"Nggak!,kan. Nggak!," Alek menegaskan.Â
"Saya aduin kamu ke warga,lek!," Ukan mengancam dengan sedikit senyum di bibirnya.
"Saya gak sengaja,kan," Ucap Alek. "Lagian si Minem nya sih."
"Aduh kamu,Lek!. Bukannya semalem kamu nganterin si Marni?!."
"Iya, saya anterin sampe rumah yang waktu kamu berdiri itu," jawab Alek. "Terus saya kesini. Kepikiran si Minem terus saya malem itu."
"Gak bener ini,lek."
"Iya,kan. Saya tau."
Setelah kejadian itu, Minem menjadi bayang-bayang Alek.
Ukan tetap penasaran dengan perempuan yang berada di jendela rumah itu. Setiap kembali dari pabrik dan melewati rumah tersebut, perempuan itu selalu menunjukan diri dengan air muka tersenyum kepada Ukan. Ukan balas tersenyum sembari berucap pelan hanya terlihat dari gerakan bibirnya, "Nama saya Ukan," berucap pelan hanya terlihat gerakan bibirnya. Perempuan itu mengangguk mengiyakan pada Ukan.
Setiap waktu, setiap Ukan pulang melewati jalan dan rumah itu. Perempuan itu selalu ada terpajang di jendela tersebut. Sekali waktu Ukan bertanya, "Nama kamu siapa?," Ukan bertanya masih dengan gerakan bibirnya. Perempuan itu hanya tersenyum dan menjadi bayang-bayang di setiap malam Ukan yang dingin dan penuh tanda tanya itu.
Satu Minggu Ukan senantiasa melihat perempuan tersebut. Pada hari berikutnya Ukan di landa tanda tanya, tak di temukan nya perempuan pada jendela tersebut. Ukan hilir mudik dari kos ke rumah itu setiap malam berharap ada gejala yang dia lihat di jendela rumah itu. Lampu padam, hanya jendela yang sedikit terbuka, serta gorden tertutup dan angin masuk melalui celah-celah jendela menggoyang-goyangkan kain gorden hingga Ukan pulang berharap besok dapat bertemu dengannya.