Warga berdatangan, dan dengan cepat ambulan desa pun datang. Membawa ibu ke puskesmas terdekat. Aku belari menemui ayahku kembali.Mengabari apa yang terjadi pada ibu.
"Ayah, ibu dibawa ke puskesmas, ku temukan ibu sudah tak sadarkan diri di kamar mandi." Aku berteriak-teriak panik pada ayah. Aku menangis.
Ayah tidak bisa berkata kata mendengar itu. Ayah lemas. Kakinya tak kuasa lagi untuk berdiri. Ayah terduduk ditanah. Segera ku bawa ayah lalu menyusul ibu ke puskesmas.
Kecemasan terlihat diwajah beberapa orang yang ikut mengantar ibu. Mereka menatapku seperti itu. Ada apa ini?.
"Pak Zaedi, bagaimana ibu saya?" Saya bertanya dengan penuh harap dan kecemasan, memegang tangan Pak Zaedi, kepada desa Argarasa. Ayahku sudah hanya terdiam saja, tak malu berkata apa apa. Pikirannya kosong.
Pak Zaedi terdiam. Melihat ke arahku dan ayahku.Â
"Ibu Lasmi sudah meninggal dunia, ia tidak tertolong,ikhlaskan ya". Pak Zaedi bilang, ibu terkena serangan jantung.
"Bagaimana bisa? Ibuku tidak kenapa-napa, ia pasti kuat!" Aku tidak percaya. Aku menangis. Tak terima ini semua. Tidak menyangka ibu meninggalkanku secepat ini.
Semua orang berusaha menguatkan aku dan ayahku. Namun semua terasa sia-sia. Aku tetap tidak kuat. Namun, inilah takdir. Duniaku diputarkan 180 derajat akibat kepergian ibuku.
Seminggu sudah ibu pergi, tak ada lagi cahaya di duniaku. Semangatku terbakar habis. Duniaku terasa berhenti. Semua terasa menyesakkan.
"Akbar, hidup harus tetap berjalan. Kamu harus tetap semangat. Meraih cita-citamu, juga tetap bahagia". Ayah selalu begini, berusaha menguatkan aku.