Ukan duduk di atas kain tipis yang di lipat tadi pagi oleh Ukan sebelum berangkat ke pabriknya.
"Itu nasi pesanan tadi,Kan," Alek menunjuk ke arah nasi yang di taruh di atas meja kecil di sebelahnya.
"Pake apa,lek?."
"Gak tau, Liat aja."
"Si Minem...ngomel lagi tadi. Jangan sering pake air. Tagihan air mahal," ucap Alek. "Kamu tau,kan?. Saya gak tahan kan,Gak tahan."
"Gak tahan di omelin?," jawab Ukan sembari membuka bungkus nasinya.
"Termasuk itu. Tapi bukan itu,kan. itu si Minem... Ya tuhan, pakaiannya... Pinggulnya itu,kan."
"Jadi pilih si Minem apa si Marni?."
"Pengennya sih dua-duanya,kan. Tapi ah, saya sudah terlanjur cinta sama si Marni,kan."
Malamnya Ukan penasaran terhadap perempuan yang dia lihat pada jendela rumah mewah itu sore tadi. Alek langsung tidur selepas di omelin Minem, dan Ukan pergi ke rumah sore tadi. Lampu-lampu jalan menyala, suasana masih ramai dan pedagang kaki lima masih sibuk menjual dagangannya. Tidak ada gejala apapun. Jendela dan gorden itu tertutup, hanya lampu yang menyala dan bayang-bayang perempuan tadi sore seperti tengah melakukan sesuatu.
Ukan masih berdiri memandangi gorden tertutup itu. Udara menyengat di tubuh Ukan, Ukan kedinginan seketika menggosok-gosokan kedua tangannya dan mengusap usap bagian lain tangannya untuk mencegah angin dingin menyengat kulitnya.