Sebanyak 267 kelurahan Jakarta bisa dijadikan basis pembangunan masyarakat menuju kota global. Sayangnya, warga kota seringkali bukan menjadi subjek pembangunan.Â
Dari sub tema ketiga ini, Pramono Anung diminta untuk menyampaikan gagasannya tentang bagaimana menempatkan keluarahan sebagai pusat penguatan SDM yang inovatif, mandiri dan berkarakter dalam pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Mas Pram menjawab dengan singkat. Dalam jawabannya ia mengusulkan pemanfaatan Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul harus lebih dioptimalkan. Ia mengulang usulan yang sudah disampaikan pada tanggapan sub tema ketimpangan gender, yakni menyediakan jobfair di kantor kecamatan, ditambah kelurahan. Â
Ridwan Kamil mengambil kesempatan pemberian tanggapan untuk menyampaikan program andalannya. Menurutnya, Balai Kota tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu perlu dilakukan desentralisasi tugas-tugas pemerintah provinsi ke setiap kelurahan.Â
Warga Jakarta akan diberikan kesempatan untuk mendesain solusi yang dibutuhkan di wilayah tempat tinggalnya sendiri. Kemampuan warga akan diberdayakan dengan sokongan anggaran 200 juta per tahun per RW. Selain itu, insentif RT, RW, PKK, Posyandu, Dasawisma dan lain-lain akan dinaikan.Â
Tanggapan Ridwan Kamil dibalas dengan kritik oleh Mas Pram. Sebab, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 membatasi alokasi anggaran kelurahan tidak lebih dari 5% terhadap APBD.Â
Mas Pram bersikeras bahwa programnya pembangunan Balai Rakyat-nya dapat lebih efektif memenuhi kebutuhan peningkatan SDM, tempat berinteraksi warga, pelestarian budaya, gotong royong, bahkan sampai urusan hajatan perkawinan/khitanan untuk warga.Â
Perlakuan berbeda diterima oleh Pongrekun. Pram cenderung tidak menganulir tanggapan Pongrekun yang lagi-lagi mengedepankan pembenahan adab. Menurut Pongrekun, pembenahan adab akan berdampak pada peningkatan kemauan bekerja.Â
Pongrekun juga menyoroti masalah persaingan warga Jakarta dengan masyarakat yang tinggal di luar Jakarta dalam mencari pekerjaan. Menurutnya, warga yang ber-KTP Jakarta harus memiliki privilege untuk bekerja di Jakarta.
Dari sub tema pilihan para panelis yang terakhir ini, Pramono Anung terbilang berhasil menjawab tantangan debat. Sebenarnya, tanggapan Ridwan Kamil tentang alokasi anggaran 200 juta per RW per tahun bisa lebih menarik minat warga Jakarta dan mengambil alih panggung debat yang seharusnya menjadi giliran Pramono Anung.Â
Sayangnya, sentilan Mas Pram mematahkan gagasan tersebut. Di lain pihak, ketidaksempurnaan Kang Emil dalam memberikan tanggapan, menguntungkan posisi Pongrekun. Kebetulan, Mas Pram tidak mematahkan tanggapan Babe Pongrekun.