Mohon tunggu...
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mohon Tunggu... Administrasi - Arsitek murtad yang lebih bahagia jadi istri arsitek

Writer wannabe yang tinggal di Bandung dan suka berbagi cerita di www.ceritashanty.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Operasi 5 Gigi dengan BPJS

18 Juli 2016   13:06 Diperbarui: 18 Juli 2016   13:16 22147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebuah kebodohan yang luar biasa!

Ini semua karena kesalahan saya tidak rajin merawat gigi. Sebenarnya sudah sejak setahun yang lalu dokter gigi favorit kami, drg. Allin P Iswari telah menyarankan untuk mengangkat 3 gigi dengan jalan operasi. Tapi karena melihat harga operasi gigi yang harganya jutaan, bikin saya senewen. Sayang ah buat operasi gigi, mending buat beli makanan atau buku atau baju atau lainnya. 

Masih banyak yang lebih penting untuk dibeli daripada sekedar operasi gigi yang tidak sakit. Lagi pula saya masih trauma operasi gigi bungsu pada masa kuliah dulu di RS Barromeous. Penuh darah dan membuat saya tidak bisa mengeluarkan suara selama beberapa waktu. Belum lagi rasa sakit. Aduh, sudah lewat puluhan tahun, tapi kok traumanya tidak hilang-hilang. Jadi urusan 3 gigi yang harus di operasi ini dimasukkan ke laci yang paling dalam dan kuncinya dibuang ke laut.

Bahayanya sakit gigi

Sampai setahun kemudian gigi saya agak bermasalah. Saat pemeriksaan gigi, kembali drg. Allin menyarankan untuk operasi gigi. Saat itu bertambah menjadi 4 gigi. Tapi ada angin surga yang dihembuskan, ternyata bisa pakai BPJS di RS Pindad. Dan gratis. Sebagai pecinta gratisan, maulah saya melirik jalur operasi ini. Apalagi setelah tahu bahwa masalah gigi ini bisa semakin parah jika tidak segera ditangani.

Dari sebuah artikel berjudul Sakitnya di Gigi Ancamannya ke Nyawa di Intisari September 2015 disebutkan bahwa sakit gigi dapat menyebabkan komplikasi seperti alergi, diabetes, jantung, dan stroke. Sepertinya hiperbola ya. Penjelasannya begini. Sisa makanan yang tidak sempurna dibersihkan saat menyikat gigi mengendap menjadi sumber makanan bagi bakteri. Bakteri yang bernama gram negatif itu mengeluarkan racun dan 'memakan' gigi kita. Jika didiamkan, racun akan menjalar ke bagian ujung akar gigi.

Nah sebagai pertahanan tubuh terhadap racun bakteri, maka di bagian ujung akar tersebut membentuk reaksi peradangan berupa abses, granuloma, atau bahkan kista. Gejalanya akan muncul seperti sakit saat mengunyah atau timbul bengkak kecil di gusi dekat akar gigi. Lama-kelamaan, racun bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

Itulah sebabnya, gigi benar-benar harus dijaga agar tidak berlubang dan karies. Menurut Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI 2013 penduduk Indonesia yang memiliki gigi berlubang 93,9 juta orang! Rasanya jadi paham dengan hadis Rasulullah mengenai keutamaan membersihkan gigi.

"Seandainya tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu." (HR Bukhari)

Jadi, OK deh, saya bulatkan tekad melakukan operasi gigi. Kencangkan ikat kepala untuk menerabas sejumlah opini tentang betapa buruknya pelayanan BPJS di Indonesia.

Proses BPJS tidak sesulit yang diduga

Dimulai dengan sowan ke drg. Allin dan membuat pengakuan dosa bahwa saya akhirnya mau dioperasi. Sebenarnya gigi saya tidak sedang terasa sakit.  Tapi ya itu tadi, takut makin parah saja. Mengapa sampai 4 gigi harus dioperasi itu karena sudah tidak bisa ditambal lagi. Bolongnya sudah terlalu besar dan terancam menjadi jalan masuk kuman. Kadang-kadang memang terasa sakit. Menurut drg. Allin, itu tergantung kondisi tubuh kita juga. Saat kondisi tubuh lagi lemah, gigi akan mudah terinfeksi.

