"Saudara sekalian, malam ini, Tuhan menguji toleransi kita, kesabaran kita dan persaudaraan kita. Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di jalan Nusantara tepatnya tempat hiburan malam bernama Paradise dilakukan oleh orang yang sangat tidak bertanggungjawab dan tak bermoral. Ia telah membunuh lima belas orang dan membuat delapan orang terluka parah. Belum lagi, kerugian materil, entah berapa jumlahnya."
Kapolda menghela napas, matanya menyisir para wartawan.
Lanjutnya, "Pelaku menggunakan bom rakitan berjenis bom rompi. Dan anehnya, ia sengaja membawa KTP yang terbungkus dengan plat besi yang cukup tebal. KTP tersebut tidak hancur, cuma bagian pinggirnya saja. Dan, nama dari pelaku adalah... Fatullah."
Setelah mendengar nama itu, aku segera bangkit, lalu berlari menuju ke rumah Fatul. Jarak antara rumahku dan rumahnya sekitar satu kilometer. Aku tak sempat lagi berpikir untuk naik motor, tidak. Dalam pikiranku, aku cuma ingin memastikan berita itu. Semoga bukan Fatullah, sahabatku.
*
Suara tangis memenuhi rumah Fatul. Ayah dan ibunya menangis di teras, mereka tak menyadari kedatanganku. Aku segera masuk ke dalam rumah. Istri Fatul terduduk lemas di depan layar kaca, di tangannya, ia menggengam secarik kertas. Kuucap salam kepadanya, ia tak menggubris. Dengan tenang kuraih tangannya, kuambil secarik kertas itu. Setelah kubaca tulisan di kertas itu, pikiranku melayang, tubuhku lunglai.
Aku terdiam cukup lama.
Hanya hati kecilku yang mampu berucap, "apakah manusia bisa membeli surga, Fatul? semoga saja bisa. Semoga...Agar nyawamu tak sia-sia."
Dinan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI