Mohon tunggu...
Riecki Serpihan Kelana Pianaung
Riecki Serpihan Kelana Pianaung Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

"Hidup hanya berkelana dari sebuah serpihan untuk "menuju" mati" ____________________________________ @rskp http://www.jendelasastra.com/user/riecki-serpihan-kelana-pianaung https://domainxx.blogspot.co.id/ https://www.youtube.com/watch?v=M11_fpnT5_g&list=PL1k1ft1F9CCobi2FMkdqQ6H4PFFWPT--o&index=2 https://www.evernote.com/Home.action#n=c9ce48a1-38c2-4b2b-b731-c340d3352d42&ses=4&sh=2&sds=5&

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koper Tua

18 Mei 2016   12:40 Diperbarui: 18 Mei 2016   13:02 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua batang rokok telah ku lumat. Bibirku terasa tebal berkarat. Samar – samar mataku menangkap sesuatu yang di ujung dermaga. Sedari tadi aku perhatikan benda hitam tersebut., namun aku masih ngelantur dengan pikiran sendiri. Dengan keingintahuan aku mendekati benda tersebut. Sebuah Koper. Milik siapa? Apakah milik penumpang yang tertinggal! Aku mencoba mengangkat untuk memindahkan koper itu. Biar dititip saja sama tukang jualan rokok. Siapa tahu, pemiliknya akan mencari besok hari. Pikirku. Aku terperangah. Koper itu tidak bisa diangkat, digeser pun tidak bergerak. Sangat berat sekali. Melihat aku sedang mengangkat koper itu, Udin si penjual rokok menghampiriku.

“Koper itu sudah sejak petang tadi di situ!”

“Lalu siapa pemiliknya! Apakah milik penumpang yang tertinggal?” tanyaku

“Aku sejak tadi pagi uda jualan di sini,, tapi tidak melihat ada yang membawa koper!”

“Aku mencoba mengangkat. Untuk dititip dekat jualanmu , Udin. Tapi bergeming pun tidak!”

“Kita sudah coba dari tadi secara gantian dengan teman – teman untuk  mengangkat, tapi tidak bisa!” Ujar Udin

Udara semakin bertambah dingin. Sepi pun kian lengang.  Hampir pukul duapuluh empat, kios – kios penujal makanan telah mulai tutup.  Udin si penjual rokok pun mulai berkemas,

Aku masih duduk sendiri. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain duduk saja. Rasa kantuk tak pernah datang membujuk maupun merayu. Entah kemana.

“Bang. Reno. Aku mau pulang ya. Jika mau tidur, atur aja dua bangku ini buat tempat baringan!” Udin penjual rokok berkata

“Okey, terima kasih  mas Udin. Iya nanti saja, aku belum ngantuk!”

Seperginya Udin, lamat – lamat aku melihat dari arah laut, sebuah perahu kecil sedang didayung oleh seseorang menuju ke dermaga dimana dia sedang duduk. Perahu itu semakin dekat. Dari balik cahaya  lampu tiang listrik yang ada di dermaga memantulkan sinarnya  ke seputar pinggiran dermaga itu. Nampak samar seorang kakek sedang mendayung. Selang berapa detik kemudian perahu dayung itu telah merapat di dermaga. Seorang kakek naik ke atas dermaga. Aku memperhatikan secara seksama. Wajah kakek itu,,! Ah bukankah kakek itu sekampung dengan dia. Tapi Reno lupa nama kakek itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun