Pemikiran Levinas tentang enigma wajah pada dasarnya hendak memberi cara memandang dan berinteraksi dengan manusia lain yang berbeda dengan kebiasaan sehari-hari. Dalam memandang dan memperlakukan orang lain kita sudah lebih sering menggunakan kategori-kategori pemikiran yang sudah kita miliki.
Akibatnya kita tertutup terhadap apa yang dapat dan mungkin tersingkap dari kehadiran orang lain tersebut. Kelekatan kita pada gagasan yang kita miliki mengenai orang lain seringkali membuat kita gagal memperlakukan mereka sebagai manusia.
Bukan gagasan atau pikiran kita mengenai orang lain itu yang menentukan, tetapi pertemuan sejati dengan orang lainlah yang patut kita alami. Wajah manusia sebagai jejak yang tak terbatas. Manusia bertanggung jawab terhadap orang lain.
Bukan karena rasa simpatik yang tiba-tiba akan tetapi memang karena objektifikasi manusia yang memang bertanggung jawab kepada orang lain (others). “Wajah tidak hanya mengusik saya akan tetapi mengajarkan sesuatu yaitu meningkatkan tanggung jawab”. Demikian Levinas memberi pemaknaan dan cara baru dalam berelasi dengan sesama manusia.
Catatan Kaki
[1] (Bdk, https://www.britannica.com/biography/Emmanuel-Levinas).
[2] Fransita FCh dan Clarent PRR, Kebebasan Yang Sejati; Belajar dari Filsuf Levinas, dalam majalah Rohani, No. 5, Edisi Tahun ke-58, 2011, 20.
[3] Thomas Hidya Tjaya, Enigma Wajah Orang Lain (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), 79.
[4] Thomas Hidya Tjaya, Enigma Wajah Orang Lain, 82.
[5] Thomas Hidya Tjaya, Enigma Wajah Orang Lain, 84.
[6] Thomas Hidya Tjaya, Enigma Wajah Orang Lain, 85-86.