"Sayang, kita mau pergi ke mana sekarang?" tanya Al sembari menyetir mobil Peugeot206 yang telah dimodifikasi menjadi mobil balap. Sungguh bukan mobil yang cocok untuk jalanan padat Kota Bandung. Namun, itu mobil favorit Al, hadiah dari sang ibu ketika Al lulus kuliah.
Maya tidak mendengar pertanyaan Al. Pandangannya menembus jendela gelap di sampingnya. Lampu-lampu, lalu-lalang orang, warna-warni cat pada dinding bangunan, membuatnya sedikit terlena.
"Honey?" Al menyentuh bahu Maya.
"Ya?" Maya menoleh.
"Kita ke mana sekarang?"
Maya tersenyum sambil menggeleng pelan. "Aku tidak tahu. Pilihkan saja untukku. Kamu tahu apa yang paling aku suka, Al."
Giliran Al tersenyum. "Ya, aku tahu," gumamnya.
Senyum Maya makin mengembang, meskipun dalam benak Al, itu bukan jenis senyuman yang biasanya. Bahkan, riasan tipis di wajahnya tak dapat menutupi rona pucat. Namun, Al tak mau berburuk sangka. Mungkin memang Maya agak lelah setelah seharian bekerja di kantor, pikir Al.
"Kita ke Lembang," ujar Al.
"Boleh aku yang menyetir sekarang, Al?" pinta Maya setelah beberapa saat lamanya mereka terdiam. "Sudah lama aku tidak merasakan sensasi mobil ini." Wajahnya berubah, auranya berganti. Maya menjadi ceria dan itu yang membuat Al sedikit lega malam ini. Namun, detik berikutnya, Al malah cemas.