Mohon tunggu...
La OdeMuhamad
La OdeMuhamad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada SMAN 7 Kendari

6 April 2019   14:27 Diperbarui: 1 Juli 2021   09:05 10599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

La Ode Muhamad Sauf (Guru SMAN 7 Kendarai)

Implementasi SNP pada SMA Negeri 7 Kendari (Sekolah Tempat Tugas  Penulis)

Implementasi Standar Nasional Pendidikan  pada SMA Negeri 7 Kendari mengacu pada Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan Nasional  dan  Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  19  tahun  2005  tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).  

Keduanya mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan pada jenjang  pendidikan  dasar  dan  menengah  harus  mampu mengimplementasikan 8 Standar Nasional Pendidikan yang mencakup Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pengelolaan, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian. Secara teknis implementasi SNP  pada SMA Negeri 7 Kendari berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.

Contoh gambaran dari program peningkatan mutu pembelajaran di SMA Negeri 7 Kendari dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan warga sekolah untuk mengimplementasikan 8 Standar Nasional Pendidikan. Secara keseluruhan implementasi SNP pada SMA Negeri 7 Kendari sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan perolehan akreditasi A (sangat baik) pada tahun 2013 sampai sekarang.

  • Standar Isi

Implementasi standar isi  pada SMA Negeri 7 Kendari ditandai dengan adanya dokumen I dan II Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dokumen I KTSP SMA Negeri 7 Kendari mencakup  tujuan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, serta kalender pendidikan yang dilengkapi dengan Lampiran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran yang mencakup (a) Latar Belakang, (b) Tujuan, (c) Ruang Lingkup, (d) Standar Kompetensi, dan Kompetensi Dasar, (e) Arah Pengembangan.  Dokumen I KTSP  menjadi kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh para guru di SMA Negeri 7 Kendari yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dengan kesesuaian  dan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, dan peserta didik.

Dokumen II KTSP  SMA Negeri 7 Kendari meliputi silabus seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal untuk semua tingkat kelas. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Mengacu pada substansi silabus dimaksud, maka dalam pengembangannya harus melalui proses pengkajian/analisis seluruh substansi dokumen Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) SMA, mulai dari substansi Tujuan, Ruang Lingkup, SK dan KD mata pelajaran sebagaimana yang diamanatkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006.

Dokumen I dan II KTSP di SMA Negeri 7 Kendari dihasilkan melalui proses panjang, yakni dengan  melakukan analisis standar isi dan lampiran standar isi tentang SK dan KD mata pelajaran. Hal ini dilakukan untuk memahami pentingnya dan keterkaitan hasil analisis dalam penyusunan silabus dan perangkat pembelajaran lainnya. Para guru tidak hanya mengutip SK dan KD pada Lampiran Standar Isi, namun melalui pengkajian/pemetaan kompetensi wadah MGMP. Para guru memahami bahwa proses pengkajian dimaksud sangat penting dan bermanfaat untuk merumuskan: indikator pencapaian, materi pokok, kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran, penentuan bentuk dan jenis soal, serta sumber/bahan belajar. Terbukti hasil analisis SK dan KD di SMA Nsgeri 7 Kendari  terdokumentasi secara baik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen KTSP.

Baca juga: Peran Akreditasi dalam Rangka Pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP)

  • Standar Proses

Implementasi standar proses di SMA Negeri 7 Kendari mengacu pada Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan Nasional. Secara operasional standar proses yang dilaksanakan sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Permendiknas tersebut  merupakan salah satu acuan utama bagi satuan Pendidikan dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pembelajaran, mulai dari perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran. Implementasi standar proses pada SMA Negeri 7 Kendari bermuara pada peningkatan mutu lulusan dalam mencapai standar kompetensi  lulusan.

Proses pembelajaran di SMA Negeri 7 Kendari menerapkan prinsip pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat masing-masing. Selain itu,  proses  pembelajaran  dilaksanakan  secara  fleksibel  dengan  memanfaatkan seluruh sumber daya yang tersedia baik di dalam maupun di luar sekolah. Implementasi standar proses memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan proses pencapaian standar nasional pendidikan lainnya. Semua guru di SMA Negeri 7 Kendari melakukan  analisis  standar  proses,  terbukti dengan tersedianya perangkat  pembelajaran  dan  pelaksanaan  pembelajaran  yang  mengacu pada berbagai ketentuan yang ditetapkan dalam standar proses. Sebagian besar guru memahami manfaat/kegunaan hasil analisis standar proses dalam pelaksanaan pembelajaran.

Kelemahan yang terjadi dari implementasi standar proses di SMA Negeri 7 Kendari adalah belum maksimalnya pelaksanaan pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan oleh kepala sekolah. Kurang dari 80% hasil pengawasan ditindaklanjuti (Hasil Isian Instrumen Akreditasi SMAN 7 Kendari, 2013).

  • Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP Nomor 19Tahun 2005  Bab I Pasal 1 butir 4). SKL terdiri atas SKL Satuan Pendidikan, SKL Kelompok Mata Pelajaran, dan SKL Mata Pelajaran (Permendiknas Nomor 23 tahun 2006). Sedangkan SKL Ujian merupakan representasi dari keseluruhan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.

Standar Kompetensi Lulusan di SMA Negeri 7 Kendari digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006, pasal 1 ayat 1); Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun  2005  Pasal 26 ayat 2 menyebutkan bahwa Standar Kompetensi Lulusan pada satuan pendidikan menengah umum dalam bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Implementasi standar kompetensi lulusan di SMA Negeri 7 Kendari antara lain tampak  pada kegiatan siswa memperoleh pengalaman belajar melalui kelompok mata pelajaran Iptek untuk dapat berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Siswa memperoleh pengalaman belajar dengan dukungan berbagai sumber belajar yang dimiliki sekolah secara efektif dan efesien. Siswa memperoleh pengalaman mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya. Hal ini dibuktikan dengan difungsikannya sumber-sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran yang diikuti setidak-tidaknya oleh 90% siswa dan ditunjukkan dengan daftar hadir dan dokumen pemanfaatan berbagai fasilitas belajar, seperti:

1)   daftar bahan ajar yang digunakan oleh semua guru mata pelajaran dan oleh siswa dituliskan secara lengkap;

2)   daftar buku teks yang digunakan oleh siswa pada setiap mata pelajaran dituliskan secara lengkap;

3) daftar hadir pengunjung perpustakaan  setiap hari;

4) daftar hadir kegiatan penggunaan laboratorium;

5) adanya  fasilitas  internet   yang   bisa  digunakan  oleh semua siswa.

  • Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Implementasi standar pendidik dan tenaga kependidikan di SMA Negeri 7 Kendari ditunjukkan dengan terpenuhinya tenaga pendidik yang mengampu mata pelajaran. Semua guru memiliki kualifikasi minimal sarjana. Lebih dari 90% guru mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya, kecuali mata pelajaran geografi dan seni budaya. Semua guru merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran.

SMA Negeri 7 Kendari memiliki tenaga kependidikan yang memadai yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal 1 butir 5), yakni pada SMP/MT. atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah (PP Nomor19 Tahun 2005, Pasal 35). Sebanyak 9 tenaga kependidikan di SMA Negeri 7 Kendari melaksanakan tugas sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang tugas masing-masing, yakni tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah, dan tenaga keamanan.

  • Standar Sarana Prasarana

Implementasi standar sarana dan prasarana pada SMA Negeri 7 Kendari tampak pada terpenuhinya sebagian besar sarana dan prasarana sekolah yang mendukung pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005  Pasal 42 Ayat 1 dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi kriteria minimal yang meliputi antara lain lahan, ruang belajar, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang  bengkel  kerja,  tempat  berolahraga,  tempat  beribadah,  tempat  berkreasi,  dan sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran dan intalasi listrik yang menunjang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi serta memenuhi rasio minimum sesuai Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007.

Sarana prasarana yang diamantakan dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 sebagian besar terpenuhi di SMA Negeri 7 Kendari. Sarana dan prasarana yang  ada di SMA Negeri 7 Kendari antara lain terdiri atas: 16 ruang belajar 1 ruang pimpinan, 1 ruang dewan guru, 1 ruang tata usaha/staf administrasi, perpustakaan, 5 laboratorium (Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa, dan Komputer), ruang OSIS, UKS, PMR, Pramuka, dan 8 kamar mandi, tempat wudhu, mesjid, ruang konseling, gudang, tempat parkir, dan prasarna olah raga seperti lapangan basket, voli, takraw, tenis meja, dan lain-lain. Sarana dan prasarana tersebut merupakan bagian integral dari keseluruhan kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 7 Kendari mempunyai fungsi dan peran dalam pencapaian kegiatan pembelajaran sesuai kurikulum SMA Negeri 7 Kendari.  

  • Standar Pengelolaan

Implementasi standar pengelolaan di SMA Negeri 7 Kendari tampak pada hasil analisis standar pengelolaan yang mencakup analisis perencanaan program, analisis pelaksanaan rencana kerja, analisis pengawasan dan evaluasi, analisis kepemimpinan sekolah, dan analisis sistem informasi manajemen. Secara konkret, implementasi standar pengelolaan pada SMA Negeri 7 Kendari ditunjukkan dengan adanya dokumen  proses penyusunan visi dan misi (notulen rapat); rumusan visi dan misi; surat   keputusan   kepala  sekolah tentang penetapan hasil penyusunan visi dan misi; rumusan tujuan sekolah, rencana kerja sekolah (dokumen tertulis rencana kerja jangka menengah (empat tahunan) dan rencana kerja tahunan serta bukti sosialisasi kepada warga sekolah/madrasah seperti undangan sosialisasi, daftar hadir sosialisasi, surat penyampaian dokumen tertulis rencana kerja jangka menengah (empat tahunan), dan surat penyampaian dokumen tertulis rencana kerja tahunan.

Selain itu, implementasi standar pengelolaan tampak pula pada tersedianya dokumen KTSP, kalender pendidikan/akademik; struktur organisasi sekolah; pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan;     peraturan akademik; dan  tata tertib sekolah;  kode etik sekolah; dan  biaya operasional sekolah; serta sistem teknologi informasi yang mendukung manajemen sekolah. Meskipun belum semuanya dilaksanakan secara maksimal, utamanya terkait dengan pendistribusian tugas yang masih didominasi oleh beberapa orang, namun secara umum telah berjalan dengan cukup baik.

  • Standar Pembiayaan 
  • Implementasi standar  pembiayaan diakui masih belum maksmal. Hal ini dibuktikan dengan belum semua  warga sekolah dilibatkan  dalam penyusunan RKAS dan RAPBS. Namun, pada aspek yang lainnya seperti catatan tahunan berupa dokumen investasi sarana dan prasarana, buku kas keuangan  secara menyeluruh terdokumentasi dengan baik.
  • Standar Penilaian

Standar Penilaian Pendidikan yang merupakan  acuan dasar dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil pembelajaran yang telah ditetapkan dalam Permendiknas No. 20 Tahun 2007.  Standar penilaian memiliki peran yang sangat penting dalam proses pencapaian standar nasional pendidikan lainnya.

Implementasi pelaksanaan standar penilaian di SMA Negeri 7 Kendari diawali dengan analisis Standar Penilaian pada awal tahun pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi antara lain tentang: kondisi ideal (sesuai dengan tuntutan Standar Penilaian), kondisi riil (kondisi nyata yang ada di sekolah, baik berupa kekuatan/kelebihan maupun  kelemahan/kekurangan),  kesenjangan (tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah berkaitan dengan kondisi ideal dan kelemahan)  dan rencana tindak lanjut (upaya  yang akan dilakukan  oleh sekolah berdasarkan skala prioritas, untuk mencapai kondisi ideal).

Secara spesifik perancangan  strategi  penilaian  oleh  para guru (bentuk  dan  jenis  penilaian) dilakukan pada saat penyusunan silabus, yang merupakan salah satu bagian perencanaan proses pembelajaran yang terdapat pada standar proses. Selanjutnya, penjabaran penilaian (instrumen penilaiannya) dituangkan dalam RPP, yang juga merupakan bagian perencanaan proses pembelajaran pada standar proses.

IMPLEMENTASI STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PADA SMA NEGERI DAN SWASTA DI KENDARI

 

Implementasi Standar Nasional Pendidikan  pada SMA Negeri dan Swasta di Kendari mengacu pada Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan Nasional  dan  Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  19  tahun  2005  tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

  Peraturan Pemerintah tersebut mengamanatkan bahwa setiap satuan pendidikan pada jenjang  pendidikan  dasar  dan  menengah  harus  mampu mengimplementasikan 8 Standar Nasional Pendidikan yang mencakup Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pengelolaan, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian.  Namun, secara umum implementasi SNP pada SMA Negeri dan Swasta di Kendari tidak sama. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

  • Letak geografis dan kondisi lingkungan sekolah, yakni ada sekolah yang terletak di pinggir kota dan pusat Kota Kendari. Sekolah-sekolah yang berada di pinggir Kota Kendari kurang diminati oleh siswa yang memiliki kompetensi lulusan yang baik. Terbukti pada saat penerimaan siswa baru, siswa cenderung memilih sekolah yang berada di pusat kota daripada sekolah yang berada di pinggir kota. Akibatnya, terjadi perbedaan jumlah siswa yang mencolok, utamnaya pada sekolah swasta.
  • Sarana prasarna sekolah yang tidak merata dan kurang memadai. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih adanya sarana dan prasarana yang belum dimiliki sekolah tersebut. Contohnya yaitu, masih belum adanya laboratorium fisika, kimia, dan biologi, bahasa, serta masih belum lengkapnya sarana penunjang dalam laboratorium komputer, multimedia, dan bahasa.  Hal ini menjadi faktor penghambat bagi sekolah untuk mengimplementasikan SNP secara maksimal.
  • Belum semua sekolah memiliki guru dan tenaga kependidikan yang memadai. Misalnya ada beberapa sekolah yang memiliki guru mengampu mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Misalnya pada mata pelajaran TIK, Mulok, Seni Budatya, dan Geografi.
  • Pada implementasi standar pembiayaan antara sekolah negeri dan menengah ada perbedaan yang mendasar dalam pengelolaannya. Hal ini tampak belum semua sekolah melakuan analisis dan penyusunan RKAS/RAPBS sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

KETERKAITAN ANTARA INPUT, PROSES, OUTPUT 

DAN OUTCOME PENDIDIKAN 

 (dengan Instrumental, Environmental,  Efisien,  Efektif, Produktif,  Relevan, dan Benefit)

 

Lembaga pendidikan (sekolah) sebagai sistem tersusun dari komponen konteks, input, proses, output, dan outcome. Konteks adalah eksternalitas yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan dan karenanya harus diinternalisasikan ke dalam penyelenggaraan sekolah. Sekolah yang mampu menginternalisasikan konteks ke dalam dirinya akan membuat sekolah sebagai bagian dari konteks-konteks dan bukannya terisolasi darinya. Beberapa konsep mengenai input, proses, output, dan outcome pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses, misalnya ketenagaan, kurikulum, peserta didik, biaya, organisasi, administrasi, peranserta masyarakat, kultur sekolah dan subkomponen, regulasi, sarana dan prasarana.

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan (tingkat sekolah) proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tinggi dibandingkan dengan proses-proses yang lain.

Output sekolah pada prinsipnya merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya. 

Output sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achivement) dan ouput berupa prestasi non-akademik (non-academic achivement). Output prestasi akademi misanya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba mata pelajaran, cara-cara berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, dedukatif, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedipsiplinan, kerajinan prestasi oleh raga, kesenian, dan kepramukaan.

Selanjutnya, outcome pendidikan adalah hasil jangka panjang: dampak jangka panjang terhadap individu, sosial, sikap, kinerja, semangat, sistem, penghasilan, pengembangan karir, kesempatan pendidikan, kerja, pengembangan dari lulusan untuk berkembang, dan mutu pada umumnya. 

Manajemen sekolah berada pada seluruh komponen sekolah sebagai sistem, yaitu pada konteks, input, proses, output, outcome, dan dampak karena manajemen berurusan dengan sistem, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian hingga pengontrolan/pengevaluasian. Kepemimpinan berada pada komponen manusia, baik pendidik dan tenaga kependidikan, maupun pada peserta didik, karena kepemimpinan berurusan dengan banyak orang

Dari uraian di atas, timbul pertanyaan bagaimana keterkaitan antara input, proses, output, dan outcome pendidikan dengan instrumental input, environmental input,  efisiensi,  efektivitas, produktivitas,  relevansi, dan benefit?  Secara spesifik keterkaitan masing-masing unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

A. Intrumental Input

Komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental input) adalah semua faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran di lembaga pendidikan (sekolah), antara lain sebagai berikut. 

Sekolah memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.

Baca juga: Belum Terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan adalah Sumber Ketidakadilan

Sumber daya tersedia dan siap.

Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumber daya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumber daya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang peralatan, perlengkapan, bahan) sumber daya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia. 

Secara umum, sekolah harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Hal ini bukan berarti bahwa sumber daya yang ada harus mahal, akan tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Karena itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumber daya yang ada disekitarnya.

Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi.

Staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompoten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan keharusan.

Memiliki harapan prestasi yang tinggi.

Sekolah yang mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada disekolah. Sedang peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuaannya. Harapan tinggi dari ketiga unsur sekolah ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Fokus pada pelanggan (khususnya siswa).

Pelanggan, terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa.

Input manajemen.

Sekolah yang memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolanya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sitematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai.

Uraian di atas menunjukkan bahwa instrumental input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses, misalnya ketenagaan, kurikulum, peserta didik, biaya, organisasi, administrasi, peranserta masyarakat, kultur sekolah dan sub komponen, regulasi, sarana dan prasarana.

B. Enviromental Input

Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) dapat berupa sosial budaya masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua siswa, kondisi fisik sekolah, kafetaria sekolah, dan sejenisnya. Secara langsung maupun tidak langsung aspek ini akan mempengaruhi proses pembelajaran dan muaranya pada masalah mutu lulusan. Misalnya jam belajar efektif banyak yang hilang karena anak mengikuti acara budaya setempat, menyambut pejabat yang datang, atau guru mengisi rapor. Aspirasi pendidikan orang tua yang rendah juga tidak dapat mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang baik. 

Misalnya untuk membayar uang SPP atau fotokopi buku susahnya bukan main, tetapi untuk membeli kebutuhan lainnya begitu mudah (beli sepeda motor, perabot rumah tangga, dsb). Hal ini menandakan perhatian orang tua terhadap kemajuan belajar anak rendah. Anak tidak dapat konsentrasi belajar dengan baik karena menahan kencing, sebab kalau mau ke WC air tidak ada; anak perutnya lapar tetapi kafetaria sekolah tidak ada atau tidak menarik untuk berbelanja. 

Contoh lain yaitu pada jam belajar anak duduk-duduk, merokok di warung, sedangkan yang punya warung/kedai tidak mau peduli tentang hal itu, tetapi yang diutamakan adalah yang penting dagangannya laku. Kondisi lingkungan yang demikian jelas tidak kondusif untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik.

C. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan makhluq hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Seorang ahli psikologi dari Amerika yang bernama Sartain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan (enviroment) adalah: "semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau (life processes) manusia kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (to porovide enviroment) bagi gen yang lain"(Purwanto, 1996: Zahroh, 2012). Pengertian lingkungan ini menunjukkan bahwa di dalam lingkungan terdapat sejumlah faktor-faktor lain yang secara potensial sanggup mempengaruhi manusia, akan tetapi lingkungan yang aktual hanyalah faktor-faktor dalam dunia sekeliling yang benar-benar mempengaruhi manusia. Lingkungan dapat dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya:

  • Lingkungan alam atau luar (external enviroment)

Lingkungan alam atau luar ialah sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan dan sebagainya

2)    Lingkungan dalam (internal enviroment)

Lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar atau alam akan tetapi makanan yang sudah di dalam perut, kita katakan berada antara eksternal dan internal environment, karena makanan yang sudah dalam perut itu sudah atau sedang dalam pencernaan dan peresapan dalam pembuluh-pembuluh darah. 

  • Lingkungan sosial atau masyarakat (social enviroment)

Lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang dapat mempengaruhi manusia lain. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga, teman-teman, kawan sekolah, sepekerjaan, dan lain sebagainya. Pengaruh yang tidak langsung yaitu: melalui radio, TV majalah, buku-buku surat kabar dan lain sebagainya.

Lingkungan pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, terutama berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal. Adanya hubungan timbal balik antar lingkungan pendidikan disebabkan antara lingkungan satu dengan lainnya tidak dapat berdiri sendiri. Sebagai landasan awal bagi dasar pembentukan karakter dan sifat anak didik, lingkungan keluarga sangat berperan penting dalam proses pendidikan. Di lain pihak, lingkungan sekolah sebagai bekal keterampilan hidup dan pengetahuan serta lingkungan masyarakat sebagai sarana aplikasi berbagai bidang ilmu yang diperoleh dari sekolah dan pendidikan keluarga.

D. Efisiensi

Efisiensi merujuk pada hasil yang maksimal dengan biaya yang wajar. Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal merujuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/ menghasilkan output sekolah. Efisiensi eksternal merujuk kepada hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial, ekonomik dan non-ekonomik) yang didapat setelah kurun waktu yang panjang diluar sekolah. Perencanaan peningkatan efisiensi misalnya: peningkatan angka kelulusan, rasio keluaran/masukan, angka kenaikan kelas/transisi, penurunan angka mengulang, angka putus sekolah, dan peningkatan angka kehadiran.

D. Efektivitas

Masalah efektivitas pendidikan berkenaan dengan rasio antara tujuan pendidian dengan dengan hasil pendidikan (output), artinya sejauh mana tingkat kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dihasilkan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan merupakan proses yang bersifat teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa kualifikasi ideal. Jika peserta didik telah menyelesaikan pendidikannya namun belum menunjukkan kemampuan dan karakteristik sesuai dengan kualifiksi yang diharapkan berarti adalah masalah efektivitas pendidikan.

Efektivitas merupakan sebuah fenomena yang mengandung banyak segi, sehingga sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan keefektivitasan sesuai dengan keefektivitasan itu sendiri . Atau dapat dikatakan bahwa efektivitas masih merupakan sebuah konsepsi yang bersifat eklusif (sulit diraih) yang harus didefinisikan secara jelas. Sehingga efektivitas organisasi atau lembaga pendidikan memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, bergantung pada kerangka acuan yang dipakai. Dapat dikatakan bahwwa keefektifan merupakan derajat di mana sebuah organisasi mencapai tujuaannya. Dengan kata lain, keefektifan merupakan kesesuaian antara hasil yang dicapai oleh organisasi dengan tujuan yang telah dirumuskan .

Dalam pandangan lain, efektivitas organisasi dipahami sebagai kemampuan organisasi untuk merealisasikan berbagai tujuan dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mampu bertahan agar tetap eksis/hidup. Sehingga organisasi dikatakan efektif jika organisasi tersebut mampu menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan tugas yang telah dibebankan kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam mencapai tujuan.

Konsep efektivitas pendidikan mengacu pada kinerja unit organisasi, oleh sebab itu maksud dari efektivitas sesungguhnya pencapaian tujuan, maka asumsi kriteria yang digunakan harus mencerminkan sasaran akhir dari organisasi itu sendiri. indikator-indikator efektivitas pendidikan sebagai berikut.

a. Indikator input, meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.

b. Indikator proses, meliputi prilaku administratif, alokasi waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.

c. Indikator output, berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik meliputi hasil prestasi belajar, sikap, keadilan dan persamaan.

d. Indikator outcome, meliputi jumlah lulusan ketingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta pendapatan .

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa efektivitas merupakan satu dimensi tujuan manajemen yang berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan. Lembaga pendidikan yang efektif adalah lembaga pendidikan yang menetapkan keberhasilan pada input, proses, output, dan outcome yang ditandai dengan berkualitasnya indikator-indikator tersebut. Dengan demikian, efektivitas lembaga pendidikan bukan sekadar pencapaian sasaran dan terpenuhinya berbagai kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi berkaitan erat dengan indikator-indikator tersebut dengan mutu, atau dengan kata lain ditetapkannya pengembangan mutu lembaga pendidikan.

Efektivitas pendidikan harus dilihat secara sistemik mulai dari input sampai dengan outcome, dengan indikator yang tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga bersifat kualitatif. Sudah lama kita mendambakan sebuah pendidikan yang berkualitas, sehingga tuntutan terhadap kualitas sangat semarak dan perwujudannya sangat urgen karena mutu sudah menjadi a very critical competitive variable dalam persaingan internasional

E. Produktivitas

Produktivitas merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan dengan kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output merupakan jumlah lulusan, sedangkan input merupakan jumlah tenaga kerja sekolah, dan sumber daya lainnya. Sedangkan produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur dengan uang, ia digambarkan dari ketetapan penggunaan metode dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia serta mendapatkan respon positif bahkan pujian dari orang lain atas hasil kerjanya

Ada pula yang menekankan produktivitas pada sisi pemberian perhatian dan kepuasan kepada pelanggan, sehingga semakin banyak dan semakin memuaskan pelayanan yang diberikan sebuah corporate atau lembaga terhadap customer, maka semakin produktif lembaga tersebut. Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan erat dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendidikan dipadukan dengan cara-cara yang berbeda. Perpaduan tersebut sama halnya dengan upaya memproduksi pakaian yang menggunakan teknik-teknik yang berbeda dalam memadukan buruh, modal, dan pengetahuan. Untuk mengusai teknik-teknik tersebut diperlukan proses belajar.

Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun kemudian harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu diaplikasikan model ketrampilan mengajar yang bervariasi.

Secara sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik. Namun cara ini merupakan pengukuran cara kasar terhadap produk riil kependidikan. Cara ini pun tidak menceritakan sama sekali tentang kualitas lulusan lembaga pendidikan, juga derajat efisiensi berbagai sumber yang digunakan. Sehingga pengukuran output pendidikan dengan cara yang rasional penting untuk dipertimbangkan, namun juga perlu disadari bahwa pengukuran ini tidak dapat memberi indikasi langsung mengenai kuantitas pengajaran yang diterima setiap peserta didik.

Pengukuran produktivitas pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, sangat bergantung pada akurasi kerangka yang digunakan dalam analisis dan kualitas data. Dalam konteks ini agaknya tidak perlu diperdebatkan bagaimana pengukuran pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi, sebab umumnya riset mengenai ini membuktikan bahwa peranan pendidikan tetap substansial dalam pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui produktivitas pendidikan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, antara lain dapat dilakukan dengan analisis efektivitas biaya, analisis biaya minimal, dan analisis manfaat.
F. Relevansi 

Relevansi merujuk kepada kesesuaian hasil pendidikan dengan kebutuhan (needs), baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, dan kebutuhan pembangunan yang meliputi berbagai sektor dan sub-sektor. Perencanaan relevansi misalnya; program keterampilan/ kewirausahaan/usaha kecil bagi siswa-siswa yang tidak melanjutkan pendidikan, kurikulum muatan lokal, pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan keunggulan lokal dan global khususnya untuk mencari nafkah, dsb.

Baca juga: Belum Terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan adalah Sumber Ketidakadilan

G. Benefit

Lembaga pendidikan adalah semua unsur yang menyelenggarakan adanya pendidikan; orang tua, penyelenggara lembaga termasuk guru, dan peserta didik. Dalam penyelenggaraan pendidikan, orang tua berperan dalam hal investasi financial dan non financial. Infestasi financial diwujudkan dalam bentuk iuran orang tua murid dalam berbagai macam bentuk. Investasi financial diwujudkan antara lain dalam pendidikan dan pekerjaan. 

Lembaga dalam kemampuannya menyelenggarakan kependidikan dapat diukur dari daya tampung sekolah/universitasnya dan dari kemampuan mengantarkan alumni mendapatkan tingkat gaji atau upah tertentu. akhirnya peran peserta didik dalam ikut menyelenggarakan kependidikan dapat diukur dari seberapa besar peserta didik dan orang tuanya harus menanggung pembebanan lembaga yang pada gilirannya dipergunakan untuk berbagai macam pos pembiayaan lembaga tersebut.

Biaya dalam pendidikan meliputi dua klasifikasi, yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksananaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pengajaran, sarana, belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.

Anggaran pendidikan ini (disekolah) terbagi atas anggaran penerimaan (biaya masuk) dan anggaran pengeluaran (biaya keluar). Anggaran penerimaan atau biaya masuk adalah bentuk pendapatan yang masuk ke satuan pendidikan secara teratur diperoleh dari berbagai sumber penerimaan baik melalui orang tua siswa, donator dari komponen masyarakat maupun pemerintah sebagai penyalur utama. 

Anggaran pengeluaran (biaya keluar) adalah segala pembiayaan yang berkaitan dan dibelanjakan secara rutin (setiap tahun) atau biasanya termuat dalam RAPBS disatuan pendidikan untuk menunjang keperluan pelaksanaan dan proses pendidikan baik meliputi keperluan dalam pengajaran, administrasi sekolah, perbaikan sarana pendidikan, kesejahteraan guru dan pegawa.

Biaya pemasukan dan biaya pengeluaran disekolah sangat dipengaruhi oleh situasi dan keadaan sekolahsatuan pendidikan misalnya disebabkan setiap satuan pendidikan disetiap daerah memiliki variasi, karakteristik, dan kebutuhan yang berbeda-beda, demikian pula proporsi jumlah siswa, kemampuan orang tua serta perhatian masyarakat maupun kebijakan politik pemerintah dalam pembiayaan pendidikan pada masa kini.

Dalam konsep pembiayaan pendidikan khususnya pada pendidikan dasar ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis yaitu, biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan persiswa (unit cost). Biaya keseluruhan ini meliputi biaya total yang ada pada satuan pendidikan yang memiliki sumber tetap yang pengeluarannya untuk penyelenggaraan pendidikan sesuai RAPBS pada satuan pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun