"foto siapa ini" tanyaku sambil tunjuk foto kepada Pakde Wawan, adik kandung ibuku.
"Ini mas Gondo. Dia anak pakde yang meninggal sekitar 18 tahun yang lalu" Aku terdiam, mencoba mengingat siapa Gondo.
Setelah ibu tiada, aku tak pernah bertemu keluarga ibu. Pakde Wawan pun baru menempati rumah ibu ketika aku di dalam penjara.
Aku masuk ke kamar yang sudah belasan tahun tak kutiduri. Suasananya pun tak berubah sama sekali. Cuma ada sedikit aroma berbeda saja. Seperti ada bau serangga mati.
Setelah menaruh tas, lalu aku beranjak ke kamar ibu. Pintunya tertutup tapi tak terkunci. Aku buka lebar. Di mulut pintu kamar ibu, aku berdiri mengamati setiap sudut, tetap seperti dulu.
Di ranjang itulah ibu meninggal saat aku baru saja dilahirkannya, aku membathin sambil mengarahkan pandangan ke ranjang. Lalu dari arah depan, aku mendengar langkah tergopoh-gopoh ayah tiriku, baru kembali dari rumah sang Jutawan, Pak Amrih.
Imron, ayah tiriku lemas di tepi ranjang menyaksikan ibu sudah tak ada. Matanya lalu memandang aku, seraya meneteskan air mata. Aku merengek, mencari puting pertama ibu.
"Ivon..."
Suara yang sangat akrab di telingaku, memanggil dari arah dapur. Aku langsung bergidik. Aku tak berani menatap. Aku cuma membathin, bagaimana mungkin Dia masih ada?
Lalu ku panggil Pakde Wawan, tanpa aku berani menoleh ke sumber suara. Tapi Pakde Wawan tak menjawab. Aku mulai ketakutan. Suara tadi makin mendekat.
"Ivon..."