"S  I A P..." Teriak semua anggotanya secara bersama-sama, mereka sangat  kompak dan dipenuhi keyakinan yang sangat besar dalam hati mereka.Â
"Kalau  begitu," lanjut Karaeng Guru. "Hari ini, yang terpilih menjadi syuhada  cuma satu orang saja, dia yang paling siap diantara kalian semua.  Fatullah."
Semua  mata lelaki di barisan lingkaran itu memandang ke arah Fatullah,  lirikan mereka menyiratkan kecemburuan, mengapa harus Fatullah yang  terpilih hari ini dan bukan aku? Begitu kira-kira tanya dalam benak  mereka.Â
"Fatul..."Â
"Iye, Karaeng Guru." Jawab Fatul dengan hormat sambil membungkukkan setengah badannya.Â
"Sasaran  kita hari ini adalah prostitusi di jalan Nusantara Makassar, tempat itu  seperti sarang iblis. Kita harus memusnahkannya, sebelum generasi  mendatang terjerumus dalam lembah dosa maksiat." Titah Karaeng Guru  dengan suara tenornya yang melengking.Â
"Dengan  senang hati, Karaeng Guru." Fatul lalu melangkah ke pusat lingkaran, ia  mencium punggung tangan kanan orang yang paling dihormatinya. Tak  terasa air matanya menetes membasahi tangan Karaeng Guru. "Tolong, jaga  anak dan istriku, Karaeng Guru." Pinta Fatul setengah berbisik.Â
*Â
Senja  telah menampakkan diri di garis horizon Pantai Losari, Makassar. Adzan  Maghrib berkumandang, Fatul memilih salat maghrib di rumah temannya yang  tidak jauh dari sasarannya malam ini.Â
Selepas maghrib, aku akan terbang menujumu, bidadari surgaku. Ucap Fatul dalam hatinya.Â
Akhirnya,  waktu yang dinanti pun mewujud. Fatul memasang bom rompi di badannya,  jenis bom ini adalah salah satu jenis bom rakitan, bahannya: potassium  nitrat, belerang dan TNT. Di saku celananya, ia masukkan pemicu bom  rompi tersebut, sekali tekan maka ledakan dahsyat akan terjadi sampai  radius 20 meter di sekitarnya. Untuk mengelabui orang lain, ia memakai  jaket yang cukup besar agar mampu menyembunyikan bom yang ada di  badannya.Â