Mohon tunggu...
Sastro Admodjo
Sastro Admodjo Mohon Tunggu... Musisi - babaasad.com

Seorang pengembara edan. Mencari keindahan alam semesta Tuhan. Menorehkan tulisan untuk saling berbagi pengalaman. Menikmati kopi hitam, menjadi tuntutan dengan kawan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Studi Fikih Perbandingan Mazhab; Suguhan Kurikulum Inklusif-Progresif di Al-Azhar

2 Januari 2018   00:44 Diperbarui: 2 Januari 2018   04:48 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah Singkat Fikih al-Azhar

Tujuan pertama didirikannya masjid al-Azhar pada 9 Ramadlan 361 H./972 M. semata-mata hanyalah sebagai simbol kekuasaan dinasti Fathimiyah di negeri Mesir. 

Baru pada masa al-Aziz Billah (378 H.) berubah status disamping sebagai tempat peribadatan juga dipergunakan sebagai tempat pengkajian ilmu-ilmu Islam; khususnya pengembangan ilmu fikih madzhab Syi'ah. Penyebaran dakwah madzhab Syi'ah berakhir saat datangnya Shalahuddin al-Ayyubi tahun 567 H./1171 M. dengan madzhab Sunni mengambil alih kekuasaan.

Upaya Shalahuddin untuk mengganti pola keberagamaan masyarakat muslim Mesir kala itu benar-benar digalakkan secara menyeluruh hingga tidak ada ruang nafas lagi bagi para pengikut madzhab Syi'ah. 

Diantara upaya Shalahuddin yang sangat kentara yaitu dengan mengangkat seorang Qadli (hakim) bernama Shadruddin Abdul Mulk al-Dariki dari madzhab Syafi'iyah. 

Segala permasalahan yang berkenaan dengan kedaulatan negara, problematika kemasyarakatan dan keagamaan harus mengikuti madzhab fikih dari imam Muhammad ibn Idris al-Syafi'i (wafat 204 H.). Diantara kebijakan fatwanya adalah mengharamkan pelaksanaan shalat Jum'at di masjid al-Azhar  (dibuka lagi pada masa Raja Bairus al-Bandaqadari thn. 658 H.). 

Fatwa ini dilandaskan pada fikih Syafi'i yang menyebutkan tidak bolehnya mengumandangkan dua khotbah dalam satu wilayah. Dimana kala itu, juga dikumandangkan khotbah Jum'at di masjid pemerintah Ayubiyyah yang jaraknya berdekatan dengan masjid al-Azhar.

Dalam pengembangan sektor pendidikan, Shalahuddin lebih banyak membangun madrasah-madrasah dengan corak ajaran Sunni. 

Terutama materi ilmu fikih yang diajarkan tak lain adalah fikih Syafi'i sebagai kurikulum tetap di Madrasah Nashiriyah (didirikan pada akhir kedaulatan Fathimiyah thn. 566 H.) dan di madrasah Shalahiyah (thn. 572 H.), fikih Maliki diajarkan di madrasah Qamuhiyah (thn. 566 H.).

Sedangkan fikih Hanafi di madrasah Suyufiyah (th. 572 H). Selanjutnya perbaikan kurikulum dilakukan dengan penambahan materi fikih Hambali di mulai sejak masa Sultan Najmuddin Ayyub. 

Cikal bakal studi perbandingan madzhab mulai muncul, yakni dengan empat madzhab yang tergolong sebagai madzhab Sunni saja. Walaupun begitu, hal ini tidak berpengaruh sama sekali terhadap wacana keberagamaan masyarakat muslim dengan masih diberlakukannya madzhab Syafi'i sebagai azas negara Mesir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun