Sobur tertelan lebatnya hutan Lawu. Di sana terlihat Jayengraga yang membatu. Menggeleng-gelengkan kepala sembari memandang masam diri Sobur.
      "Bangsat!!! Dia menertawakanku" kata Sobur.
Sosok Jayengraga pun menghilang.
Sebab penasaran yang berkecamuk, Sobur menyisir persingghan-persinggahan Jayengraga di Gunung Lawu. Berusaha mencarinya guna membrondongkan tanya kepadanya. Selama penyisiran, Jeritan demi jeritan tragis terdengar memekakan telinga.
"Bebaskan jiwaku Sobur! Aku lelah!" Dengan kalimat yang sama, jeritan itu terdengar riuh bersahutan. Â
"Jeritan itu memanggil namaku? Apa mereka mengenalku?" Tanya Sobur. Jeritan itu ditinggal berlalu.
Sepanjang penyisiran, berbagai gambaran manusia berlalu-lalang. Tak saling sapa, hanya terdiam membisu. Raut muka mereka pun nampak putih pucat. Tak ada semburat merah. "Mayat berjalan-jalan" Kata Sobur.
Sampailah di Hargo Dieng, orang kini akrab menyebutnya pasar Dieng. Pasar gaib yang penuh sesak penjuan-penjual yang tentunya juga gaib.
Hamparan nan luas penuh misteri itu, konon, terdengar sangat ramai suara-suara transaksi layaknya pasar di dunia nyata. Tentu, hanya sebagian orang yang mendengar. Kali ini, suara ratapan tangis dan keluh yang terdengar. Sobur pun berucap
"Kok aneh? Tak seperti cerita mereka?"
Puluhan tanya kembali mengembara dalam jaringan otaknya. Saling bertubrukan, hingga timbul kegelisahan. Kekaguman manusia akan pasar Dieng, terbantahkan. "Mungkin cerita mereka hanya bualan!! biar terlihat hebat!!!" Ribuan umpat Sobur keluar.