yang bergelar Kapitan Salumpito, menghardiknya dengan penuh kegeraman. Mengingat sahabatnya Bataha Sili tewas di tangan tokoh ini.

Amarah Kapitan Salumpito tak terbendung. apalagi  sudah bertahun – tahun dia mengejar si Raja langit. Karena sanga Raja Bowontehu Mokodoludug sangat murka. Kehebatan ilmu Kapitan Salumpito adalah Kepalan Geledek. Kepalannya dapat berubah – rubah menjadi sangat banyak. Dia tidak menggunakan senjata.

Tangannya terkepal dengan tengkingan keras yang keluar dari mulutnya, bersamaan itu pula tangannya menghentak.

“Hiiiiiiaaaaaaaaatttttt,,,,,,”

Kepalan tangannya berubah menjadi sangat banyak. menghantam tubuh si Raja Langit. Pukulan andalannya telah dilepaskan. Orang biasa tak akan bisa mengelak dari pukulan ini. Si Raja Langit berjumpalitan di udara dan membuat salto beberapa kali untuk menghindar dari serangan Kapitan Salumpito.Tidak percuma di angkat menjadi Panglima Kerajaan, ternyata kehebatannya sangat mumpuni.

Si Raja langit dapat menghindar serangan pertama. Namun hanya beberapa saat saja kekagetannya, si Raja langit langsung mengeluarkan ilmunya juga. Tongkatnya  seketika berubah seperti seekor Naga Hitam, membalas serangan Kapitan Salumpito. Tubuh kedua tokoh sakti itu bergerak dengan cepat di udara. Pertempuran tak bisa diikuti dengan mata biasa. Hingga pada puluhan jurus belum ada tanda – tanda kekalahan.

Si Pemuda bebaju kuning itu, ikut juga melihat pertarungan maut itu. Dengan kasat mata dia dapat melihat kekuatan kedua petarung itu. Si Raja Langit masih menang setingkat di atas panglima Kerajaan itu.

Benar saja. Hingga tiba pada titik klimaks pertempuran itu.si Raja Langit  berhasil memukul punggung Kapitan Salumpito dengan sabetan tongkatnya. Panglima itu terjengkang, namun dengan cepat dia berhasil mengatur kuda – kuda beridirinya. Terasa punggungnya nyeri menusuk jantungnya. Cepat – cepat Kapitan Salumpito mengatur tenaga dalamnya kembali. Rasa nyerinya berangsur hilang. Namun dia terluka dalam. Ada rasa asin dalam mulutnya.

“Ho, ho,ho…sampai di situkah kemampuanmu Panglima,!” Si Raja Langit tertawa mengejek.

Kapitan Salumpito di penuhi dengan rasa kemarahan yang meluap – luap. Wajahnya memerah.

“Keparat,  kamu kira aku gentar. Jangan di kira Kapitan Salumpito tahkluk kepada anjing – aning buruan Kerajaan!”

Kapitan Salumpito bersiap kembali menyalurkan tenaga murninya, mengumpulkan tenaganya. Bersiap untuk menerjang. Akan tetapi tiba – tiba saja ada bayangan kuning berkelebat dihadapannya.

“Tuan Panglima, beristrahatlah. Biar aku yang hadapi manusia ini!”

Si Pemuda berbaju kuning itu berkata sambil memberi hormat pada Panglima Kerajaan Kapitan Salumpito yang nampak bengong. Seorang pemuda belia tapi mempunya keberanian yang luar biasa.

“Anak muda, kamu bukan tandingannya. Jangan terlibat dalam urusan Kerajaan.!”

“Sebagai rakyat yang mempunyai tanggung jawab berhak untuk membela kepentingan kerajaan!” Pemuda berbaju kuning itu berkata lalu berbalik mendekati si Raja Langit.

“Ho,ho,ho,,, anak kucing,, tapi bernyali juga,,ho,ho,ho!

“Aku anak kucing yang suka mengeong,,,lalu kamu bapaknya kucing,, yang suka menggarong! Balas si Pemuda itu

Panas hati si Raja Langit, di balas ungkap oleh Pemuda itu. Seketika Wajahnya berubah merah  kemerahan.

“Keparat kamu,,,,beraninya memaki aku.!”

“Ha, ha,ha,,,,,,  benarkan kataku,,kamu suka menggarong kan,,ha, ha, ha!”

Pemuda itu tertawa terpingkal – pingkal. Hingga semua orang yang ada di sekitar arena itu ikut juga tertawa..Suara tertawa itu membuat riuh suasana di tempat itu.

Siapa pemuda berbaju kuning itu? Dia tak lain adalah bocah yang dipungut oleh Sepasang Iblis Anoa Hutan Tangkoko, yakni Dewa Pengemis dari Akhirat dan Iblis Betina Pesolek. Bocah itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda perkasa. Walaupun belum pernah mencoba ilmunya, namun pemuda itu telah digembleng oleh dua tokoh sakti yang sangat digjaya sejak masih berusia lima tahun. Seluruh kepandaian mereka berdua telah diturunkan semuanya kepada pemuda itu, Oleh karena kedua tokoh itu telah membesarkan pemuda ini dan diberi nama Senze Madunde.

Tongkat hitam berkepala tengkorak di tangan si Raja Langit mengaum bagai menerjang Senze Madunde. Amarahnya memuncak, hingga serangan itu begitu dahsyat. Sebongkah batu di belakang Shenze  hancur akibat kena serangan tongkat hitam itu.

“Blaaaaaaaaarrrrr,,”

Dengan gesit Senze berkelit, lalu membalas serangan itu dengan ilmu sakti  yang diturunkan oleh Dewa Pengemis dari Akhirat, yaitu “Tapak Pengemis Memtik Rembulan”. Sebuah ilmu yang aneh gerakannya. Seperti sebuah tarian yang sangat indah. Namun dibalik keindahan itu tersembunyi kekuatan yang tak akan terbendung.

Si Raja Langit menjadi kacau permainan silatnya. Tongkat hitamnya seakan – akan menembus air saja. Dia pun terkerjut.Lalu:

“Anak muda, hubungan apa kamu dengan Dewa Pengemis dari Akhirat!” Penasaran si Raja Langit.

“Ha, ha, ha,, ternyata kau kenal Iamang)-ku,,,!”

Berpuluh tahun silam si Raja Langit ternyata perneh di gebuk oleh Dewa Pengemis dari Akhirat, kalau tidak meloloskan diri pasti sudah tewas seperti kakak seperguruannya tewas di tangan Datuk Dewa Pengemis dari Akhirat.

Tiba – tiba Senze Madunde merubah gayanya, dengan jurus “ Bidadari  Pesolek Menyembah Dewa”. Salah satu ilmu yang di turunkan pula oleh Iblis Betina Pesolek. Gerakannya lebih aneh lagi.  Penasaran si Raja Langit.

“Apamu kah si Iblis Betina Pesolek!”

“Hahaaayyyy,,,kau kenal juga  Inang – ku?

Tekejut wajah si Raja Langit. Ternyata pemuda ini anak dua dedengkot yang menggemparkan dunia persilatan berpuluh tahun silam.

Tetapi amarah lebih lagi memuncak, ketika di permainkan anak muda ini. Dia pun tidak menganggap remeh pemuda ini, lalu menerjang dengan jurus mautnya.

Shense Madunde kembali memainkan jurus dari Ibunya tadi. Kali ini dia meningkatkan tenaga dalamnya. Jurus demi jurus mereka pamerkan hingga suatu ketika. Telapak kanan Senze berhasil bersarang di dada si Raja Langit lalu disusul dengan tendangan berantainya.

Si Raja Langit tak bisa mengelak. Darah segar di muntahkan dari mulutnya. Tubuhnya ambruk ke tanah, sesaat kemudian nyawanya melayang.Senze Madunde tak memberi ampun, karena tokoh hitam seperti si Raja Langit telah banyak membuat rakyat ketakuta. Hingga Kerajaan pun harus turun tangan. Pikir Senze Madunde.

“Hebat kamu anak muda, siapa namamu, terim kasih atas bantuanmu!”

Panglima Kerajaan Bowontehu mendekati Senze  Madunde.

“Aku hanya seorang pengembara tuan, Panglima. Namaku Senze Madunde dari Lembah Tarsius!!”

Sehabis berkata demikian tubuh Senze Madunde lenyap. Seperti menghilang.

“Ilmu meringankan tubuh anak muda ini sungguh hampir sempurnah. Semoga menjadi Pendekar Pembela Kebenaran!" Membatin Kulano Salumpito.

 Sejak saat itu juga rimba persilatan menjadi geger dengan kemunculan tokoh muda dengan julukan Pendekar Sakti Lembah Tarsius.

~~~~~~~~~~~~~

Sumber: https://hewan langkah Indonesia
Sumber: https://hewan langkah Indonesia

@rskp.03062016,,,,,     jkt

Bowontehu     : Sebuah Kerajaan di Manado yang hilang dari peradaban

maniso)            : Genit (Manado)

Iamang            : Ayah / Bapak (sangihe)

Inang               : Ibu /  Mama (Sangihe)

Opo                 : Panggilan kesayangan kepada seseorang lelaki (Sangihe)

Wawu              : Panggilan kesayangan kepada seseorang perempuan (Sangihe)

Saguer             : Minuman khas Manado sejenis Tuak / Arak. (Namun belum disuling/ mentah) Bila telah disuling namanya menjadi Captikus,,ha,ha,ha,,,,

Cerita ini hanya fiksi. nama dan tempat hanya secara kebetulan, sebab  penulis berasal dari daerah tersebut dan cerita ini adalah orisinal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun