Ibunya Teuku Umar orang Meulaboh, dari sini kita kesana 5 jam, pemandangan di sana lebih bagus lagi, puncak gunung Gurute, dari pernikahan Teuku Nanta Satia sama putri bangsawan punya anak 2, Teuku Ratu, dan Cut Nyak Dhien.Â
Sedangkan dari pernikahan Cut Mahmud dan Cut Mahani punya anak 4 lelaki semua. Teuku Cut Ahmad, teuku budeh/buteh, Teuku Umar, Teuku Musa, Cut Nyak Dhien menikah pertama dengan Cut Rilanga. Baru menikah dengan Teuku Umar. Jadi waktu menikah dengan Teuku Umar punya nak satu, Cut gambang, Cut Bambang menikah lagi dengan Cut Ditiro anak pahlawan Teuku Cut Citiro, jadi mereka nikah sepupu.Â
Ayah sama ayah adek kakak, itu wali, kalau orang Aceh tidak boleh, karena masih sedara. Ayah sama ayah, ayah sama perempuan itu boleh, tapi zaman dulu kita belum mengerti, mungkin karena kekurangan, jangan hilang saudara, makanya anaknya dinikahkan, zaman dulu, kalau sekarang sudah tidak ada lagi, dalam Islam sebenarnya boleh akan tetapi hakikatnya kurang bagus, sekarang sudah ada jodohnya maisng-masing.Â
Perang Teuku Umar melawan belanda, akhirnya ketahuan sama Belanda bahwa Teuku Umar ini hanya pura2 bekerja sama akhirnya Belanda marah, dan rumah Cut Nyak Dien di bakar belanda pada tahun 1896. Jadi dulu beliau prnah tinggal di sini sekaligus markaz beliau.
Dan rumah ini dibangunkan lagi sekarang tahun 1981, 1982 sesuai dengan yang asli. Karena disini sekarang yang asli hanya sumur yang dibelakang sama pondasi keliling di bawah, karena itu waktu dibakar tidak kena api. Makan Cut Nyak Dien berada di Sumedang.Â
Dahulu beliau di tangkap oleh belanda pas perang itu, jadi waktu itu suami Cut Nyak Dhien, Teuku Umar di tembak oleh belanda pakai peluru emas, karena kalau peluru biasa tubuhnya tidak tembus, ada penghianat yang memberitahu rahasia, dan beliau di tangkap di penjara.
Jadi dipenjara di benakin setahun, waktu diasingkan di sana 2 tahun, sampai sekarang makamnya di sana d gunung puyuh (Cut Nyak Dien). Sampai buta beliau di sana dan gambar beliau ada di situ, silakan. Tengku ustadz, kalau teuku bangsawan, di jawa sana raden ajeng. Ada juga Cut Meutia, kawan dari Cut Nyak Dien.Â
Makamnya Cut Nyak Dhien di Sumedang, meninggal usia 60 tahun, kalua Teuku Umar 57 tahun, waktu nikah pun lebih tua Cut Nyak Dien daripada Teuku Umar 3 tahun, lahir 1848- meninggal 1908, ini gambar Cut Nyak Dien hanya lukisan saja, karena Belanda tidak pernah lihat wajah beliau, setiap turun dari rumah, beliau pakai cadar, ini di kira-kira oleh Belanda dan ketahuan wajahnya pas beliau tertangkap, ini foto asli, ini sudah tua, dia duduk lagi menangis, di paksa buka oleh belanda, ada foto Potjut Meurah Intan dikenal sebagai tokoh dari Kesultanan Aceh yang paling anti-Belanda, makamnya di Blora, Jawa Tengah. Makam beliau tahun ini dijadikan pahlwan nasional oleh pak Ginanjar, sebagai symbol Jawa Tengah.Â
Rumah kesultanan, ini dulu di bayar juga di aceh oleh belanda untuk membunuh orang aceh Namanya teuku raden, pejuang Ambon dan tentaranya, orang Jawa di bawah ke Aceh, sampai di Aceh di pukul secara paksa, kakinya di rantai, di hukum , kayak kerja rodi, sengaja kamar banda di depan sopa tua bisa masuk kemari (Belanda), ini kuburannya di belakang masjid tsunami (Kohler) inilah pengkhianat yang memberitahu rahasia Teuku Umar bahwa Teuku Umar harus di tembak dengan peluru emas, dia dulu pernah ke mekkah, belajar islam tapi imam sholat, ngaji, dia semua pandai tapi tidak ada hidayah dia, sarjana Belanda yahudi keturunan islam.
Terdapat juga proklamasi Bahasa belanda, dikeluarkan di Bogor, nama bogor dulu dituntut, nama bogor dulu d tungai, karena orang Belanda dahulu tidak bisa berbahasa Bogor dulu, 18 juni artinya : semua pandai dengan keadaan blokade" untuk semua, ini gubernur dengan wakilnya, ini de heman douten de hag, ini orang kita yang udah di bantai, ini anak kecil orang ambon,utk mnjeadikan perjanjian ini antara Belanda dengan ini bhs Indonesia.Â
Ada kereta api dari Medan ke Banda Aceh, tapi sekarang tidak ada lagi, di Lhkosumawe ada,ini bimba ttd dengan Belanda, beliaupun d tangkap, dan diaisngkan di Jakarta, di Rawamangun (Sultan Muhammad Alaidin Daud Syah), Jakarta Utara.Â