Saya diminta memulai dengan membuat foto gigi Panoramic untuk dasar diagnosa dokter yang memutuskan perlu operasi atau tidak. Pada 10 Maret 2016, saya memilih ke Laboratorium Parahita di jl. A.Yani Bandung yang tidak terlalu ramai untuk foto gigi. Benar saja, saya hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mendapatkan foto gigi keseluhan. Nggak pake antri. Biayanya Rp 160.000,-. Ini belum di cover BPJS. Dengan hasil ini, drg. Allin mengeluarkan surat rujukan ke Spesialis Bedah Mulut di RS Pindad drg.Saskia untuk operasi 4 gigi. Nambah 1 dari diagnosa tahun lalu. Kalau ingin di cover BPJS, saya harus meminta rujukan dari klinik kesehatan.

Klinik kesehatan di kartu BPJS saya tertera Klinik Medika Antapani di jl Purwakarta. Sempat mendapat kabar bahwa ribet banget nih mendapatkan nomor antrian di klinik kesehatan ini karena pasien gigi dibatasi 20 orang per dokter gigi per hari. Ada 2 dokter yang praktek di sini, artinya hanya 40 pasien yang dilayani setiap hari. Loket dibuka dinihari untuk mengambil nomor antrian. Dan katanya akan segera habis. Baru pukul 7 pagi nomor antrian akan ditukarkan dengan slip periksa dokter oleh petugas.

Saya terus terang tidak bisa datang ke klinik dibawah pukul 7. Ada anak yang harus sekolah, belum mandi, kudu FB an dulu, dan banyak alasan lainnya. Saya putuskan minta tolong Mama yang rumahnya dekat dengan klinik untuk sekedar mengambilkan nomor antrian pukul 6 pagi. Ternyata dapat nomor 13.

Saya baru tiba di Klinik sekitar pukul 8 pada Jumat, 1 April 2016 dengan membawa nomor antrian yang diambil Mama saya. Saat daftar ulang, kata petugas sebenarnya jatah 40 orang masih tersisa. Jadi kalau kita tidak mengambil nomor antrian pun sebenarnya aman-aman saja. Tapi memang seringkali nomor antrian sudah habis sekitar pukul 7 pagi. Jadi memang ada faktor keberuntungan disini.

Kalau menurut saya sih, tidak perlu terlalu ketakutan tidak kebagian nomor antrian. Datanglah pada jam sewajarnya saja. Tidak perlu terlalu ketakutan.

Masalah antrian di rumah sakit

Soal nomor antrian ini juga sudah pernah saya bahas dengan drg. Allin. Kenapa rumah sakit membuka antrian dari dinihari, sementara dokter datangnya siang? Kok ya tega banget menyiksa orang berlama-lama di rumah sakit. Padahal orang sakit umumnya membawa kuman dan sebaiknya beristirahat di rumah sehingga tidak berinteraksi dengan orang lain. Bila perlu mbok ya pendaftaran itu cukup telepon, dan disampaikan harus berada di RS untuk diperiksa dokter jam tertentu. Jadi pasien cukup 30 menitan di rumah sakit dan segera pulang.

Dan jawaban drg. Allin menarik. “Itu sudah dicoba Bu. Sebenarnya sudah disarankan untuk tidak mengantri dari subuh. Tapi orang-orang ketakutan tidak kebagian jatah periksa. Jadi berusaha datang sepagi mungkin. Pihak rumah sakit tidak tega menolak orang yang sudah mengantri dari subuh.”

Ehm.... Ok, saya jadi mikir juga kalau begitu.

Kembali ke pemeriksaan gigi saya di klinik pertama. Untuk nomor antrian 13, saya menunggu sekitar 1 jam. Bukan waktu yang terlalu lama untuk diisi dengan main henpon. Setelah diperiksa dokter, saya meminta rujukan untuk operasi gigi di RS Pindad. Selembar surat rujukan sakti yang berlaku untuk 1 bulan. Kurang sakti bagaimana coba, operasi gigi yang harganya jutaan untuk satu gigi itu, bisa jadi nol rupiah dengan surat sakti ini.

Persiapan Operasi Gigi dengan Surat Sakti BPJS di RS Pindad

Sekarang tinggal membawa surat ini ke RS Pindad. Sekali lagi, selentingannya ribet banget jadi pasien BPJS karena pendaftarannya terpisah dari pasien umum. Selama ini saya selalu ke RS Pindad sebagai pasien umum. Datang bebas jam berapa saja, bahkan bisa via telpon untuk pendaftaran, dan langsung menunggu jadwal pemeriksaan. Sebagai pasien BPJS saya harus membawa fotokopi kartu BPJS, Surat Rujukan, Kartu Keluarga, dan KTP. Buat amannya, siapkan ini rangkap selusin. Di tempat fotokopi di rumah sakit biasanya menyediakan fasilitas ini dengan murah meriah. Mereka sudah paham kebutuhan pasien yang membutuhkan kira-kira setengah lusin data-data tersebut.

