Tanggapan Ridwan Kamil dibalas dengan kritik oleh Mas Pram. Sebab, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 membatasi alokasi anggaran kelurahan tidak lebih dari 5% terhadap APBD. Mas Pram bersikeras bahwa programnya pembangunan Balai Rakyat-nya dapat lebih efektif memenuhi kebutuhan peningkatan SDM, tempat berinteraksi warga, pelestarian budaya, gotong royong, bahkan sampai urusan hajatan perkawinan/khitanan untuk warga.Â
Lain orang, lain sikapnya. Pram cenderung tidak menganulir tanggapan Pongrekun yang lagi-lagi mengedepankan pembenahan adab. Menurut Pongrekun, pembenahan adab akan berdampak pada peningkatan kemauan bekerja. Pongrekun juga menyoroti masalah persaingan warga Jakarta dengan masyarakat yang tinggal di luar Jakarta dalam mencari pekerjaan. Menurutnya, warga yang ber-KTP Jakarta harus memiliki privilege untuk bekerja di Jakarta.
Dari sub tema pilihan para panelis yang terakhir ini, Pramono Anung terbilang berhasil menjawab tantangan debat. Sebenarnya, tanggapan Ridwan Kamil tentang alokasi anggaran 200 juta per RW per tahun bisa lebih menarik minat warga Jakarta dan mengambil alih panggung debat yang seharusnya menjadi giliran Pramono Anung. Sayangnya, sentilan Mas Pram mematahkan gagasan tersebut. Di lain pihak, ketidaksempurnaan Kang Emil dalam memberikan tanggapan justru menguntungkan persepsi orang tentang tanggapan Pongrekun. Setidaknya, Mas Pram tidak mematahkan tanggapan Babe Pongrekun.
(Bersambung ke Bagian Kedua)