“Oke-oke. Kamu hati-hati ya, sayang.”
Girly bergegas memberi tahu Red, “Yang, Bee sudah pulang diantarkan Frendy. Kamu tenang saja ya.”
Red dan Girly lalu beranjak pulang ke rumah menggunakan taksi. Sepanjang perjalanan, Red berpikir dan mencari kesempatan untuk memberi tahu rencana ayah yang menyuruhnya berpura-pura meninggal. Namun, Red tidak tega melihat Girly sedih setelah mendengarnya.
Red mengumpulkan keberanian, lalu dengan memegang tangan Girly yang lembut seperti sutra. Red membuka obrolan dengan sebuah pertanyaan klasik,“Sayang, apa artinya aku buatmu?”
Girly terdiam dan hanya melihat wajah Red dengan penuh tanda tanya. Girly kebingungan mendengar pertanyaan Red yang cukup aneh. Lalu, Girly menjawabnya dengan pertanyaan lain,”Kamu baik-baik saja kan, Yang? Apa kepalamu terbentur dinding saat kita lari tadi?”
“Papa ingin aku pura-pura meninggal dunia dan mengganti semua identitasku.”
Informasi dari Red itu sontak membuat wajah Girly berubah kemerahan. Tubuhnya yang mungil terasa membeku dan tidak dapat bergerak. Mata sipitnya menatap tajam wajah Red. Girly menggigit-gigit bibir tipisnya menahan kesedihan bercampur kemarahan yang besar.
“Huh…”, suara nafas Girly memecah kesunyian di dalam taksi.
“Sayang, kamu tidak apa-apakan?” tanya Red spontan begitu melihat air mata mengalir di pipi Girly.
Tanpa berpikir panjang, Red langsung memeluk Girly. Tangisan Girly pecah dalam pelukan itu. Girly menjadi kehabisan kata-kata untuk bicara dengan Red. Saat itu, Girly hanya merasakan kegelisahan, kebingungan, serta ketakutan yang besar akan kehilangan Red. Girly hanya menangis dan terus memeluk tubuh Red dengan kuat.
Satu jam kemudian, taksi berhenti di depan rumah Red. Keduanya turun dari taksi lalu masuk ke rumah. Rose langsung memeluk Red tanpa menghiraukan kehadiran Girly. Sikap Rose yang mengabaikan Girly cukup wajar karena mereka belum saling mengenal. Girly hanya berusaha menahan diri untuk tidak bicara sebelum diperkenalkan Red pada orangtuanya.