********
Reno segera mengangkat koper itu. Dia hampir lupa tadi bahwa koper itu tak bisa diangkat. Tapi setelah Reno mengangkat koper itu, dia tidak merasa berat. Reno pun perlahan melangkah menuju rumahnya. Masuk ke dalam pemukiman penduduk. Sepanjang jalan, Reno tak henti – hentinya memikirkan Opa Takut tadi. Setahu Reno Kakek itu sudah tidak ada di kampung mereka sejak lama. Tapi memang pernah tinggal lama di kampong Reno. Apa Kakek itu sudah kembali lagi tinggal di kampong mereka. ? Tapi Reno juga bingung. Sejak dari pantai sampai tiba di depan rumah, anjing –anjing terdengar melolong bagai serigala. Reno hanya dia. Anjing – anjing di kampung, biasanya begitu kalau malam sudah larut. Menangis, Pikir Reno.
Di depan pintu pagar rumah Reno menghempaskan tubuhnya sambil baring – baring dibalai – balai bambu. Menunggu Opa Takut untuk mengambil kopernya. Lama juga Reno menunggu. Akhirnya Reno tertidur dibalai – balai bambu.
Pagi menggeliat dengan kokok ayam kampung. Udara terasa sejuk. Sang mentari mulai muncul dari punggung bukit. Reno masih terpulas di balai – balai bambu. Para warga kampung mulai sibuk dengan kegiatan dipagi hari. Oleh karena hari itu adalah hari Jumat Agung, sudah menjadi kebiasaan untuk menyapu halaman dan jalan- jalan utama mereka masing – masing. Termasuk Ibu Reno.
“Reno…Reno.. ayo bangun. Pindah sana di kamar!”
Dengan wajah yang masih kantuk berat. Reno duduk di balai – balai bambu.
“Koper siapa itu Reno?!” Tanya ibunya
Reno baru teringat. Semalam dia menunggu Opa Takut.
“ Ibu. Semalam aku menunggu Opa Takut. Ini kopernya. Katanya dia akan singgah untuk mengambil kopernya ini, sehingga aku tertidur”
“Opa Takut,,kamu mimpi?!”:
“Tidak Ibu, Semalam aku menumpang perahu dayung bersama Opa Takut, Opa yang dahulu kita kenal itu lho Ibu…Opa yang suka bercanda sama anak – anak…!”