"Ahh, semoga arwah-arwah mereka tidak muncul," doaku.
Setiba di rombongan. Aku segera membalut kaki Fred, berutung tas Fred menyisakan obat-obatan penahan rasa nyeri dan perban.
"Fred langsung ikut dengan pak Amat ke Pintu masuk depan, sementara lainnya menunggu saja di sini,"ujarku.
 "Pak her, itu ada air di botol, coba tuangkan ke wadah air radiatornya ya," pintaku, sambil membantu mengangkat Fred ke motor dibantu Lukman.
Aku menuliskan nomor kontak teman, yang sedang kemari di secarik kertas. Dan meminjam Smart-phone Prita yang masih terhubung internet, membagikan posisi lokasi kami via Whatsapp kepada temanku tadi.
"Pak, kalau sudah sampai dan mendapat sinyal, di pintu, telpon nomer ini, tunggu sampai datang, biar Fred diantar ke rumah sakit. Aku khawatir kesehatannya, karena sudah tua. Lalu telpon kami,"pintaku
"Ini uang, siapa tahu di dekat pintu ada warung membeli beberapa botol air mineral," timpal Prita, merogoh Rp 100.000 dari kantong jaket Kevin.
Aku meminta rombongan bersabar. Kondisi tidak memungkinkan, jika rombongan di-evakuasi satu persatu menggunakan motor yang berdurasi 30 menit pulang-pergi ke pondok pintu hutan. Terlebih suasana gelap.
"Brumm, brumm, brummm..."
Menunggu selama 2 jam hingga pukul 19.00 WIT, ternyata membuahkan hasil. Mesin mobil dingin, membuat Minibus bisa berjalan lagi. Her nampak lelah, kuharap penyakit jantungnya tidak kambuh.
"Biar saja dia tidur, saya biasa ikutan off-road" Lukman menyahut.