Mohon tunggu...
Sanusi at Maja
Sanusi at Maja Mohon Tunggu... Penulis - Da'i/ Anggota PISHI/Alumni Pasca UNIRA MALANG

Love for All Hatred for None

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Khalifah Ahmadiyah, Khalifah Ruhiyah Bukan Daulah

25 Januari 2021   06:13 Diperbarui: 28 Januari 2021   05:00 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika iman telah terbang ke bintang tsuraya, seorang laki-laki atau beberapa orang laki-laki dari antara orang-orang ini akan membawanya kembali (Bukhori dlm tafsir surah Al-Jumu'ah)

Hadis ini memiliki dua simpulan pertama kelompok akhorina minhum yang bertugas mengembalikan iman akan berasal dari keturunan berbangsa Farsi dan kedua ia datang untuk mengembalikan iman bukan kekuasaan, berdasarkan hadis ini kekhalifahan Ahmadiyah memiliki karakteriktisk sebagai berikut : Kekhalifahan Ahmadiyah bersifat rohani (mengembalikan iman bukan kekuasaan), karena bersifat rohani maka kekhalifahan Ahmadiyah bersifat non politis, tidak perlu partai politik untuk menjalankan nizam khilafahnya, keaktifan anggotanya dalam praktek politik yang sah di setiap negara semata-mata memenuhi kewajibannya sebagai warga negara, tidak mengatasnamakan organisasi dan ketaatan terhadap khaliah dapat beriringan dengan ketaatannya kepada pemerintah dimana ia tinggal. Loyalitas terhadap pemerintahan yang sah selalu di perintahkan khalifah dengan spirit bahwa mencintai negaranya sebanding lurus dengan mencintai Allah Swt. tugas pokok yang dipikul khalifah Ahmadiyah dan seluruh sistem yang ada di bawahnya ditujukan untuk menyebarluaskan keindahan-keindahan ajaran islam ke seluruh penjuru dunia.   

Pandangan Ahmadiyah dan Kebangsaan

Bagi Ahmadiyah khilafah yang ada saat ini adalah satu nizam rohani. khilafah dalam perspektif Ahmadiyah, tidak terkait dengan infrastruktur politik, tetapi terbatas pada spiritualitas (asketisme). bagi Ahmadiyah, kekhilafahan merupakan sistem Ilahi (divine sistem) yang diyakini sebagai sumber kekuatan, utama pemersatu umat Islam. Ia dimaknai sebagai suprastruktur spiritual yang berorientasi pada kerohanian, bukan suprastruktur politik yang berorientasi pada kekuasaan.

kepercayaan pada khilafah sebagai turunan langsung dari keyakinan telah datangnya al-Mahdi. Sedangkan, sementara saudara-saudara yang lain, selain belum mempercayai kedatangan al-Mahdi juga tidak semua komunitas keagamaan menempatkan khilafah sebagai divine sistem. 

Menurut Ahmadiyah, Islam tidak berkorelasi langsung dengan teritori sebuah negara, Islam itu berkaitan dan berkorelasi langsung dengan manusianya. Karena itu, tekanan khilafah sudah semestinya pada manusia dan rohaninya

Kekhilafahan yang berorientasi pada manusia sebagaimana telah dikemukakan di atas, sudah barang tentu tidak menjadi problem politik bagi suatu negara. Pidato Hazrat Mirza Masroor Ahmad di hadapan para petinggi Tentara Federal Jerman pada tahun 2012 menegaskan hal itu. Ia mengatakan bahwa patriotisme yang tulus adalah suatu keharusan dalam Islam. Kecintaan sejati kepada Tuhan dan kepada Islam, mensyaratkan seseorang harus mencintai bangsanya sendiri. 

Dalam pidato itu khalifah juga menegaskan bahwa kecintaan pada tanah air dan atau sebuah negara tidak bertentangan sama sekali dengan kepentingan kecintaan seseorang kepada Allah. Perspektif cinta tanah air diletakkan sebagai bagian dari ajaran Islam. Dalam pidatonya yang lain Khalifah Mirza Masroor Ahmad juga menyatakan bahwa seorang muslim harus mencapai standar loyalitas tertinggi terhadap tanah airnya, karena hal tersebut adalah jalan untuk meraih Allah dan menjadi lebih dekat kepada-Nya (Mazroor Ahmad, 2014: 32).

Jika dilihat, pilihan sikap kapatuhan pada negara di mana pengikut Ahmadiyah hidup merupakan kunci utama relasi Ahmadiyah dan negara bangsa yang bersifat non-polemis. Dalam ruang pemahaman yang demikian, khalifah mendorong anggota Ahmadiyah ketika mereka menjadi bagian sah dari warga bangsa untuk berkontribusi penuh pada negara. Karena itu, banyak ditemukan kiprah warga Ahmadi dalam konteks kebangsaan, mulai dari birokrat, politik, pengusaha, guru, dosen, hingga atlet. 

Dalam catatan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) misalnya, ada nama-nama besar pengikut Ahmadiyah yang menjadi atlet nasional, di antaranya Olich Solichin (Tim Thomas Cup Indonesia 1958 dan menjadi pelatih 1961), Tutang Djamaludin (Tim Asian Games di Tokyo 1964), dan Nana Sutisna (Juara Bulu Tangkis Junior Asia 1962 di Kuala Lumpur). Hal ini juga terjadi di bidang-bidang lainnya.

Dalam Seminar Peace Symposium bertarap Internasional di Universitas Gadjah Mada. Dr. Iftikhar Ayaz Perwakilan dari jemaat Ahmadiyah mengatakan bahwa Pancasila sebagai palsafah hidup bernegara adalah hal yang sangat unik, dengan Pancasila masyarakat Indonesia yang majemuk bisa diikat dalam satu jiwa kebangsaan. jadi tidak menyalahi suara khalifah jika pada hari ini dan seterusnya kami pun mengatakan bahwa Pancasila, NKRI dan UUD 1945 adalah harga mati untuk Indonesia kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun