Wajah seorang ibu yang tertabrak motor adalah keseluruhan kehadirannya yang tiba-tiba, dalam kepolosan tanpa atribut. Itulah wajah yang lain. Tiba-tiba, sepintas dan sekilas, namun kehadiran itu tertangkap secara total dan menggoyahkan interioritas, mendobrak pertahanan diri.
Dalam hal ini, wajah yang lain pun menunjukkan kerapuhan kita. Apabila Si Ibu tidak segera ditolong, itu mungkin karena kita masih terpenjara dalam persepsi fenomenalitas, memandang si Si Ibu sebagai sesuatu: mungkin pedagang, pemulung, atau sesuatu yang dipersepsi dengan penamaan-penamaan tertentu.
Tetapi, semua itu runtuh sertamerta, sehingga kita merasa terus diikuti, bahkan dituntut oleh wajah itu. Mungkin saja kita suatu saat membunuh wajah yang terasa mengganggu itu. Namun, pada dasarnya, situasi tetap tidak akan pernah bisa kembali sebagaimana sebelum momen perjumpaan dengannya.
Catatan Kritis atas Teori
Dalam salah satu tulisannya tentang Levinas, Romo Magnis mengatakan bahwa Levinas berusaha berfilsafat dengan kosakata yang belum digunakan manusia, ia berfilsafat tentang sesuatu yang sesungguhnya tak dapat dikatakan atau dituliskan. Suatu paradoks, tetapi menjadi sangat bermakna dan memberi paradigma yang sama sekali baru dalam filsafat.
Apabila membaca karya Levinas, tidak jarang, pembaca akan menemukan bahwa Levinas berputar-putar menggunakan terminus yang sesungguhnya tak memadai melainkan sekadar “mendekati”. Namun, menurut Romo Magnis juga, apabila kita tekun mengikuti alur pemikirannya, kita akan segera mengetahui maksud Levinas.[8]
Selain itu, menarik untuk dicatat bahwa menurut Levinas wajah orang lain merupakan jejak Yang-Tak-Terbatas. Konsep jejak Yang-Tak-Terbatas dalam pemikiran Levinas ini sejatinya memang rumit dan tricky.
Para filsuf yang menekuni karya levinas mengasumsikan bahwa tidak bisa begitu saja menganggap Yang-Tak-terbatas itu sebagai inkarnasi dari Yang Ilahi, kecuali jika kita menganggap Levinas sedang berteologi.[9] Apabila merujuk pada filsafat Barat, seperti dicatat oleh Romo Thomas Tjaya, konsep Yang-Tak-Terbatas ini seringkali digunakan untuk merujuk kepada sesuatu yang disebut Tuhan.
Yang-Tak-terbatas, yang meninggalkan jejak sebagai wajah orang lain, bersifat melampaui Ada. Yang-Tak-Terbatas meninggalkan jejak karena Yang-Tak-Terbatas tidak bisa dibuat imanen atau bagian dari Ada itu sendiri. Yang-Tak-Terbatas tidak pernah menjadi representasi pemikiran manusia.
Itulah keberlimpahan Yang-Tak-Terbatas yang tidak mampu ditampung oleh cawan mungil pengada (beings) yang terbatas (Tjaya, hlm. 137-156). Dalam hal ini, pemikiran Levinas tentang Yang Tak Terbatas tampaknya saja telah mengkonsepkan lagi sesuatu, tetapi itulah paradoks dan keberlimpahan Yang tidak terbatas.
Kesimpulan