Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Kado Terindah] Elegi Cinta Primadona Dahlia

13 Oktober 2019   20:55 Diperbarui: 13 Oktober 2019   21:24 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarita menatap nanar rimbunan pohon bambu di sudut halaman rumahnya. Kedatangan Riyanti, membuka kembali luka lama yang dia pendam selama hampir tiga puluh tahun.

"Aku kangen padamu, Sar. Selain itu, aku ingin Kau tahu  sesuatu," ungkap Riyanti.

Riyanti mengorek isi tasnya, mengeluarkan selembar foto lama. Sarita menatap foto itu dengan mata berkaca-kaca.

"Di mana dia?"

***                                                                                             

Rumah dengan arsitektur Jawa Tengahan yang di pintu masuk terdapat papan nama WISMA DAHLIA, tampak lengang. Seperti biasa, jika siang hari suasana sepi. Karena seluruh penghuni rumah tengah beristirahat setelah semalaman bekerja. Hanya seorang perempuan setengah baya yang tampak sibuk berbenah dan membersihkan ruangan dari sampah.

Ruang tengah dengan beberapa sofa itu penuh botol-botol bir kosong. Perempuan pembantu rumah tangga itu beberapa kali menunduk, memungut karet kontrasepsi bekas yang dicampakkan di antara sampah.

"Wong ya dicepaki kamar, kok senengane kenthu nang kene," gerutunya.        

Selesai menyapu dan mengepel, perempuan itu masuk ke dalam rumah utama yang dibatasi pintu kaca tembus pandang. Di ruang dalam, ada dua puluh kamar sewa , bergegas dia menuju kamar paling ujung dengan membawa keranjang tempat cucian kotor untuk memulung sprei.

"Mbak Yah!" Suara dari arah belakang menghentikan langkahnya. Dia menoleh, dan melihat Sarita melambaikan uang dua puluhan ribu ke arahnya. Perempuan yang disebut Mbak Yah itu tersenyum.

"Mbak, Mami ada?" tanya Sarita sopan.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun