"Benar. Kami bisa melihat manusia sepertimu, tapi kalian tidak akan bisa melihat wujud kami," kataku.
"Aku takut. Beneran." Dia kembali berusaha menjauh sebelum aku meraih tangannya mendekat. Rasanya hangat.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu," aku kembali meyakinkannya.
Aku bisa merasakan tubuhnya bergetar, aku menduga karena takut. Suhu tubuhnya kembali naik. Dia memiliki gelombang panas yang sama dengan Neena. Kekasihku yang telah berpaling ke lain jiwa.
Burung-burung Cabak kembali bergerombol. Kali ini mereka terbang lebih rendah. Aku melihatnya mendongak. Langit mulai gelap.
"Ikuti saja aku. Kau akan menemukan pintu masuk di dekat desa. Aku yakin teman-temanmu juga memanggil penduduk desa untuk meminta pertolongan," kataku.
Gadis itu hanya menggumam. Dia terlihat lebih takut dari sebelumnya. Padahal aku yakin jika rupaku kali ini adalah lelaki tampan. Mungkin di dunia manusia, aku mirip aktor drama yang mereka puja-puja.
Aku menjentikkan jari. Mahkota bunga berada di tanganku. Langkahku berhenti, membuat gadis itu turut menghentikan langkah.
"Aku tidak akan menyakitimu," kataku sambil  meletakkan mahkota bunga di kepalanya.
"Kenapa Kamu menolongku?" Dia menanyakan pertanyaan aneh.
"Kasihan, mungkin. Ya, itu bahasa yang digunakan manusia sepertimu."