Mohon tunggu...
Semuel Leunufna
Semuel Leunufna Mohon Tunggu... Dosen - You Will Never Win if You Never Begin

Dosen Universitas Pattimura Ambon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Beberapa Catatan Pribadi dari Seminar Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI)

6 April 2022   18:11 Diperbarui: 6 April 2022   18:25 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya semua komponen infra struktur pemuliaan yang disebutkan diatas telah tersedia di Indonesia, meskipun peranannya, sepertinya belum maksimal, misalnya saja diketahui dari media massa bahwa pimpinan Asosiasi Penangkar Benih Indonesia terlibat dalam masalah hukum berkaitan dengan tugas-tugas badan dimaksud.  Yang memprihatinkan juga adalah lembaga-lembaga dimaksud pada sebagian besar daerah propinsi sama sekali tidak tersedia.  

Untuk menghasilkan varietas-varietas unggul sesuai kondisi dan kebutuhan daerah maka dibutuhkan lembaga-lembaga pemuliaan yang mencanangkan tujuan-tujuan pemuliaan sesuai kebutuhan daerah, diperlukan asosiasi penangkar benih daerah, diperlukan lembaga konservasi sumberdaya genetik yang mengoleksi kekayaan sumberdaya genetik daerah, tentu duplikatnya perlu dikirimkan ke pusat sebagai cadangan kalau-kalau terjadi kehilangan, diperlukan pula PVT daerah yang merupakan cabang dari PVT pusat, lembaga-lembaga untuk diberi lisensi dan lainnya.  

Pembicara utama lainnya dari PT Sampoerna Agro Tbk, Dr. Dwi Asmono menyampaikan materi berjudul "Strategi Pemuliaan dalam Mewujudkan Kemandirian Benih Perkebunan secara Berkelanjutan". Bagian dari materi yang berkaitan dengan pengembangan kelapa sawit pada perusahaan dimana Dr. Dwi Asmono bekerja, dijelaskan adanya introduksi plasma nutfah dari berbagai negara bagi pengembangan kelapa sawit yang lebih superior.  Masalah yang dihadapi adalah dibutuhkan lahan yang luas untuk mengoleksi semua sumberdaya genetik yang dimiliki karena harus dikoleksi dalam bentuk koleksi lapang. Hal ini tentu merupakan suatu inefisiensi dalam penggunaan lahan selain konsekuensi lain yang mungkin dapat terjadi pada sumberdaya genetik dimaksud yang tentu sangat bernilai.  

Koleksi secara konvensional menggunakan biji untuk tanaman kelapa sawit tidak mungkin dilakukan karena memiliki biji rekalsitran (bukan biji orthodoks sebagaimana padi, jagung, kedele dll.) yakni biji yang tidak dapat dikeringkan dan disimpan pada suhu rendah atau dengan pengeringan dan penyimpanan pada suhu rendah akan mematikan viabilitas biji. Pilihan lain adalah melakukan koleksi in-vitro. 

Koleksi secara kultur jaringan ini memungkinkan perusahaan tidak harus menggunakan lahan yang luas untuk mengoleksi serta dapat mengatasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan koleksi lapang. Dengan memiliki ketrampilan praktis dalam hal mengintroduksi ke kultur in-vitro, melakukan sub-kultur secara berkala, serta aklimatisasi pada rumah kaca dan akhirnya penanaman lapang, koleksi secara in vitro  dapat bermanfaat untuk kebutuhan jangka pendek dan menengah.  

Biaya koleksi yang mungkin agak tinggi dapat dikurangi dengan usaha memperpanjang periode sub-kultur (hingga dua tahun misalnya)  menggunakan penambahan sat kimia tertentu (mannitol, sorbitol), penambahan media kultur atau penggunaan tabung kultur yang lebih besar dan lainnya.  Untuk koleksi jangka panjang dan menegah, penulis menawarkan pada Dr. Asmono, pemanfaatan teknik yang baru berkembang, kriopreservasi. Setelah menguasai prosedur sirkulasi pada kultur jaringan maka penggunaan teknik kriopreservasi akan lebih di fasilitasi. 

 Teknik kriopreservasi melibatkan konservasi pada tabung-tabung penampung (container) berisi nitrogen cair yang masing-masing dapat memuat ribuan aksesi (materi genetik yang dikoleksi), tergantung kapasitas tabung, dan tidak perlu di-sub kultur hingga periode tak terhingga. Kriopreservasi dengan demikian, merupakan teknik konservasi yang efisien dari segi luas areal dan ekonomis.

Sebagai teknik konservasi yang baru berkembang, pemahaman tentang kripreservasi memang belum menyebar luas di Indonesia dan penelitian-penelitian pengembangan protokol kriopreservasi belum banyak dilakukan. Namun pemahaman telah ada dan penelitian-penelitian pendahuluan telah dilakukan pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Biodiversitas serta keahlian (seorang lulusan S3 dari IPB Bogor dengan pengalaman luar negri pada beberapa negara) dan penelitian pengembangan protokol juga telah dilakukan pada BBBiogen, Bogor.

 Selebihnya minat mahasiswa S2 IPB Bogor untuk melakukan penelitian dalam bidang kriopreservasi, penulis temui dalam diskusi informal ketika berlangsungnya Seminar Nasional PERIPI.

Pengembangan protokol kriopresevasi (dengan asumsi bahwa prosedur kultur in-vitro telah rutin diaplikasikan) untuk kelapa sawit dapat diprakarsai oleh perusahaan PT Sampoerna Agro Tbk., dapat juga didahului dengan suatu loka-karya memperkenalkan metode/teknik ini pada karyawan PT Sampoerno Agro Tbk.  Meskipun usulan penulis mendapat tanggapan beragam dari Dr. Dwi Asmono sendiri, Prof. Dr. Kusumo Diwyanto dan Dr. Sugiono Mulyopawiro, bagaimanapun tetap merupakan suatu usulan bagi upaya konservasi sumberdaya genetik di Indonesia yang kaya akan biodiversitas khususnya yang berbiji rekalsitran, semi-rekalsitran dan berbiak vegetatif.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun