Sebulan kemudian aku terbang ke Wina bersama Steve Johnson. Di sebuah ruang seni di sana, karyaku "Petaka Kata" cukup menyita respon publik.
Banyak bertanya padaku, kenapa aku cuma memamerkan selembar surat dalam etalase kecil. Aku katakan, bapak ku tak bisa menjaga marwah ibuku.
Aku katakan begitu karena bapak memang pengecut dan tak tanggung jawab. Bapak merelakan tubuh ibu kepada Pak Amrih, sehingga lahirlah aku.
"Mengapa bapak anda membiarkan tubuh ibu kepada Pak Amrih?" tanya seorang menggunakan bahasa setempat.
"Saya rasa mungkin karena ibuku cantik" kataku
Sampai di situ aku diam. Aku baru saja membuat keterangan palsu di balik karya seniku.
Aku merapikan rambut panjangku. Angin menamparnya kencang. Sebentar aku memulas wajah. Besok aku kembali ke Jakarta.
Dalam perjalanan kembali ke tanah air, aku terngiang dengan pertanyaan orang tadi. Dari situ aku kembali memutar memori.
Ibu memang cantik. Tapi bukan karena itu bapak serahkan tubuh ibu kepada Pak Amrih. Juga bukan karena bapak terjerat hutang dengan Pak Amrih, sehingga bapak serahkan tubuh ibu.
Dan bukan juga karena ibu 'pelakor', sehingga ibu mengandung aku, dari hubungan dengan Pak Amri.
Bapak memang menyerahkan ibu kepada Pak Amrih, sebatas pekerjaan. Kala itu, kurang lebih 3 tahun lamanya, ibu menjadi asisten rumah tangga Pak Amrih. Sedangkan bapak bekerja serabutan. Dari situlah diam-diam Pak Amrih berulangkali menggauli ibu.