Mohon tunggu...
Semuel Leunufna
Semuel Leunufna Mohon Tunggu... Dosen - You Will Never Win if You Never Begin

Dosen Universitas Pattimura Ambon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Beberapa Catatan Pribadi dari Seminar Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI)

6 April 2022   18:11 Diperbarui: 6 April 2022   18:25 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminar Nasional selain merupakan ajang dimana perkembangan terakhir pemuliaan tanaman di Indonesia dapat diikuti, juga menjadi ajang memamerkan dan membanggakan keberhasilan kelompok kerja,  tentunya dalam arti positif, saling iri yang positif, saling belajar satu dari lainnya, saling memberikan masukan, sanggahan yang membangun, serta ajang belajar bagi para pemulia muda menyampaikan hasil penelitiannya dan menyimak presentasi dari peserta lainnya.  Seminar Nasional kali ini menampilkan 183 makalah, 123 diantaranya di presentasikan dan didiskusikan dalam klas-klas paralel yang terbagi menurut kelompok tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, kehutanan dan tanaman obat, serta peternakan dan perikanan.

 Sejumlah pembicara utama juga ditampilkan dari SABRAO, Nagoya University-Japan, Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Umbian dan Kacang-kacangan (Balitkabi), Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak (Puslitbangnak), PT BISI Internasional, Crop Life, PT Sampoerna Agro Tbk, serta tiga Penerima AKIL bidang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).

Pembagian kelompok diskusi atau klas paralel menurut kelompok tanaman dan ternak jelas dapat menampung berbagai bidang terkait pemuliaan serta materi yang ingin dipresentasikan, namun menurut penulis pembagian ini belum secara sungguh mengacu pada atau merefleksikan perkembangan pemuliaan di Indonesia. Pembagian atau penggolongan dalam kelompok-kelompok seperti konservasi sumberdaya genetik, methode pemuliaan, bioteknologi, regulasi, menurut penulis, akan lebih menggambarkan adanya sense terhadap perkembangan pemuliaan, serta aliran sungai pemuliaan dari hulu sampai ke hilir, dimana pada hulu terdapat sumberdaya genetik yang semakin kritis karena tererosi yang perlu diupayakan konservasinya, pada bagian batang sungai ada program pemuliaan untuk merakit varietas-varietas baru dengan metode-metode dan teknik yang semakin di maksimalkan penggunaannya baik metode konvensional maupun penggunaan bioteknologi termasuk mutasi, sidik jari DNA, transfer gen, dan seterusnya, serta pada bagian hilir ada aturan-aturan semisal paten dan perlindungan varietas tanaman, regulasi introduksi GMT dan lain-lain yang memungkinkan adanya proteksi terhadap varietas yang dihasilkan serta terhadap penggunaan varietas baru bagi pemulia, petani, masyarakat tradisional serta masyarakat umum.  

Tambahan pada keynote speaker yang ditampilkan, penulis berpendapat, perlu pula ditampilkan perusahan-perusahaan pemuliaan swasta asing lainnya yang merupakan representasi dari kemajuan pemuliaan (tanaman) dunia yang berbasis di Indonesia yakni Monsanto yang memiliki kebun penelitian dan pengembangan varietas di Mojokerto, ataupun Dupon yang kabarnya akan ikut terlibat dalam penyususnan konsep aturan bagi introduksi secara kehati-hatian (precausionary) organisma hasil rekayasa genetika (Geneticly Modified Organism-GMO) di Indonesia.

 Dari mereka dapat dipelajari metode dan teknik baru pengembangan varietas tanaman, melibatkan para pemulia muda Indonesia untuk ikut belajar pada program pemuliaan yang dikembangkan serta memintakan mereka agar tidak hanya memanfaatkan plasma nutfah dari Indonesia untuk mengembangkan varietas di negara lain atau menggunakan wilayah Indoneisa untuk hanya menguji varietas yang diintroduksi tetapi juga mengembangkan varietas baru berbasiskan plasma nutfah Indonesia sebagai latar belakang genetik agar lebih adaptif pada wilayah Indonesia.

  • Sekalipun event yang diselenggarakan merupakan suatu Seminar Nasional, penulis berharap, melalui prakarsa PERIPI, adanya suatu pernyataan tekad atau upaya untuk menjadikan pemuliaan berperan lebih signifikan membangun pertanian nasional,  semisal suatu kebulatan tekat untuk menjadikan pemuliaan sebagai back bone pertanian Indonesia dan menjadikan konservasi sumberdaya genetik sebagai back bone pemuliaan. Justifikasi kebulatan tekad ini akan dicoba dielaborasi lebih lanjut dalam bagian lain dari tulisan ini.  

  • Jumlah "pemulia" di Indonesia yang bila ditelusuri melalui keterlibatan dalam diskusi dunia maya atau keanggotaan dalam PERIPI sebanyak 750 orang secara khusus diberikan penekanan oleh ketua PERIPI dalam sambutannya. Jumlah ini jelas suatu potensi bagi pemuliaan nasional yang kemudian dapat diorganisir dan dimanfaatkan bagi pengembangan pemuliaan Indonesia. Jumlah ini bagi penulis masih perlu diulas dari beberapa aspek yakni dalam hal batasan yang digunakan, yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya, spesifikasi tanaman dan bidang ilmu, regenerasinya dan distribusinya di wilayah tanah air.  

  • Bila defenisi paling tua pemuliaan tanaman yakni "seni dalam mengembangkan keturunan tanaman" diaplikasikan, maka petani akan tercakup dalam jumlah pemulia yang perlu dihitung dalam jumlah ini.  Peranan masyarakat tani dalam pengembangan keturunan tanaman khususnya dalam men-domestikasi tanaman entah melalui seleksi sadar maupun tak sadar, diketahui. 
  • Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat diberikan adalah seleksi yang menghasilkan jenis-jenis Ubi (Dioscorea spp.) yang dikultivasi saat ini yang bebas dari kandungan diosgenin (suatu senyawa steroid yang salah satu pemanfaatananya adalah sebagai bahan aktif pada pil kontrasepsi).  Dalam suatu penelitian dilakukan analisis kandungan diosgenin terhadap 17 kultivar ubi hasil koleksi proyek umbi-umbian di Maluku.  

  • Analisis yang dilakukan di Laboratorium pada Universitas Uthrech negri Belanda mendapatkan kandungan diosgenin sangat rendah atau mendekati nol dari semua spesimen yang dikirimkan.  Diketahui bahwa varietas liar Dioscorea umumnya mengandung diosgenin dalam konsentrasi tertentu, dengan beberapa spesies seperti D. floribunda, D. mexicana memiliki kandungan dengan nilai ekonomis untuk dikembangkan lebih lanjut. Karena diosgenin memiliki rasa yang agak pahit, diduga bahwa secara tak sadar masyarakat tani telah menyeleksi untuk mengkultivasi dan mengkonsumsi varietas-varietas yang tidak berasa pahit atau dengan diosgenin yang rendah dan menghasilkan varietas-varietas yang dikutivasi saat ini. 

  •  Bahkan hingga saat ini di wilayah tropis termasuk Indonesia, dengan ketersediaan keragaman yang tinggi diantara varietas-varietas lokal, masyarakat tani dapat bersama-sama melakukan seleksi melalui metode yang dikenal dengan participatory breeding untuk menghasilkan varietas unggul pada berbagai spesies tanaman kultivasi.

  • Bila definisi yang di kenakan adalah sebagaimana pada negara-negara maju dimana seorang pemulia yang dimintakan untuk mendapakan pekerjaan sebagai pemulia tanaman adalah seorang lulusan S2 pemuliaan dengan pengalaman melakukan pemuliaan tanaman selama lebih dari 5 tahun atau seorang lulusan S3 pemuliaan dengan pengalaman penelitian pada bidang lain semisal genetika selama lebih dari 3 tahun maka kualifikasi ini sulit dipenuhi pemulia Indonesia, atau mungkin hanya beberapa pemulia yang dapat memenuhi kreteria ini. 

  • Pemulia dengan kualifikasi demikian akan memanfaatkan berbagai metode konvensional yang telah dikembangkan selama lebih kurang 100 tahun dengan tambahan pemanfaatan teknik-teknik bioteknologi dalam membantu dan mempercepat dihasilkannya varietas baru dengan tujuan-tujuan yang semakin kompleks.

  • Jadi jelas ketua PERIPI menggunakan definisi yang sesuai atau dapat diterima di negara berkembang semisal Indonesia yang mengikutkan praktisi pemuliaan, peneliti pemuliaan, pengajar ilmu pemuliaan maupun pengamat pemuliaan di Indonesia dalam batasan yang digunakan yang menghasilkan jumlah yang dikemukakan.

  • Bila ditelusuri lebih lanjut, dari jumlah pemulia yang dibicarakan, bagian terbesarnya terkonsentrasi di pulau jawa dan merupakan para pemulia dari institusi-institusi penelitian yang mengemban tupoksi berskala nasional diikuti oleh universitas-universitas yang relatif lebih maju di Indonesia, sebagian kecil lainnya berasal dari Sulawesi dan lainnya berasal dari Sumatera.  Distribusi yang tidak seimbang pada 33 propinsi di Indonesia tentu menjadi persoalan dengan semakin maju dan berkembangnya masayarakat saat ini dan dikemudian hari. 

  • Perbedaan atau keragaman yang mencolok diantara 33 propinsi di Indonesia dalam hal tanah, iklim, ketinggian tempat, budaya dan teknik bercocok tanam, selera masyarakat setempat, dan lainnya menghendaki pengembangan varietas yang spesifik untuk suatu wilayah agar benar-benar unggul pada wilayah dimaksud. 

  • Sebagai bandingan dapat dikemukakan bahwa dalam penelitian yang membandingkan penampilan produksi beberapa jagung lokal dengan menggunakan varietas unggul nasional sebagai pembanding pada lokasi penelitian propinsi Maluku, didapati bahwa varietas unggul nasonal berproduksi lebih rendah dari varietas lokal tertentu. Hal yang sama berlaku pada spesies kacang hijau dimana beberapa galur turunan hasil persilangan kacang hijau varietas unggul nasional dengan varietas lokal, berproduksi lebih baik dibanding varietas unggul nasional.

  • Upaya PERIPI memperjuangkan pembinaan pemulia-pemulia tingkat daerah sangat diharapkan agar pemuliaan dapat berkontribusi tidak hanya di pulau Jawa tetapi pada seluruh wilayah tanah air sesuai kebutuhan tiap-tiap wilayah yang spesifik. Good news yang disampaikan ketua PERIPI bahwa "kebutuhan tenaga S1 jurusan pemuliaan nampaknya sangat besar, terutama untuk industri perbenihan dan Badan Litbang Pertanian", dalam suasana dimana minat masyarakat atau para pelajar terhadap bidang pertanian berada dalam keadaan terpuruk, sangat diapresiasi. 

  • Pasar kerja ini jelas akan memberikan motivasi bagi generasi muda menekuni bidang pemuliaan tanaman. Apresiasi juga di tujukan pada upaya PERIPI meyakinkan Kepala Badan Litbang Pertanian serta Dirjen DIKTI untuk membuka kembali jurusan Pemuliaan S1 pada berbagai universitas melalui penyusunan justifikasi pelaksanaannya.

  • Dengan demikian pada kondisi saat ini, peranan dan pengembangan bidang pemuliaan, dalam pemahaman penulis, dapat dilihat dalam suatu strategi pengembangan dengan analogi tombak dimana wilayah-wilayah yang telah berkembang maju serta dominan atau intensif dalam menghasilkan varietas baru ditempatkan pada ujung tombak yang akan menancap lebih dulu pada sasaran, memberikan gambaran akan kemajuan pemuliaan di Indonesia, kemudian diikuti wilayah-wilayah yang mulai berkembang, belajar dari atau mengambil manfaat dari kemajuan-kemajuan yang telah dicapai atau dibuka ujung tombak.  

  • Strategi lain yang dapat di jadikan bahan pemikiran adalah strategi apel pie  yang akan dibagi oleh berbagai  wilayah pemuliaan dan komuditas yang hendak dikembangkan sesuai peranan strategisnya dan kemajuan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki. Tiap-tiap wilayah dan komuditas bernilai strategis akan memberikan justifikasi pengembangan sehingga mendapatkan bagian pie sesuai kerja kerasnya dan seberapa meyakinkannya justifikasi yang diberikan.

  • Dalam menampilkan pembicara keynote speaker, khusunya tiga orang penerima/saat itu calon penerima AKIL (Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa), ditunjukkan adanya suatu proses regenerasi yang jelas dengan seorang pemulia muda bidang hortikultura (tanaman cabai), Dr. M. Syukur dari IPB Bogor, kemudian pemulia agak senior, Dr.  Andi Takdir dari Balitsereal, Maros, Sulsel serta seorang pemulia senior, Dr. Buang Abdullah dari BBalitpa, Sukamandi/Muara. 

  • Hal ini jelas menunjukkan adanya pemahaman dan keinginan mengalihkan secara bertahap tongkat estafet pemuliaan dari generasi lanjut ke generasi baru dengan melatih dan mempersiapkan dengan baik para pemulia muda pada berbagai spesifikasi bidang ilmu dan komoditi di Indonesia dimana program-program pemuliaan telah berkembang dengan baik demi menjaga sustainabilitas pengembangan varietas baru yang semakin dibutuhkan. Hal ini diharapkan tetap menjadi concern PERIPI kedepan.

  • Congratulations dan salute disampaikan bagi 8 pemulia penerima AKIL. Dr. Andi Takdir dari Balitsereal, Maros, Sulsel, Dr. Buang Abdullah, BBalitpa, Sukamandi/Muara, Dr. M. Yusuf, Balitkabi, Malang, Dr. M. Syukur, IPB, Dr. Erwina Lubis, BBalitpa, Muara, Prof. Dr. Totok Agung, UNSOED, Dr. Dedy, Puslit Kakao, Jember (sekarang Petro Kimia Gresik) dan Dr. Kuswanto, Unibraw.

Dengan hadiah Rp. 250 juta per pemulia, penulis, tanpa harus ikut campur dalam pengelolaannya, ingin mempertanyakan, kemana atau bagaimana dana ini akan dimanfaatkan? Apakah akan dimanfaatkan seluruhnya bagi kebutuhan pribadi atau keluarga pemulia?, ataukah dibagi diantara para pelaksana pemuliaan?, ataukah diinvestasikan kembali kedalam program pemuliaan? Penggunaan dalam cara pertama dan kedua jelas lebih diutamakan karena merupakan penghargaan terhadap prestasi pribadi, keluarga dan kolega. 

Pertanyaan ini membawa pada pertanyaan lanjut, bagaimana membiayai program pemuliaan yang tidak sedikit jumlahnya yang terrentang dari pemilihan tetua, pelaksanaan persilangan, penanaman populasi dan seleksi dari generasi ke generasi pada wilayah yang berbeda, penanaman pada berbagai lokasi untuk menguji superioritasnya terhadap verietas pembanding, pemeriksaan dan registrasi, pengajuan perlindungan varietas pada kantor Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), perbanyakan benih dan seterusnya hingga sampai ke tangan petani?, suatu pekerjaan yang berada dalam rentang waktu yang dapat mencapai puluhan tahun?

 Apakah PERIPI dapat atau telah memperjuangkan agar alokasi dana untuk ini diprioritaskan pada Badan Litbang Pertanian atau institusi manapun yang relevan agar sustainabilitas kerja pemuliaan dan dengan demikian produksi varietas baru dapat terjaga? Sebagai pembanding, penulis mengamati bahwa seorang pemulia pada universitas di negara maju serupa Canada dipercayai dana yang besar bagi pengembangan varietas pada suatu spesies tanaman hinga mampu membayar setiap pos pengeluaran dari tahun ke tahun. Tentu dengan usulan kerja (proposal) dan pelaporan perkembangan dan hasil kerja yang meyakinkan pada pemerintah atau pihak penyedia dana.

Pemuliaan Sebagai Tulang Punggung (Back bone) Pertanian 

Di Indonesia dewasa ini, pemuliaan tidak menjadi primadona dalam pengembangan pertanian.   

Pembicaraan terkait bidang pertanian, khususnya terkait kebijakan intensifikasi,  bagian terbesarnya berkisar pada perbaikan dan pengembangan sarana-prasarana, kepemilikan lahan petani yang sempit, distribusi pupuk bersupsidi yang sampai ke petani dalam harga tidak tersubsidi, sampai pada ditribusi benih bersubsidi ke tingkat petani.  Pada tanaman pangan tertentu, benih yang didistribusikan setengahnya berasal dari varietas import yang penampilan produksinya berada jauh dibawah potensi genetiknya karena iklim yang extrim maupun serangan hama penyakit, yang lainya merupakan hasil pengembangan dalam negri namun potensi genetiknya masih rendah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun