"Lo itu bahkan lebih dari kata cukup untuk orang-orang di sekitar lo. Sekarang tinggal balik ke diri lo sendiri yang juga harus merasa cukup. Kasih waktu buat diri lo, berdamai dan beradaptasi sama diri sendiri juga perlu, Ra." Aditya merapihkan rambut Almira yang berantakan sembari menepuk kecil pucuk surai milik gadis itu.
Aku menatap lurus ke arah netra indah berwarna cokelat milik Almira. "Hidup cuma sekali, jangan terlalu mengejar ekspetasi orang lain ke diri lo. Jangan nyakitin diri lo sendiri hanya karena mau menyepadankan standar dari orang lain atau karena pikiran buruk lo yang terlalu berlebihan. Lo aja bisa kan baik ke orang lain, masa baik ke diri sendiri nggak bisa?"
Hanya anggukkan kecil yang bisa Almira tunjukkan, seolah seluruh kalimatku memang jawaban dari segala pertanyaan yang ada dalam dirinya selama ini.
"Everyone's version of their best is different, so don't ever let anyone tell you or make you feel like you're not enough. Don't forget to be nice to yourself, Almira Anastasya."
Selesai. Selesai sudah simpul-simpul kusut yang sempat mengikatnya.
Lega. Seakan ribuan tanya luntur seketika. Tak lagi ada. Entah hilang ke mana.
"Setya, kamu nggak tau, kan, seberapa sering aku bersyukur pada Tuhan karena dengan adanya kehadiran kamu yang selalu menciptakan tenang? Makasih banyak ya, Setya Pranadya." Almira tersenyum manis ke arahku, walau matanya masih terlihat sembab.
Aku tertawa kecil, merasa sedikit geli tetapi senang juga di hati.
"Udah ah, yuk! Jangan nangis lagi, jelek."
Almira berdecak sambil menatap sinis ke arahku.
Aku tersenyum, "Mau kopi susu, nggak?"