Sore itu, tanpa antrian berarti, saya diperiksa dokter penyakit dalam, dan mendapat persetujuan untuk operasi. Pasien resiko ringan katanya. Tapi tetap aja ya, yang namanya operasi dibius total kok ya serem. Ntar gimana kalau saya nggak bangun lagi?
Semua hasil tes lab, saya kumpulkan di poli gigi. Kemudian saya diminta mengisi sejumlah berkas persiapan operasi di poli gigi. Selanjutnya saya akan dihubungi untuk jadwalnya. Sempat tawar menawar enaknya kapan mau operasi. Masih ada waktu 2 minggu untuk mempersiapkan diri dan mengurus cuti suami yang akan mengantarkan. Termasuk juga meminta tolong mertua untuk menemani anak-anak sepulang sekolah.
Saya diminta puasa dari pukul 2 malam. Operasi direncanakan pukul 8 pagi. Paling sore sudah boleh pulang susternya.
Hari Operasi
Pagi itu Senin, 16 Mei 2016 jam 7.30 pagi, saya sudah ditelpon dari rumah sakit. Ditanya keberadaannya, karena ruang operasi sudah siap. Waduh, saya kira jam 8 itu maksudnya saya dari rumah. trus antri dulu, nunggu dokter datang dulu, dan operasi mulai pukul 9 atau 10. Ternyata serius mau operasi jam 8. Padahal saya lagi asyik cuci piring dan belum mandi. RS Pindad nggak pake jam karet ternyata. Akhirnya dengan terburu-buru, saya dan suami tiba di RS Pindad pk 8.00. Karena telat, saya diminta jadi pasien operasi kedua. Sekitar 30 menit – 60 menit kemudian. Ya sudah saya daftar dulu. Tidak lama urusan pendaftaran beres karena ruang operasi sudah menunggu.
Disuruh berganti baju operasi dan langsung masuk ruang operasi. Baru tahu saya yang namanya ruang operasi. Asli serem. Warnanya hijau. Lantai, dinding, plafond, hijau semua. Kira-kira kalau ini ruang operasi di cat gambar-gambar lucu, mungkin bisa agak manis dan mengurangi ketegangan.
Saya pun berbaring. Kemudian disuntikkan infus. Dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, mulut saya ditutup tabung. Agak bau. Saya berusaha tetap sadar dan mau tahu bagaimana rasanya hilang kesadaran itu. Sakit kah? Apakah itu rasanya mati? Tapi kok ya lama banget hilang kesadaran ini. Sampai tahu-tahu saya merasa di dorong.
“Jadi kapan operasinya?” tanya saya bingung.
“Sudah.”
Loh, kok bisa? Waktu sudah menunjukkan pk 11.00 siang. Dan saya tidak berasa apa-apa. Ya ampun, sudah berusaha menunggu lama-lama kok sudah, ya sudahlah, saya tidur lagi saja. Di ruang pemulihan, saya merasa pipi saya membesar sebesar bola pingpong. Tapi nggak ada rasanya sih. Saya masih merasa melayang-layang. Terus terkapar lagi.
Baru sekitar pukul 2 siang, saya rada segar. Bola pingpong di pipi ternyata adalah kapas. Pas kapasnya dikeluarkan, pipi saya kempot seperti biasa. Siang itu saya dikasih minuman protein untuk pemulihan setelah operasi. Kaya susu putih, tapi enak.
Alhamdulillah, sore itu saya boleh pulang. Sudah baik-baik saja. Nggak pake sakit, nggak pake kantong kering karena asli bayarannya nol rupiah. Dapat oleh-oleh remahan 5 gigi yang bentuknya menjijikkan dalam sebuah tabung suntikan.