Mohon tunggu...
Sarnabilah Nuraini
Sarnabilah Nuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/mahasiswa

Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta - Mahasiswa fakultas syariah universitas islam negri Raden mas said surakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Skripsi Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam (Studi Kasus di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali)

2 Juni 2024   11:49 Diperbarui: 3 Juni 2024   19:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sebaliknya, jika kekhasan hubungan dengan orangtua ini menorehkan warna yang negatif, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak secara potensial. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak setelah fase berpisahnya orang tua mereka. Erat kaitannya dengan orangtua untuk mengasuh anak.

Seseorang yang akan melakukan hadhanah, demi kepentingan anak, maka ia hendaklah sudah balig, berakal, dan tidak terganggu ingatannya, sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab penuh. Seseorang yang terkena gangguan jiwa atau ingatan tidak layak untuk melakukan tugas hadhanah. Dari kalangan Hambali ada yang menambahkan agar yang melakukan hadhanah tidak mengidap penyakit menular.

Bagi yang akan melakukan hadhanah harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik anak yang diasuh, dan tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar. Syarat lain yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa seseorang yang melakukan hadhanah hendaklah dapat dipercaya memegang amanah, sehingga dengan itu dapat menjamin pemeliharaan anak yang diasuh. Orang yang rusak akhlak dan agamanya tidak dapat memberikan contoh yang baik kepada anak, oleh karena itu tidak layak melakukan tugas ini. Tugas hadhanah termasuk usaha untuk mendidik anak menjadi muslim yang baik dan hal itu menjadi kewajiban mutlak atas kedua orang tua, sesuai dengan maksudnya Ayat 6 Surah At-Tahrim yang mengajarkan agar memelihara diri dan keluarga dari siksaan neraka. Untuk tujuan itu perlu adanya pendidikan dan pengarahan dari waktu kecil. Tujuan tersebut akan sulit tercapai bilamana yang mendampingi atau yang mengasuhnya orang yang rusak akhlaknya. 

4).Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian 

Permasalahan anak setelah perceraian tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus.

Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut: 1) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. 

Kekuasaan orang tua ini dapat saja dicabut akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No.1 tahun 74 tentang Perkawinan, sebagai berikut salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal: a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Hal ini dilakukan agar kebutuhan anak-anak akan penghidupan dan perkembangannya tetap terjamin sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa. Untuk semakin memperjelas tentang prinsip hukum yang mengatur tentang biaya nafkah anak setelah terjadinya perceraian, dalam hal ini perlu pula dikemukakan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 41 bahwa: Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan menentukan keputusannya. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila mana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Kewajiban terhadap pemeliharaan hidup anak bukan hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja, akan tetapi juga yang paling penting dan terutama ialah bahwa ayah dan ibu tersebut mampu untuk mengurus dan membina kepribadian anaknya dengan benar dan baik sehingga anak tersebut nantinya akan menjadi manusia yang berguna bagi masa depannya sendiri, keluarganya, dan dalam kehidupan masyarakat. 

4. Gambaran Umum Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali

 Desa Kepoh adalah salah satu desa yang termasuk wilayah Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Desa Kepohmerupakan desa yang cukup bagus perkembangan ekonominya dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki akses jalan yang mudah. Batas-batas Desa Kepoh adalah: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bendo Kecamatan Nogosari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Demangan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jagoan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tegal Giri Kecamatan Nogosari.

Kondisi tanah persawahan di Desa Kepoh yang terdiri dari tanah sawah dengan sistem irigasi setengah teknis, dengan sistem irigasi tadah hujan, ratarata dapat dipanen 3 kali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi teknis dengan rata-rata sekali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi setengah teknis. Tanah pemukiman adalah tanah yang dihuni penduduk, tanah untuk tempat peribadatan, kuburan dan untuk jalan desa serta untuk perkantoran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun