Mohon tunggu...
Septian DR
Septian DR Mohon Tunggu... Translator dan Wiraswasta -

TRANSLATOR & KOMIKUS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pendekar Silat Lidah Bagian 1

26 Juli 2016   11:31 Diperbarui: 26 Juli 2016   11:39 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Elsa kali ini giliran tertawa ngakak, suara tawanya membahana hingga langit-langit ruang tengah kami ini. Mau tak mau aku hanya menundukkan muka sembari tersenyum kecut menatap lantai rumah kami yang bermotif papan catur.

Terdengar deringan bel rumah kami. Ada tamu.

“Delivery datang!” kata Elsa berdiri penuh semangat sambil tersenyum lebar memamerkan sederetan gigi putihnya yang berkilauan padaku, lalu berjalan cepat menuju ruang tamu yang masih gelap.

Aku juga berdiri, tapi tidak berjalan ke ruang tamu yang kini menyala terang, melainkan menuju lemari besar coklat keemasan di tengah-tengah ruangan, tempat aku dan Elsa menyimpan koleksi karya sastra favorit kami berdua baik itu domestik maupun mancanegara. Kami berdua membagi rak-rak buku berdasarkan abjad dari A sampai Z berdasarkan nama pengarangnya dan entah kenapa pandangan mataku tertumbuk pada rak abjad D.

“Dante!” desisku tanpa sadar, lalu kuambil karya sang pengarang Italia kenamaan itu yaitu The Divine Comedy. Kubawa kembali The Divine Comedy untuk kubaca di sofa coklat baru kami.

Hujan angin ribut sudah berhenti tampaknya di luar, setidaknya begitulah penuturan petugas delivery KFC yang mengantarkan pesanan paket nasi dan ayam goreng, sup serta kentang goreng untukku dan Elsa. Entah kenapa Elsa ingin jajan di luar padahal biasanya dia masak sendiri dan nyaris semua masakan sepupuku itu lezat tanpa tanding tiada banding.

“Edwin!” seru Elsa dari ruang dapur. “Ayo makan malam dulu. Baca Dante nanti saja.”

“Kok kau tahu aku sedang baca karya Dante?” kataku meletakkan The Divine Comedy di sofa, lalu bergegas bangkit menuju dapur.

“Kamu sepupuku, Edwin. Aku sangat tahu segala tingkah laku, gerak-gerik kamu, tak ada yang luput dari pengamatanku.”

Di bawah sinar lampu putih bersinar, kecantikan dan keseksian sepupuku ini tampak sangat jelas. Pendek kata menurutku, Elsa adalah perpaduan Kate Winslet dan Monica Bellucci dari segi kecantikan paras dan kemolekan tubuh yang aku tahu dia bentuk secara alami tanpa operasi plastik. Elsa adalah model catwalk kenamaan, jawara renang, jago senam dan tari serta pakar aerobik dan fitness yang semuanya mendefinisikan satu kata lima huruf – SEKSI – untuknya. Tanktop putih yang dia kenakan jelas mencetak begitu indah tubuh atas, terutama dada montoknya yang berukuran 36B (dan jelas sangat dia banggakan!), sementara celana pendek hitam ketatnya memperlihatkan kenikmatan surgawi tubuh bagian bawahnya dan kombinasi atas bawah ini bisa menurunkan derajat seluruh pria sampai di skrotum ganda, semua pria entah normal atau gila, masih bujang maupun berkeluarga kujamin bakalan bertekuk lutut kepada Elsa. Sepengetahuanku, hanya satu orang pria di muka bumi ini yang kebal terhadap pesona Elsa yaitu aku sendiri. Sepupu Elsa, satu-satunya keluarga Elsa yang tersisa di dunia kampret ini yang menganggap Elsa hanya adik perempuanku yang mengesalkan.

Aku bersiul pendek sambil menatap Elsa. Tak tampak rasa kesal, jengkel, jengah atau marah pada Elsa terhadap siulan pendekku itu. Malah begini dia menanggapi siulan pendekku itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun