“Aku juga suka Deadpool, tapi yang paling kusukai tentu adegan ranjangnya yang sangat erotis itu hahahaha.” Elsa mencubit lengan Edwin. “Lenguhan Morena saat adegan itu begitu sensual, sangat ingin kutiru begitu hahahaha.”
“Kalau yang kusuka dari Deadpool tentu celotehan-celotehan kocak Wade Wilson itu. Semprul banget ini superhero. Aku suka sekali. Kalau Deadpool ini satu tim dengan Spider-Man, bisa jadi film komedi superhero yang mantap!”
“Nah sekarang jawab pertanyaanku yang tadi, Edwin. Apa yang akan kita lakukan dengan ancaman di ponsel kamu tadi?”
Aku menatap Elsa sambil mengelus rambut hitam kecoklatannya yang panjang sepundak itu. “Kita lawan mereka, Elsa. Kita lawan mereka dengan kekuatan super kita. Kita serang jika mereka menyerang. Istilahnya, mereka beraksi, kita bereaksi. Intinya kita ini warga negara yang baik dan tak mau membikin keributan, jadi kalau mereka menyerang, baru kita membalas. Niat kita ini mempertahankan diri dan negara takkan menduga kita melakukan kudeta.”
“Jawaban bagus, Edwin.” Elsa menguap lebar, lalu beberapa saat kemudian tertidur dalam pelukanku.
Rasa kantuk langsung melandaku. Kuatur posisi tidur Elsa sedemikian rupa sehingga dia nyaman tertidur dengan bantal di ranjangku, lalu aku berdiri dan berjalan menuju lemari pakaian dan membukanya, meraih kantong tidur besar warna biru gelap, menutup lemari pakaian lagi, lalu menggelar kantong tidur tersebut di lantai. Terus aku berbaring di situ dan … gelap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H