"Aku juga! Aku tidak mau menjadi umpan Kunang-kunang itu. Aku tahu dongeng Kunang-kunang tidak seperti itu. Kunang-kunang itu tidak membunuh atau menyatap anak seusia kami. Dongeng yang kamu ceritakan itu hanya karangan kamu belaka. Aku sudah tidak sudi mempunyai teman seperti kamu lagi, Lus," kini Agus angkat bicara.
"Baik kalau kalian ingin pulang, silakan! Tapi untuk malam ini kalian tidak akan bisa! Karena ini adalah wilayahku. Ha-ha," tiba-tiba Tulusmenyeringai. Ia tiba-tiba berubah menjadi Kunang-kunang yang sangat menyeramkan. Bertubuh tinggi. Matanya tajam. Bersayap gelap dan tubuhnya mengeluarkan sinar kemerahan.
Saat itu tiba-tiba kami langsung tak berdaya. Mata kami gelap. Kami tidak bisa mengerakkan tubuh kami. Kami kaku. Mulut kami kelu. Tidak bisa bersuara untuk meminta tolong pada siapa pun.
Saat itu kematian semakin mendekati kami. Dan dari kejauhan aku melihat Tulus memanggil-manggil kami sambil berteriak.[]
*Kak Ian, bekerja sebagai Guru Jurnalistik tingkat Sekolah, Mahasiswa dan Penulis Fiksi Anak dan Remaja.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H