Mohon tunggu...
Septian DR
Septian DR Mohon Tunggu... Translator dan Wiraswasta -

TRANSLATOR & KOMIKUS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pendekar Silat Lidah Bagian 1

26 Juli 2016   11:31 Diperbarui: 26 Juli 2016   11:39 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku mematikan lampu dapur, lalu berjalan menuju ruang tengah. Sudah hampir pukul sepuluh malam. Kuperiksa pintu depan sudah terkunci, lalu aku kembali lagi ke ruang tengah, tepatnya ke sofa coklat mengambil buku The Divine Comedy. Lampu tengah kumatikan, lalu aku masuk kamarku sendiri dan kunyalakan lampu. Kututup pintu tanpa kukunci, lalu aku bersandar di dinding tepian ranjang dengan bantal, membaca The Divine Comedy, sebuah mahakarya Dante Alighieri.

Dante Alighieri, seorang sastrawan terkemuka Italia, sastrawan Italia terbesar sepanjang sejarah sejajar dengan William Shakespeare dari Inggris menurutku. Sepanjang ingatanku yang terbatas, Dante ini orang Florence. Yang kuingat dari Florence tentu adalah klub sepakbola Fiorentina beserta deretan nama pemain legendaris mereka seperti Roberto Baggio, Rui Costa, Gabriel Batistuta dan salah satu kiper favoritku dulu saat masih kecil, Francesco Toldo. Yang juga kuingat dari Florence adalah masa keemasan kesenian Eropa, Renaissance juga para penguasa Florence yang sangat terkenal, para bangsawan Medici yang sepak terjangnya sangat mengharumkan nama Florence.

Saat itu ponselku berdering dengan ringtone lagu Eurythmics Sweet Dreams. Lagu era 80-an ini populer kembali gara-gara muncul dalam sebuah adegan spektakuler pada film superhero yang begitu mengesankan bagiku di musim panas ini, X-Men Apocalypse. Sejenak tersenyum mengingat aksi heboh Quicksilver menyelamatkan para murid di Sekolah Mutan Profesor Charles Xavier itu, kuraih ponsel lalu kutekan tombol penerima dan kuaktifkan loudspeaker.

“SUPERBIA! SUPERBIA!” jerit suara melengking dari seberang, entah siapa, lalu saat kupikir ini hanya ulah orang iseng dan hampir kuputus sambungannya, terdengar suara ancaman terhadapku. “Kritikus film, kau memberi rating buruk pada Batman v Superman dan Captain America Civil War, tapi kau malah memberi rating sangat bagus untuk X-Men Apocalypse. Rasakan balasan kami semua! Mulai besok kami semua akan mengejarmu habis-habisan ke mana pun kau pergi dan ingat kami semua memata-mataimu termasuk rumahmu sekarang. Kau dan sepupumu akan kami habisi!”

Siapa itu tadi? Terus terang aku tidak menyangka pekerjaanku sebagai kritikus film akan mengundang bahaya seperti ini. Dalam hati aku geli menyangkut ketidakpuasan si penelpon tadi akan review burukku untuk Batman v Superman. Terserah kepadaku karena sebagai kritikus film aku memang merasa film superhero yang satu itu buruk. Sementara untuk Captain America Civil War, aku merasa memang ada penurunan kualitas dari dua film Captain America sebelumnya jadi kuberi review sedang-sedang saja, B- kurasa tapi penelpon tadi menganggap hal itu buruk. Okelah ini resiko pekerjaan. Lagipula aku punya rahasia besar yang kujadikan senjata utamaku untuk melawan. Kenapa aku sangat menyukai X-Men Apocalypse dan memberikan review sangat bagus untuk film adaptasi komik Marvel produksi Twentieth Century Fox ini? Karena baik aku dan Elsa merasa bahwa film X-Men yang satu ini seperti mengekspos kekuatan super yang kami miliki berdua. Rahasia kami terbongkar sudah, memang aku dan Elsa punya kekuatan super, kami berdua supermutan, mirip Cyclops dan Jean Grey.

Terdengar ketukan di pintu kamarku. “Masuk.” kataku pelan.

Elsa membuka pintu kamar, lalu menutupnya kembali dan menguncinya.

“Tak usah kau kunci, Sa.”

“Harus kukunci, Edwin. Kita benar-benar perlu bicara.”

Elsa yang mengenakan lingerie putih menawan duduk di sampingku tanpa bantal, lalu berkata lembut. “Kudengar ancaman tadi untuk kita. Apa yang akan kita lakukan, Cyclops?”

“Oh, jangan panggil aku begitu. Namaku Edwin Hurt tahu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun