Episode 2:
Mempertahankan Ego Merekayasa Hidup
Ledakan besar di Universitas Standuff Ursave rupanya sudah sampai di telinga Paduka Raja Immanuel Rodic III di Istana Constellation Palace. Raja segera memerintahkan Menteri Sekretaris Kerajaan, Elvant Roomate untuk mengumpulkan sejumlah menteri terkait kasus ledakan ke istana.
Para tamu undangan menempati kursi masing-masing di depan sebuah meja berbentuk oval panjang berbahan kayu jati berusia ratusan tahun. Mereka tampak serius membahas peristiwa ledakan dengan saling mengemukakan informasi dari kementerian masing-masing, kecuali Sang Panglima Militer Kerajaan, Timothy Checkmate. Dia seolah sudah mengetahui dalang dari ledakan itu dan berusaha untuk menyembunyikannya dari pejabat lain.
“Apakah mungkin ini ulah Polinus dan kroninya lagi?!” seru Lupita Cammuno, sang Menteri Komunikasi Kerajaan yang terkenal mempunyai kepribadian tegas.
“Iya, jangan-jangan dia ingin berulah lagi untuk menggulingkan kekuasaan raja dan mengambil alih kerajaan ini!” sambung Nadine Eagirl, sang Menteri Pertahanan Kerajaan dengan wajah geramnya.
Waktu di jam dinding kerajaan menunjukkan pukul 11.00 tepat. Saat seluruh tamu undangan berdiskusi, tiba tiba terdengar suara teriakan sang pengawal penjaga pintu Aula Flacless The Winstone, Istana Constellation Palace.
“Paduka Raja telah tiba!”
Sang Raja tampak menahan kemarahannya. Dia seolah ingin terbang melayang untuk secepatnya tiba di dalam aula dan membahas masalah serius bersama bawahannya. Pengawal raja dibuat kewalahan mengikutinya dari belakang. Belum lagi para pengawal sempat membukakan pintu untuk Sang Raja Rodic,“Brak!” Pintu Aula Flacless The Winstone dipukul Raja dengan tangannya.
“Kurang ajar! Siapa sebenarnya yang mencoba untuk memberontak pada kerajaan?!” teriak Raja Rodic saat memasuki aula.
“Apakah sungguhan mereka mau menghancurkan saya?! Mereka pikir mereka siapa berani melawan saya! Kurang ajar!”
“Maaf Paduka, penyelidikan masih terus kami lakukan. Mohon Paduka bersabar.” jawab Kepala Kepolisian Kerajaan, Jenderal Nathan Amankoff.
“Mengapa begitu lama kalian mendapatkan informasi terkait dalang dari ledakan ini?! Bukankah kita mempunyai sekelompok mata-mata handal yang mampu mengumpulkan informasi dengan cepat dari setiap pergerakan pemberontak?!”
“Maaf, Paduka. Menurut intelijen kerajaan, ledakan sengaja dilakukan untuk mengacaukan perundingan perdamaian antara kerajaan kita dengan Kerajaan Toucan.” sela Jenderal Maeya Spionaz, Sang Kepala Intelijen Kerajaan.
Kerajaan Yurica dan Toucan sedang terlibat perang dingin. Kedua kerajaan memperebutkan sebuah wilayah kaya tambang batu bara dan gas alam yang terkenal sebagai The Thousand Secret of Toscaland seluas 190 hektare atau sekitar 1.900.000 meter persegi. Perang dingin ini sudah terjadi selama satu dekade terakhir.
Kedua kerajaan tidak mau mengalah karena bagi kerajaan Toucan menganggap wilayah Toscaland seluas sekitar 946.200 meter persegi berada di wilayah mereka sedangkan Kerajaan Yurica ingin mengambil alih semua daratan itu untuk menaklukan Kerajaan Toucan dan menjadikan mereka sebagai wilayah jajahan di bawah pemerintahan Raja Immanuel Rodic III.
Sengketa wilayah ini membuat kedua kerajaan saling mengirimkan mata-mata untuk mencuri informasi supaya dapat memenangkan wilayah Toscaland saat menuntut ke Pengadilan Agung Kerajaan Dunia. Ratusan mata-mata dari kedua kerajaan sudah banyak yang gugur saat menjalankan tugas. Namun, tidak sedikit pula mata-mata dari kedua kerajaan yang memilih hidup dengan menghianati kerajaannya.
“Lantas, bagaimana dengan jumlah korban akibat ledakan itu?” sambung Raja Rodic III.
“Sejauh ini, kami sudah mencatat sebanyak 120 orang menjadi korban ledakan, Paduka. Korban tewas sebanyak 20 orang, 18 orang mahasiswa yang sedang parkir mobil dan 2 orang petugas keamanan. Korban yang luka sebanyak 100 orang. Dari 100 orang itu, 83 orang hanya mengalami luka ringan berupa luka goresan dari serpihan benda tajam yang terpental, dan 17 orang mengalami luka berat karena patah tulang atau gegar otak akibat terlempar saat ledakan terjadi.” sambung Rektor Universitas Standuff Ursave, Ganesha Luxurino.
“Bagaimana dengan kerugiannya? Apakah kinerja universitas terganggu?”
”Semua baik-baik saja, Paduka. Universitas masih berjalan seperti biasa.”
“Saya ingin seluruh mahasiswa berada di rumah sampai tujuh hari ke depan supaya penyelidikan berjalan lebih efektif dan efisien. Pak Ganesha tolong urus itu. Koordinasikan juga dana perbaikan universitas pada Menteri Moneya supaya penampilan universitas kembali bagus.”
“Baik, Paduka.”
“Lantas, apakah transportasi di sekitar universitas terganggu akibat ledakan itu?”
“Informasi yang saya dapatkan terakhir, arus lalu lintas di keempat ruas jalan semua lancar, Paduka. Begitu pula dengan kendaraan umum yang bergerak melewati universitas. Hanya saja beberapa bus sekolah yang terparkir di area ledakan ikut rusak parah dan perlu diganti.” jelas Menteri Perhubungan Kerajaan, Ferano Grande.
Jika dilihat dari peta, Universitas Standuff Ursave tampak berada di Perbukitan Qitaqita pada bagian timur kerajaan. Sejumlah bangunan rumah susun, perkantoran, serta permukiman warga tertata rapi. Sungai Lovequila mengalir membelah bagian kiri perbukitan, sedangkan Sungai Fisheria mengalir di bagian kanan Perbukitan Qitaqita.
Warga mengubah daerah aliran Sungai Lovequila menjadi objek wisata kelas dunia. Mereka membangun ratusan kios permanen lengkap dengan kursi dan mejanya yang berwarna-warni. Selanjutnya, pusat kuliner itu dikenal dengan nama Culinario De Leigker. Wisatawan lokal dan mancanegara berdatangan untuk menikmati hidangan lezat sambil melihat indahnya matahari tenggelam. Warga di sekitar Sungai Lovequila berhasil menciptakan suasana romantis yang menghasilkan devisa bagi kerajaan.
Sementara itu, pemandangan indah juga tersaji di sekitar aliran Sungai Fisheria. Warga mengubahnya menjadi lokasi wisata alam yang luar biasa dengan nama Uthando de Intlanzi. Banyak wisatawan mengunjunginya untuk merasakan derasnya aliran sungai di atas perahu karet saat melewati bebatuan besar. Selain itu, wisatawan juga ingin menikmati kelezatan kuliner ikan air tawar yang dimasak dari hasil tangkapan sendiri usai memancingnya di pusat pemancingan raksasa seluas satu hektare.
Untuk menghidupi lokasi wisata Uthando de Intlanzi, warga membangun pintu air dengan turbin raksasa. Air Sungai Fisheria yang masuk ke gorong-gorong akan mengalir turun mengenai baling-baling turbin raksasa. Selanjutnya, warga menggunakan listriknya untuk keperluan hidup di lokasi wisata. Kecerdasan warga di sekitar Sungai Fisheria membuat mereka mendapatkan berbagai penghargaan dari dalam dan luar kerajaan.
Di saat bersamaan, Bus yang membawa Red dan Girly baru tiba di Terminal Quebeq. Red mengambil telepon genggam untuk menghubungi Bee. Kakak beradik ini terpisah saat peristiwa ledakan terjadi di universitas. “Tut… Tut… Tut…”, suara dering telepon terus terdengar tanpa ada seseorang yang meresponnya.
“Tidak diangkat ya, sayang?” sela Girly sambil memandangi wajah Red yang panik.
“Iya nih, ke mana ya, Bee? Bagaimana ya kabarnya?” jawab Red.
“Tenang, sayang. Bee itu anaknya hebat seperti kamu. Dia pasti mempunyai cara untuk mengamankan dirinya sendiri.”
“Iya, aku berharap dia baik-baik saja. Aku sangat menyayanginya.”
Saat Red sedang terdiam memikirkan Bee, telepon genggamnya berbunyi.
“Halo, Red! Kamu di mana sekarang, Nak?” tanya Mama Rose gelisah.
“Iya, Ma. Aku baik-baik kok. Aku sekarang dengan Girly. Apa Bee sudah telepon Mama?” jawab Red dengan gelisah.
“Bee belum telepon Mama. Memangnya dia tidak bersama kamu? Kok kamu sama Girly? Siapa dia?”
“Serius, Ma, Bee belum telepon Mama? Waduh!”
Wajah Red kembali berubah menjadi merah. Dia begitu mengkhawatirkan keselamatan Bee. Red mencoba menghubungi sejumlah teman untuk mendapatkan informasi keberadaan Bee. Red sama sekali tidak menghiraukan Girly yang sedari tadi berada di sampingnya.
Beberapa saat kemudian, Bee menghubungi telepon genggam Girly untuk memberi kabar tentang kondisinya. Bee juga tampak mencemaskan keselamatan Red. Bee meyakinkan diri untuk menghubungi Girly karena dia tahu bahwa sang kakak pasti bersama kekasihnya.
“Kak Girly! Kamu bersama Kakakku ya?” tanya Bee dengan nada panik.
“Ya ampun, Bee. Kamu tidak apa-apakan? Kami dari tadi mencarimu. Kamu sekarang di mana, sayang?” tanya Girly dengan wajah gelisah.
“Iya Kak, aku tidak apa-apa kok. Sekarang aku lagi sama Frendy dalam perjalanan pulang ke rumah. Tolong bilang Kak Red supaya jangan cemaskan aku lagi, ya?”
“Oke-oke. Kamu hati-hati ya, sayang.”
Girly bergegas memberi tahu Red, “Yang, Bee sudah pulang diantarkan Frendy. Kamu tenang saja ya.”
Red dan Girly lalu beranjak pulang ke rumah menggunakan taksi. Sepanjang perjalanan, Red berpikir dan mencari kesempatan untuk memberi tahu rencana ayah yang menyuruhnya berpura-pura meninggal. Namun, Red tidak tega melihat Girly sedih setelah mendengarnya.
Red mengumpulkan keberanian, lalu dengan memegang tangan Girly yang lembut seperti sutra. Red membuka obrolan dengan sebuah pertanyaan klasik,“Sayang, apa artinya aku buatmu?”
Girly terdiam dan hanya melihat wajah Red dengan penuh tanda tanya. Girly kebingungan mendengar pertanyaan Red yang cukup aneh. Lalu, Girly menjawabnya dengan pertanyaan lain,”Kamu baik-baik saja kan, Yang? Apa kepalamu terbentur dinding saat kita lari tadi?”
“Papa ingin aku pura-pura meninggal dunia dan mengganti semua identitasku.”
