"Aw! Sakit!" Dia memegangi tanganku, berusaha menepisnya.
"Aku tidak akan menyakitimu, Gadis Manis." Karena penglihatanku yang buruk, aku hanya meraba dua titik biru di dekat tumitnya. Dia kembali berteriak.
"Jangan khawatir. Air liurku bisa menetralisir bisa dari ular yang melukaimu tadi, Gadis Manis." Aku mengubah posisi menjadi duduk, tepat di sampingnya. Aku bisa melihat suhu tubuhnya memanas karena jantungnya memompa darah terlalu cepat.
"Kau tersesat di sini, Gadis Manis?" tanyaku.
Gadis itu mengangguk sebagai jawaban.
"Kalian rombongan mahasiswa pecinta alam yang akan berkemah, bukan?" Aku kembali bertanya untuk memastikan.
"Benar. Kenapa Kamu bisa tahu?" dia memandangku heran.
Aku mengulurkan tangan ke arahnya. "Ayo, aku akan menunjukkan jalan pulang." Kalimatku membuatnya meraih tanganku. Dengan kaki terpincang-pincang dia mengimbangi langkahku. Sesekali dia memandang wajahku.
"Aku tidak percaya bisa bertemu dengan seseorang sepertimu," katanya.
"Aku adalah mitos yang dipercaya. Tapi aku adalah makhluk hidup di dunia ini. Aku bukan malaikat," kataku memberi penjelasan.
"Aku masih belum mengerti. Kamu ... Kamu jin?" Aku tertawa mendengar kalimatnya.