Dokter spesialis bedah mulut di RS Pindad adanya siang pk 13.00 - 14.00 (drg. Saskia), jadi saya datang siang. Tanpa ada antrian, saya menyerahkan berkas, dan langsung diberikan slip pemeriksaan untuk ditandatangani di meja BPJS. Setelah itu langsung dibawa ke poli giginya. Tidak pake ribet, tidak pake lama. Padahal saya sudah bawa Novel setebal bantal Intelegensia Embun Pagi-nya Dewi Lestari buat baca-baca.

Setelah diperiksa, ternyata oleh drg. Saskia diputuskan ada 5 gigi yang perlu di operasi. Nambah satu lagi! Dan kalau operasi gigi, harus menjalani bius total yang membutuhkan cek laboratorium yang cukup lengkap. Innalillahi.

Sebagai pasien BPJS, cek laboratorium ini harus dilakukan dalam 5 hari pemeriksaan dan berselang 2 hari. Saya sudah stress saja harus bolak-balik ke rumah sakit untuk cek lab. Yang nggak asyiknya itu masalah antriannya. Tapi mau bagaimana lagi. Tidak ada pilihan lagi.

Tidak ada antrian saat pemeriksaan laboratorium

Tapi ajaibnya, tidak ada antrian yang berarti selama saya melakukan pemeriksaan lab. Saya datang pada siang hari diatas jam makan siang. Daftar dengan membawa berkas fotopi BPJS, dan langsung ambil surat pengantar dari poli gigi yang sudah disiapkan oleh dokternya untuk 5x cek lab, ambil darah di Lab, dan pulang deh. Nggak pake lama, nggak pake ribet. Cuma bayar mang Ojek aja Rp 20.000,- pp setiap kali cek lab. Ada 3 kali ambil darah, foto rontgen (thorax), dan EKG.

Yang agak hampir bikin senewen adalah saat cek ke dokter penyakit dalam. Konon kabarnya mendaftarkan diri untuk diperiksa dokter penyakit dalam di RS Pindad harus dari subuh. Nyusahin amat sih! Berhubung karena butuh, saya jalani saja. Tapi saya tidak mau datang dari subuh. Saya datang jam 7 pagi. Benar saja sudah ramai orang. Alhamdulillah ada ibu petugas yang bisa ditanya dan mondar-mandir memberikan penjelasan kepada para calon pasien untuk duduk sesuai antrian.

“Bu saya mau ke dr penyakit dalam untuk pemeriksaan lab.”

“Mau ke dokter siapa? Sudah pernah sebelumnya?”

“Nggak tahu mau ke dokter siapa. Bebas aja. Saya hanya perlu untuk pemeriksaan lab.”

“Sama dokter A saja, ibu dapat nomor 414.”

Gleg. 414 orang? 3 digit? Saya udah syok duluan.

“Itu artinya ibu nomor 14. Nanti dipanggil bu katanya. Dokternya ada nanti sore jam 3,” kata ibu petugas melihat kekecutan saya.

o...nomor 14 to, rada masuk akal.

Loket akhirnya baru dibuka pk 8.00 pagi. Saya menunggu tidak terlalu lama, mungkin sekitar 30 menitan untuk mendaftar dan mendapatkan surat untuk pemeriksaan EKG dan ke dokter penyakit dalam nanti sore. Pukul 9 pagi EKG sudah beres. Nanti sore saya tinggal menemui dokter penyakit dalam.

Sore itu, tanpa antrian berarti, saya diperiksa dokter penyakit dalam, dan mendapat persetujuan untuk operasi. Pasien resiko ringan katanya. Tapi tetap aja ya, yang namanya operasi dibius total kok ya serem. Ntar gimana kalau saya nggak bangun lagi?

Semua hasil tes lab, saya kumpulkan di poli gigi. Kemudian saya diminta mengisi sejumlah berkas persiapan operasi di poli gigi. Selanjutnya saya akan dihubungi untuk jadwalnya. Sempat tawar menawar enaknya kapan mau operasi. Masih ada waktu 2 minggu untuk mempersiapkan diri dan mengurus cuti suami yang akan mengantarkan. Termasuk juga meminta tolong mertua untuk menemani anak-anak sepulang sekolah.

Saya diminta puasa dari pukul 2 malam. Operasi direncanakan pukul 8 pagi. Paling sore sudah boleh pulang susternya.

Hari Operasi

Pagi itu Senin, 16 Mei 2016 jam 7.30 pagi, saya sudah ditelpon dari rumah sakit. Ditanya keberadaannya, karena ruang operasi sudah siap. Waduh, saya kira jam 8 itu maksudnya saya dari rumah. trus antri dulu, nunggu dokter datang dulu, dan operasi mulai pukul 9 atau 10. Ternyata serius mau operasi jam 8. Padahal saya lagi asyik cuci piring dan belum mandi. RS Pindad nggak pake jam karet ternyata. Akhirnya dengan terburu-buru, saya dan suami tiba di RS Pindad pk 8.00. Karena telat, saya diminta jadi pasien operasi kedua. Sekitar 30 menit – 60 menit kemudian. Ya sudah saya daftar dulu. Tidak lama urusan pendaftaran beres karena ruang operasi sudah menunggu.

Disuruh berganti baju operasi dan langsung masuk ruang operasi. Baru tahu saya yang namanya ruang operasi. Asli serem. Warnanya hijau. Lantai, dinding, plafond, hijau semua. Kira-kira kalau ini ruang operasi di cat gambar-gambar lucu, mungkin bisa agak manis dan mengurangi ketegangan.

Saya pun berbaring. Kemudian disuntikkan infus. Dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim, mulut saya ditutup tabung. Agak bau. Saya berusaha tetap sadar dan mau tahu bagaimana rasanya hilang kesadaran itu. Sakit kah? Apakah itu rasanya mati? Tapi kok ya lama banget hilang kesadaran ini. Sampai tahu-tahu saya merasa di dorong.

“Jadi kapan operasinya?” tanya saya bingung.

“Sudah.”

Loh, kok bisa? Waktu sudah menunjukkan pk 11.00 siang. Dan saya tidak berasa apa-apa. Ya ampun, sudah berusaha menunggu lama-lama kok sudah, ya sudahlah, saya tidur lagi saja. Di ruang pemulihan, saya merasa pipi saya membesar sebesar bola pingpong. Tapi nggak ada rasanya sih. Saya masih merasa melayang-layang. Terus terkapar lagi.

Baru sekitar pukul 2 siang, saya rada segar. Bola pingpong di pipi ternyata adalah kapas. Pas kapasnya dikeluarkan, pipi saya kempot seperti biasa. Siang itu saya dikasih minuman protein untuk pemulihan setelah operasi. Kaya susu putih, tapi enak.

Alhamdulillah, sore itu saya boleh pulang. Sudah baik-baik saja. Nggak pake sakit, nggak pake kantong kering karena asli bayarannya nol rupiah. Dapat oleh-oleh remahan 5 gigi yang bentuknya menjijikkan dalam sebuah tabung suntikan.

Ada daftar perincian obat yang saya terima dari bagian Farmasi. Nilainya sekitar 1,2 juta. Tapi sekedar pemberitahuan, bukan di suruh buka dompet sendiri. Untuk biaya operasinya saya tidak tahu.

Setelah itu saya masih dapat jatah pemeriksaan satu kali lagi untuk kontrol 1 minggu kemudian. Ini aneh juga ya, waktu operasi 1 gigi dulu, saya kesakitan sekali, pas operasi 5 gigi, tidak ada rasa sakit sama sekali. Biasa aja, makan juga biasa. Baru setelah 1 minggu dan jahitannya dibuka, sempat ada rasa sedikit ngilu. Tapi segera hilang dalam 1-2 hari.

Nah sekarang tinggal buat gigi palsu. Pembuatan gigi palsu baru bisa dilakukan minimal 3 minggu setelah operasi. Dan ini harus untuk mencegah pergeseran gigi-gigi yang lain. Sayangnya gigi palsu, ternyata hanya ditalangi Rp 250 rb/gigi dengan BPJS. Padahal harga gigi palsu jutaan. Jadi kayanya, untuk masalah gigi palsu, mending sendiri saja tanpa bantuan BPJS.

Bagaimanapun juga terimakasih BPJS dan RS Pindad yang telah membantu menyingkirkan penyakit dari mulut saya dengan biaya nol rupiah dan pelayanan yang memuaskan. Buat para calon pasien, jangan langsung berpikiran buruk dengan pelayanan BPJS dan rumah sakit. Its not that bad. Atau bisa jadi juga eta mah kumaha amalan masing-masing...

Artikel ini juga dipublish di blog pribadi saya http://shantystory.com/2016/07/01/pengalaman-operasi-5-gigi-dengan-bpjs/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun