“Cuma nebak-nebak saja, Bu,” aku terkekeh.
“Ohh… pergi mandi sana, sudah siang. Saya yang antar ke sekolah, Ayah sudah pergi ke kantor pagi-pagi. Ada tugas tambahan katanya.”
Ibu meninggalkanku sendiri dengan rasa penasaran dan takut yang membuncah.
Kenapa setiap orang yang berkunjung ke rumah Nenek Saini, keesokan harinya ditemukan meninggal dengan goresan luka di sekujur tubuhnya?
Apakah Nenek Saini seorang psikopat?
Pikiranku memberondong tanya.
***
Sejak kejadian ditemukannya dua mayat pada sabtu pagi, aku tak pernah lagi bermain di lapangan seberang rumah. Dan lagi, aku melanjutkan sekolah di kota. Kabar tentang Nenek Saini tak pernah lagi terdengar.
***
Selama tujuh tahun sekolah di kota, akhirnya, ibu dan ayah menyuruhku kembali sekolah di kampung. Mereka kesepian. Tahun ini, SMK baru saja selesai dibangun di kampungku. Ayah menyarankan agar aku melanjutkan sekolah di SMK tersebut, agar punya keahlian katanya. Aku nurut saja.
Jum’at sore ini, aku sedang bosan. Tetiba memori di kepalaku memanggil kejadian tujuh tahun lalu, Nenek Saini. Gumamku.