Mohon tunggu...
Dinan
Dinan Mohon Tunggu... Abdi Masyarakat -

Seorang yang ingin belajar menulis dengan nama pena Dinan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Nenek Saini

12 Juli 2016   21:16 Diperbarui: 15 Agustus 2016   18:01 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa selalu ada bau kemenyan di rumah nenek? 

Kenapa tiap orang yang berkunjung ke rumah nenek keesokan harinya mereka meninggal?

Dan, banyak lagi pertanyaan di benakku namun semua itu terkubur. Entah karena apa.

Sejurus kemudian, Nenek Saini menyerahkan pisau kecil dan gelas ke arahku. “Iris lehermu sedikit. Tampung darahmu di gelas ini. Nikmati darahmu, Nak. Sedap sekali… cobalah,” Sorot matanya yang tajam semakin menghipnotisku. Aku tak mampu melawan perintahnya.

Kuiris leherku perlahan, cukup satu goresan kecil saja darah muncrat dengan kencang. Tanganku yang satunya lagi sigap menampung darahku. Tak butuh waktu lama, seperempat gelas itu telah penuh dengan darahku. Nenek Saini mengambil perban yang telah dia sediakan di bawah meja. Mendekatiku dan membalut luka goresan di leherku dengan telaten.

“Lukamu saya perban, takut nanti kamu kehabisan darah dan meninggal di sini.” Ia menghela napas, “minumlah!” perintahnya.

Aku tak berontak, tak berkata walau sepotong saja, tunduk dengan perintah Nenek Saini. Aku pun meminum darahku sendiri. Ludes sampai tetes terakhir.

Darahku sangat nikmat. Seumur hidup tak pernah kurasakan minuman seenak ini.

Wajahku tak mampu menyembunyikan kenikmatan itu, bibirku menyunggingkan senyum.

“Bila kau ingin menikmati dunia, maka minumlah darahmu sendiri,” Nenek Saini mengelus-ngelus lembut dagunya. “Semakin kau meminum darahmu semakin kau dekat dengan hakikatmu, Nak.” Petuahnya.

Tiga menit kemudian, aku bangkit dari dudukku dan melangkahkan kaki perlahan ke luar dari rumah Nenek Saini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun