Mohon tunggu...
Riecki Serpihan Kelana Pianaung
Riecki Serpihan Kelana Pianaung Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

"Hidup hanya berkelana dari sebuah serpihan untuk "menuju" mati" ____________________________________ @rskp http://www.jendelasastra.com/user/riecki-serpihan-kelana-pianaung https://domainxx.blogspot.co.id/ https://www.youtube.com/watch?v=M11_fpnT5_g&list=PL1k1ft1F9CCobi2FMkdqQ6H4PFFWPT--o&index=2 https://www.evernote.com/Home.action#n=c9ce48a1-38c2-4b2b-b731-c340d3352d42&ses=4&sh=2&sds=5&

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paradise di Selat Lembeh

11 Mei 2016   07:31 Diperbarui: 11 Mei 2016   07:35 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Gambar Dokpri

Siang itu udara sangat panas. Dalam semilir pun angin  tak berbisik, hanya  diam,  Sekali saja menyiah dan menyibak, itu sudah cukup untuk  menjuntai seutas rambut yang serasa gatal oleh lelehan peluh di kepala. Biar kegerahan tak menjadi geram, karena sedikit- sedikit jemari dan kuku menggaruk – garuk. Seperti ada selaksa kutu yang bercokol di kepala.. Panas semakin berkerontang membuat kerongkongan kian mendahaga.

Tanpa awan gelap. Yang ada hanya putih gemerlap. Pandangan serasa  berkedip – kedip. Menyilaukan  tatapan  kedepan hingga mata semakin menyipit. Tergambar  guratan – guratan diwajah dan dahi kian melisut. Apakah usia ini tak lagi tersisa? Ataukah bumi yang kian menua sudah waktunya mengakhiri kisah? Ah, tidak. Ini  hanya sebuah ungkapan dari air laut. Tentang sesuatu cahaya untuk menerangi setiap sudut bumi; setiap sudut hati hati dan  jiwa manusia.

Tanah dan  bukit nampak kering. Tak ada setitik hijau untuk secukup teduh dan rindang. Ya, secukup rindang membuat kita serasa lega. Bisa mengaso tubuh kita. Dan juga pikiran serasa terbuai dalam kedamaian dan kenyamanan.

Dengan caping lebar menutupi kepalanya dari terik mentari, Johny segera bergegas. Suara raungan mesin motor temple 40pk membelah lautan. Seekor Bangau yang sedang mencakar paruh  pada sebatang kayu yang sedang hanyut,  terbang mengepak sayapnya yang ramping, terbirit – birit, kaget dengan raungan suara motor tempel Johny.

Handphone Johny yang sudah butut, dan mungkin bisa dipakai untuk melontarkan segerombol buah mangga yang menggelayut pada tangkainya oleh karena ketebalannya,  telah dua kali berdering. Rupanya ada penumpang lain yang sedang menunggu.

Johny adalah seorang Petaksi. Seperti halnya mobil ada sopirnya, di perahu angkutan laut ada petaksi-nya. Pekerjaa ini telah digelutinya hampir setahun. Setelah tamat dari sebuah Institut, Johny belum berniat untuk mencari pekerjaan yang  sesuai dengan disiplin ilmu yang dia dapat yaitu, teknik sipil.  Johny ingin membantu dulu pekerjaan ayahnya yang juga seorang petaksi.

                                      *******

Seorang laki- laki berbadan  besar, ramburtnya telah  beruban  dan   memakai kaca mata hitam  berpakaian rapi  usianya sekitar tujuhpuluhan tahun. Namun kelihatan masih kekar;  ditemani seorang gadis muda cantik dan rupawan, dipadu dengan celana blue jeansketat dan kaos oblong putih berkaca mata hitam, sedang menunggu di ujung dermaga. Johny menghampiri sebab dia belum pernah kenal orang yang akan memakai perahunya.Johny hanya mendapat informasi dari seorang temannya yang bekerja disebuah resort, bahwa hari itu ada seorang bos yang mencarterperahunya. Jamnya  belum diketahui. Dengan memberanikan diri dia menyapa dengan sedikit keragu – raguan.

“Bos, mau kemana,,!”                                                                              

“Mau ke Paradise Resort.Tapi saya sudah janjian sama,,,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun