Mohon tunggu...
Selamet afrian
Selamet afrian Mohon Tunggu... Penulis - Saya Mahasiswa Prodi Filsafat

Berkarya Tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengupas Jenis Ketidakadilan Gender

18 Mei 2020   06:32 Diperbarui: 18 Mei 2020   06:44 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam memperhatikan kesalahan perempuan, akan muncul kata-kata yang merupakan label buruk, yang dibawa dari keyakinan umum, yang bersumber dari nilai patriarki, bahwa laki-laki merupakan keutamaan makhluk dan panutan. 

Sebenarnya stereotype ini secara umum merupakan suatu penanda ataupun suatu pelabelan terhadap suatu kelompok terentu, yang mana katakanlah sifatnya dianggap selalu negatif, menghasilkan celaka dan menciptakan suatu ketidakadilan. 

Salah satu contoh stereotype ini sering sekali tertuju dan diberikan kepada suku bangsa tertentu, misalnya Yahudi di Barat, dan Cina di Asia Tenggara, dimana hal tersebut telah mengakibatkan ataupun dengan kata lain merugikan budaya suku bangsa tersebut.

Dan seringkali juga stereotype ini tertuju atau di tujukan dalam berbagai narasi modernisme, dimana acap kali memunculkan perdebatan antara paham modernisme dengan paham tradisionalisme yang mana mungkin karena dalam hal ini seringnya kaum modernism melakukan pelabelan terhadap budaya mereka sendiri, yang mana seakan-akan bahwa budaya mereka itulah yang katakanlah menjadi budaya yang hebat ketimbang budaya kaum tradisionalisme, dari segi aspek bidang apapun itu. 

Beberapa diantaranya dalam bidang kesenian, dimana hanya musik-musik klasik lah yang dianggap memiliki citra Adi Luhung dan memenuhi kriteria estetika, sedangkan musik pop yang selalu dinikmati/dikonsumsi oleh kita, pun juga dinikmati secara massal tidak termasuk kedalam hitungan, dalam bidang tata letak kota, dimana hanya tata letak kota yang kontruksi bangunannya mega politanlah yang dianggap sebagai dan bisa dinilai secara modern.

Sedangkan kontruksi bangunan ala tradisional dianggap primitif dan kuno, dalam segi arsitektur, dimana hanya arsitektur yang bergaya ala internasional lah yang dianggap bagus, keren, dan boleh dibilang mempunyai nilai arsitektur yang sangat tinggi, sedangkan arsitektur yang berbau tradisional, lokal, dan popular, tidak memiliki citra nilai estetika, dalam hal bidang kebudayaan, hanya kebudayaan Barat (Eropa-Amerika) lah yang dianggap budayanya beradab, sedangkan kebudayaan lokal Timur (Asia-Afrika) yang budayanya dianggap atau disebut biadab. Dan masih banyak lagi berbagai macam contoh pelabelan yang dilakukan terhadap kaum modernisme terhadap kaum tradisionalisme yang tak jarang mengakibatkan terjadinya berdebatan dan pertentangan antar keduanya.

Namun dalam hal ini yang akan menjadi pembahasan adalah terkait stereotype yang merujuk kepada praktik ketidakadilan gender, dimana sering sekali dan tidak jarang seorang laki-laki melakukan pelabelan terhadap perempuan. 

Bukan hanya terdapat didalam hubungan rumah tangga akan tetapi juga sering kita lihat atau temukan didalam kehidupan masyarakat, dimana contohnya adalah terkait dengan suatu penandaan yang muncul dari asumsi yang menyatakan bahwa, pada saat perempuan bersolek merupakan dalam rangka untuk memancing laki-laki atau lawan jenisnya dalam hal ini maka dalam beberapa kasus yang berhubungan dengan kekerasan ataupun pelecehan sekseual tertuju atau dikaitkan pada stereotype ini. Bahkan setiap ada kasus yang muncul salah satunya ketika ada seorang perempuan yang memngalami pemerkosaan yang dialami oleh perempuan maka dalam hal ini masyarakat cenderung menyalahkan korbanya. 

Maka dalam hal ini masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan ialah melayani suami. Stereotype ini berakibat wajar sekali jika pendidikan perempuan dinomor duakan.            

Praktik kekerasan (violence) adalah praktik tindakan dari satu pihak kepada pihak lain yang mengakibatkan pihak lain merasa tersakiti dan terugikan, baik secara fisik, emosi/mental, ekonomi, maupun seksual/tubuh. 

Dalam alam patriariki, laki-laki sangat rentan menjadi pelaku kekerasan, sebaliknya perempuan rentan menjadi korban. Dalam rumah tangga, KDRT biasanya dilakukan oleh Bapak, kepada Ibu. Nanti Ibu, lalu berperilaku kekerasan kepada Anak. Anak cowok akan melakukan hal sama kepada adiknya/kaknya yang cewek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun