Mohon tunggu...
Sekar Agustin
Sekar Agustin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kuliah di Unisnu Jepara

13 Agustus 1999 Menjadi lebih baik lagi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengelolaan Perilaku ABK di Sekolah Inklusi

25 Juni 2021   11:28 Diperbarui: 25 Juni 2021   11:41 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Heri Purwanto (2007) menyatakan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus merupakan anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya mengenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Sehingga anak berkebutuhan khusus dengan anak normal memiliki karakteristik yang sangat berbeda, hal ini dapat dilihat dari perilaku mereka.

Perilaku merupakan suatu hal bertindak atau bermaksud dengan cara tertentu, perilaku juga sesuatu hal yang dapat dipelajari, tidak permanen namun dapat dilatih, diajarkan dan dirubah atau dimodifikasi. Pada anak yang memiiki gangguan perilaku maka pengelolaannya haruslah spesifik sesuai kebutuhan anak. Untuk modifikasi perilaku yang diprogramkan oleh guru disesuaikan pada kondisi dan lingkungan anak. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan emosi dan perilaku yaitu faktor biologi, faktor lingkungan atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat (Rohmawati, 2017).

Berdasarkan permasalahan yanng dialami anak berkebutuhan khusus terutama anak dalam gangguan emosi dan perilaku, perlu adanya bantuan dari pemerintah dalam menyediakan fasilitas layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan perilaku di semua jenis jenjang pendidikan baik dasar sampai pendidikan tinggi dalam sistem pembelajaran, fasilitas yang mendukung serta peran guru yang sangat penting untuk pemberian motivasi dan arahan yang bersifat membangun kepada anak dalam gangguan emosi dan perilaku. (Dermawan, 2018: Wathoni, 2013)

Fokus guru terhadap perilaku anak berkebutuhan khusus yaitu:

  • Meningkatkan perilaku yang kurang/ Defisit. Perilaku defisit adalah perilaku yang diharapkan dapat dimunculkan siswa  tetapi tidak muncul. Contoh: anak usia 10 tahun tidak mampu mengikat tali sepatu dan mengancingkan baju (disebut Defisit Behaviour).                                                                                                                                                                                                                                                                       Defisit Behaviour -- Adaptive Behaviour -- ditingkatkan 
  • Mengurangi perilaku yang berlebih/ Excess Behaviour (perilaku yang seharusnya tidak muncul tetapi muncul. Contohnya anak yang menunjuk untuk membeli sesuatu tapi ibu mengatakan tidak kemudian anka menangis.                                                                                               Excess Behaviour -- Mal Adaptive Behaviour -- dikurangi  

Perilaku adaptif merupakan suatu kemampuan seserang untuk dapat mengatasi keadaan-keadaan yang terjadi di masyarakat dan lingkungannya. Seseorang dikatakan memiliki hambatan perilaku adaptif bila dapat hambatan dalam tiga hal yaitu 1) Maturation atau perkembangan, 2) Learning Capacity atau kemampuan belajar, dan 3) Social Ediushment termasuk Personal Independence end Social Responsibility atau penyesuaian perilaku sosial termasuk kebebasan pribadi dan rasa tanggung jawab sosial. (Sloan dan Birch: Delphie, 2005)

Adapun keterampilan yang diperlukan untuk kemandirian hidup dibeberapa area berikut ini: bina diri, sosial, komunikasi, mobilitas, bekerja, waktu luang, keikuseraan dalam masyarakat.

Beberapa prinsip dasar perilaku anak berkebutuhan khusus, diantaranya yaitu:

1. Perilaku lemah (Behavioral Defisit)

Seorang anak atau peserta didik dianggap memiliki perilaku lemah apabila ia gagal dalam menunjukkan suatu perilaku yang dianggap sesuai dengan usia tertentu, waktu dan tempat. Ketika pemberian ransangan, peserta didik gagal merespon secara tepat meliputi:

  • Frekuensi yang diinginkan
  • Intensitas yang mencukupi
  • Dalam bentuk yang tidak wajar
  • Terjadi pada kondisi sosial yang umumnya diterima (kanfer & Saslow)

2. Perilaku berlebihan

Perilaku berlebihan merupakan perilaku yang muncul pada waktu dan tempat yang tidak tepat. Tingkatan dari perilaku berlebih dapat terlihat dalam:

  • Frekuensi (berapa banyak)
  • Intensitas (berapa sering)
  • Durasi (berapa lama)

Perilaku berlebih ini dapat juga dimiliki oleh anak normal pada umumnya sehingga mereka bukan anak yang berbahaya. Perilaku anak yang membutuhkan penanganan dapat dilihat ketika:

  • Mempengaruhi proses belajar mengajar secara terus menerus.
  • Mempengaruhi proses belajar anak yang lain.
  • Mengganggu kelas dan menyulitkan proses belajar.
  • Mengganggu kelancaran kegiatan sehari-hari baik yang dilakukan anak, anggota keluarga, atau tetangga seperti yang dikeluhkan orang tua.

Sedangkan perilaku anak yang menunjukkan perilaku tidak diinginkan yaitu:

a) Mencari perhatian

Contohnya: anak yang suka jalan-jalan dikelas utuk mendapatkan perhatian dari guru (diperhatikan).

b) Ketidakmampuan untuk memperoleh yang diinginkan.

Contohnya: seorang anak yang menunjuka untuk mminta sesuatu tapi ibu mengatakan tidak kemudian anak mulai menangis (tangible/ benda yang nyata).

c) Menghindar/ lari dari suatu kegiatan/ orang tertentu

Contohnya: anak yang tiba-tiba sakit perut ketika belajar membaca (avoid/ menghindar), anak yang sering pergi ke kamar mandi saat diminta untuk membaca.

d) Kebutuhan akan ransangan dari dalam

Contohnya: masturbasi, perilaku ini dapat muncul karena tidak ada perilaku menyenangkan dari luar (sensori).

e) Ketidakmampuan untuk dipahami (terkhusus pada anak yang menggunakan komunikasi secara nonverbal).

Adapun tahapan dalam pengelolaan perilaku  yaitu sebagai berikut:

1. Mengenali masalah perilaku

Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

  • Memilih salah satu masalah perilaku pada anak.
  • Melakukan assesmen dengan menggunakan skala motivasi, skala motivasi hanya untuk menskrening bukan untuk mengakses.
  • Anak spesial memiliki kesulitan dalam berkomunikasi.

2. Mengamati lingkungan kejadian (waktu, tempat, dengan siapa, mengapa dan apa yang terjadi).

Mengamati lingkungan kejadian menggunakan metode ABC, karena untuk menemukan penyebab dari sasaran perilaku. Berikut metode ABC:

  • Antencenden           : sesuatu terjadi sesaat sebelum munculnya perilaku.
  • Behaviour                : perilaku yang terlihat
  • Consequence           : apa yang terjadi setelah perilaku

3. Prioritas sasaran perilaku yang akan dimodifikasi.

Modifikasi perilaku merupakan penerapan teori belajar Operant Conditioning untuk mengubah perilaku. Operant Conditioning ditemukan oleh dr. B. F Skinner mengacu pada hubungan antara kejadian di lingkungan yang berdampak pada perubahan spesifik perilaku yang ingin diubah. Jadi operan conditioning atau operant learning itu melibatkan pengendalian konsekuensi.

Konsekuen menyenangkan akan memperkuat tingkah laku sedangkan konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku. Jadi konsekuensi yang menyenenangkan akan bertambah frekuensinya, sementara konsekuen yang tidak menyenangkan akan berkurang frekuensinya. Untuk mengendalikan konsekuensi ada dua hal yang perlu disinggung sehubungan dengan pengendalian konsekuensi, yaitu:

a. Reinforcement positif

Apabila suatu stimulus tertentu (menyenangkan) ditunjukkan atau diberikan suatu perbuatan yang dilakukan. Contohnya seperti guru mengatakan tidak untuk permintaan bekal, kemudian siswa menangis dan guru tidak memberi bekal dan siswa diajak melakukan hal lain sampai waktu istirahat tiba.

b. Reinforcement negatif

Apabila stimulus tertenu (tidak menyenangkan) ditolak atau dihindari. Contohnya ketika guru mengatakan tidak untuk permintaan bekal dan anak mennagis sehingga pada saat lain anak belajar bahwa perilaku menangis akan meloloskan keinginannya. Jadi memberi bekal sebelum istirahat saat anak menangis adalah negative reinforment.

4. Membuat tujuan

Guru perlu menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam membuat program modifikasi perilaku yang akan diberikan kepada siswa yang dituju.

5. Merencanakan strategi

Strategi guru dalam melakukan modifikasi perilaku pada siswa sebagai berikut:

a. Pembentukan (shapping)

Shapping adalah pemberian penguatan pada keberhasilan pencapaian langkah-langkah kecil hingga pada akhirnya tujuan utama tercapai. Pembentukan digunakan untuk mengajarkan keterampilan baru (contoh: makan sendiri, mandi, menulis, dan menyelesaikan tugas).

b. Rangkaian (chaining)

Chaining merupakan perilaku yang muncul dan saling berhubungan, contoh: keterampilan makan sendiri, terisi dari dapat mencuci tangan, mengatur makanan di meja makan, makan dan membersihkan meja makan.

Chaining dapat diajarkan dari depan ke belakang toward chaining) atau belakang ke depan (backward chaining).

c. Pemberian contoh (modeling)

Modeling mudah diajarkan kepada anak, untuk hasil terbaik dapat dilakukan melalui tahap berikut ini: menentukan keterampilan yang akan dimodelkan, memastikan perhatian anak pada guru selama proses pemodelan, memastikan pemberian penguatan saat pemodelan dilakukan dengan benar, mengulang gerakan, memberikan latihan terarah, dan memberikan umpan balik perbaikan.

d. Pemberian petunjuk dan pengurangan berangsur-angsur (prompting adn fading)

Prompt adalah stimulus yang diberikan untuk memunculkan perilaku target, rangsangan natural mudah ditangkap bagi anak yang tidak mengalami hambatan intelektual. Sedangkan bagi yang memiliki hambtan intelektual pemahaman rangsangan perlu diajarkan pada anak. Usahakan dengan penggunaan verbal promt lalu gesture kemudian bila tidak mampu berikan physycal prompt sampai berhasil.

Fading merupakan petunjuk yang diberikan perlahan-lahan dikurangi ketika ransangan utama mulai efektif dalam membentuk perilaku sasaran.

e. Kontrak pada keadaan yang tak terduga (contigency contracting)

Kontrak pada keadaan yang tak terduga merupakan perjanjian antara guru dan murid tentang perilaku yang diinginkan dimana sasaran dan konsekuensi pencapaian siswa harus tertulis secara spesifik.

f. Tanda penghargaan (token economy)

Tanda penghargaan berlaku sebagai penguatan sekunder, dan tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah yang beraneka ragam. Tanda penghargaan dapat berupa bintang, smile face, pin dan benda menarik lainnya.

g. Generalisasi

Suatu perilaku yang telah dipelajari seseorang dalam sebuah situasi akan dilakukan lagi dalam kesempatan lain namun tetap dalam situasi yang sama. Pastikan bahwa perilaku yang baru dipelajari digunakan dalam situasi yang alami.

Daftar pustaka

  • Dermawan, O. 2018 strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di SLB. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol 6 Nomor 2.
  • Rohmawati, Ulva Badi. 2017. Peran Keluarga Dalam Mengurangi Gangguan Emosional Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan Islam. Vol II No 2.
  • Suparno, Heri Purwanto dan Edi Purwanto. 2007. Modul Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Konsursium PJJ PGSD UT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun