Riyanti menjanjikan besok akan menjemput sahabatnya itu dan mengantarkan pada Dian, putrinya.
*** Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Perjalanan dari lereng Lawu ke arah utara kota Solo sebenarnya tidak memakan waktu yang panjang. Riyanti menggenggam jemari Sarita yang tampak gemetar.
Mereka berdiam diri sampai saat mobil yang ditumpangi berhenti di sebuah rumah sederhana. Riyanti menggenggam tangan Sarita, memencet bel yang terletak di bagian kanan atas pintu. Seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh lima keluar menyapa mereka. Sarita terpana, dia melihat potret dirinya di masa silam.
Riyanti mengenalkan keduanya, sebagai ibu dan anak. Sarita ingin sekali memeluk perempuan di hadapannya, tapi takut jika ditolak. Dian, menghambur memeluk kaki Sarita dan menangis tersedu-sedu. Sarita menyambut anaknya dan memeluk erat tubuhnya, hanya air mata yang berbicara. Dari arah dalam, seorang lelaki dengan kursi roda menghampiri mereka dan meminta mereka masuk ke dalam rumah.
"Sar, setahun setelah Kau pergi, Aku datang ke wisma untuk kembali menjemputmu. Namun, tukang pukul Mami melarangku untuk bertemu denganmu," ungkap Ronny lirih, "Aku paham, mereka takut Kau akan kusia-siakan lagi. Tapi demi Allah, saat itu aku sudah mempunyai usaha kecil dan serius berniat menikahimu."
Ronny menatap Sarita dengan pandangan penuh cinta. Rasa yang dipendam begitu lama kembali membuncah saat tatapannya bertemu dengan mata Sarita.
"Aku terus mengikutimu. Melihat Dian kecil bermain di antara anak-anak yang tinggal di kompleks itu membuatku merasa sedih. Sampai datang kesempatan itu, Aku melihat Riyanti keluar dengan membawa Dian. Aku mengikutinya dan meminta dengan sangat Dian diperbolehkan kubawa. Maafkan Aku, Sar." Ronny menutup ceritanya dengan mengusap sudut matanya yang membasah.
"Tapi istrimu, Mas?"
"Bapak tidak pernah menikah, Bu. Bapak bahkan tidak menceritakan pekerjaan Ibu sampai Aku diceraikan mantan suamiku, dengan tuduhan aku anak haram," sela Dian.
Sarita menatap Dian dengan sedih. Anaknya menanggung karma yang seharusnya tidak dia tanggung.