"Tadi kata Mang Ojek, tinggal ikutin jalan ini aja. Ntar juga keliatan katanya kalau udah nyampe kecamatan," kata Bimo.
Zaki mengangguk-angguk. Tapi langsung paham yang dimaksud Kang Ojek di pangkalan. Sepanjang jalan hampir nggak ada keramaian, kecuali rumah-rumah yang letaknya jarang-jarang. Hampir sepanjang jalan kebon-kebon yang entah tanaman apa.
Jangankan lihat orang-orang, bahkan sepanjang jalan pun hampir nggak kendaraan yang lewat. Paling satu-dua. Selebihnya, cuma motor mereka doang yang melaju di jalan itu. Udah gitu, mana nggak ada lampu jalan, lagi. Kan bikin bulu kaki, eh, bulu kuduk pada berdiri.
"Kalo sampe mogok atau habis bensin di sini, bahaya nih," Bimo nyeletuk yang nggak-nggak.
"Hussh! Mulut lo nggak bisa dijaga banget, dah," Zaki protes. "Kalo kejadian beneran gimana?"
"Ya... tinggal dorong."
Zaki nyesel udah nganggep manusia kampret satu ini temennya.
Ya, begitulah kira-kira mereka bisa sampai di alun-alun kecamatan yang kalo dibilang rame pun nggak juga sih. Cuma ada sedikit orang yang lalu-lalang di sana. Kecuali para Kang Ojek dan beberapa supir Elf yang lagi ngopi-ngopi.
Nggak lama setelah itu, mereka udah bergabung ke kumpulan para mahasiswa yang KKN di desa sebelah, di depan sebuah minimarket yang nggak jauh dari alun-alun kecamatan. Ada kali 5 orang di sana. 3 cowok dan 2 cewek. Ditambah mereka, total ada 7 orang yang bertugas mencari keberadaan si mahasiswi yang menghilang secara misterius itu.
Setelah briefing sebentar, mereka pun berpencar ke beberapa titik di kecamatan dengan berbekal foto yang didapat dari Facebook si mahasiswi itu.
Pokoknya, gimana pun caranya, sebisa mungkin mereka harus dapat informasi tentang si mahasiswi yang katanya diculik itu.