Informasi dari Red itu sontak membuat wajah Girly berubah kemerahan. Tubuhnya yang mungil terasa membeku dan tidak dapat bergerak. Mata sipitnya menatap tajam wajah Red. Girly menggigit-gigit bibir tipisnya menahan kesedihan bercampur kemarahan yang besar.
“Huh…”, suara nafas Girly memecah kesunyian di dalam taksi.
“Sayang, kamu tidak apa-apakan?” tanya Red spontan begitu melihat air mata mengalir di pipi Girly.
Tanpa berpikir panjang, Red langsung memeluk Girly. Tangisan Girly pecah dalam pelukan itu. Girly menjadi kehabisan kata-kata untuk bicara dengan Red. Saat itu, Girly hanya merasakan kegelisahan, kebingungan, serta ketakutan yang besar akan kehilangan Red. Girly hanya menangis dan terus memeluk tubuh Red dengan kuat.
Satu jam kemudian, taksi berhenti di depan rumah Red. Keduanya turun dari taksi lalu masuk ke rumah. Rose langsung memeluk Red tanpa menghiraukan kehadiran Girly. Sikap Rose yang mengabaikan Girly cukup wajar karena mereka belum saling mengenal. Girly hanya berusaha menahan diri untuk tidak bicara sebelum diperkenalkan Red pada orangtuanya.
“Bagaimana keadaanmu, Red? Apa ada yang luka? Mama sangat mencemaskanmu sewaktu dengar ledakan bom terjadi di kampusmu.” ujar Mama dengan nada lirih.
Belum sempat Red menjawab Mama, suara Bee terdengar dari gerbang rumah. Teriakan Bee memecah keharuan antara Rose dan Red. Mereka lantas melihat Bee yang berlari menuju rumah sambil mengusap air mata di pipi masing-masing.
“Mama… Aku pulang!”
Bee lantas melepaskan gandengan tangan Frendy dan bergegas berlari menuju Rose dan Red yang berdiri di depan pintu rumah. Dia melompat ke arah Red dan menjatuhkan tubuhnya dipelukan Red. Bee merangkul leher Red dengan erat dan menciumi kedua pipinya. Bee seolah tidak terpengaruh oleh ketakutan pascaledakan di Universitas Standuff Ursave.
“Kakak, aku hebat loh. Aku yang mencari Frendy loh pas ledakan pertama terjadi.” ucap Bee dengan nada ceria.
“Ah, kamu! Kenapa kamu tidak mencariku dan malah mementingkan Frendy? Aku hampir putus asa mencarimu! Untuk ada Girly yang menenangkanku” jawab Red dengan nada suara yang kesal.
“Yah, aku tuh sebenarnya sudah lihat Kakak dengan Kak Girly. Makanya aku langsung lari mencari Frendy ke kampusnya. Hehehe.”
“Lain kali, kabari aku dulu ya, Cantik!”
“Siap, Bos!”
Kelimanya lantas masuk ke dalam rumah. Mama langsung menyuruh asisten rumah tangga membuatkan hidangan malam. Mama lalu mengajak Red, Bee, dan kedua lainnya untuk menunggu di ruang keluarga.
“Ayo, sekarang anak-anak Mama mengenalkan pasangannya masing-masing, ya.” ucap Rose.
“Kakak Red duluan ya. Habis itu baru aku. Hahaha.” jawab Bee sambil memegang lengan Frendy yang kekar di dalam kaos lengan panjang berwarna biru dongker.
“Oke, oke! Mama, gadis cantik ini namanya Girly Sweetale. Dia anaknya Om Richard Oilman, teman Papa di kerajaan.” sambung Red memperkenalkan Girly pada Rose.
“Halo, Tante. Salam kenal ya.” sapa Girly dengan ramah.
“Salam kenal juga ya, gadis manis. Senang tante mengenalmu. Ayo, Bee, siapa lelaki kekar ini?”
“Iya, iya, Ma. Aku kenalin kok. Sabar ya.”
Frendy menjadi kekasih Bee sejak awal perkuliahan. Usia mereka hanya terpaut empat tahun. Artinya usia Frendy sama dengan Red. Selisih usia Red dan Frendy hanya terpaut hitungan bulan. Red lahir di bulan Maret sedangkan Frendy di bulan Oktober.
Sejak kecil, Frendy sudah kaya raya. Ayahnya adalah pengusaha mie instan yang bernama Daniel Noodleman. Sama seperti keluarga Bemore Rich, keluarga Daniel Noodleman juga diangkat sebagai anggota keluarga kerajaan dan diberi gelar kebangsawanan karena telah berjasa mendukung raja saat berperang menumpas pemberontak di wilayah utara kerajaan selama 10 tahun. Saat itu, Noodleman memasok konsumsi berupa mie instan dan sebagainya bagi pasukan kerajaan.
Benice Bee dan Frendy Noodleman bertemu saat Bee sedang pingsan karena kelelahan usai menjalani masa orientasi dan pengenalan kampus. Saat itu, Frendy melihat tubuh Bee terbaring tidak bergerak di taman mawar. Frendy segera berlari ke luar dari gedung fakultasnya untuk segera membawa Bee ke rumah sakit.
“Halo, Tante. Aku Frendy Noodleman. Aku mahasiswa jurusan Birokrasi Kerajaan, Fakultas Pendayagunaan Aparatur Sipil Kerajaan. Saat ini, aku semester lima sama seperti Red.” jelas Frendy.
“Iya, Ma. Frendy itu satu klub Basket denganku.” sambung Red sambil memegang pundak Frendy.
Pintu ruang keluarga terbuka. Bemore Rich tampak di sana sambil membawa tas kerjanya. Rich lantas menyapa semuanya lalu duduk di bangku kesayangannya. Rose mengambil tas dari pangkuan Rich dan keluar ruangan untuk mengambil minuman hangat serta sebuah handuk basah.
“Tante, aku bantu ya menyiapkan makan malam?” seru Girly sambil mengikuti Rose keluar ruangan.
“Baiklah anak manis. Terima kasih ya.” jawab Rose dengan lembut.
Rich, Rose, dan semua anak-anak menikmati makan malam bersama. Usai itu, Red pergi mengantarkan Girly ke rumahnya dan Frendy berpamitan untuk pulang ke rumahnya.
Malam semakin larut menutup hari yang melelahkan. Di sela-sela suara detak jarum jam yang menempel di dinding sebelah kanan pintu ruang keluarga, telepon genggam Rich berbunyi. Rich melihat layar telepon genggamnya dan di sana tertulis nama Alosio Politica. Rich segera mengangkatnya dan mereka pun berbincang serius.
“Halo, Brother. Bagaimana kabarmu? Saya pikir kamu ikut menjadi korban ledakan.” tanya Alosio di ujung telepon genggam.
“Halo, Brother. Tenang, saya baik-baik saja. Untung saat ledakan itu, saya sudah pulang. Apa kamu sudah tahu siapa dalangnya?” jawab Rich.
“Saya sih dengar kabar kalau Polinus Treely dan kroninya sedang persiapkan pemberontakan pada raja. Mereka sudah berkoordinasi sampai ke akar rumput untuk melakukan kudeta. Info ini masih saya konfirmasi dengan sejumlah mata-mata lainnya.”
“Mata-mata? Maksudmu, apakah ada kerajaan lain yang mendanai Polinus?”
“Iya. Sepertinya begitu. Bahkan kabar terbaru yang saya dengar, Polinus juga mendapat tawaran menjadi Perdana Menteri Toucan.”
“Wow! Pantas saja Polinus selalu menentang pendapat raja dalam sejumlah rapat penting!”
“Yah begitulah, Bro. Em, sorry, raja menelepon saya, Rich. Nanti kita berkabar lagi ya. Sekali lagi saya bersyukur kamu baik-baik saja. See you later, Brother. Sampaikan salam saya untuk istri dan anak-anakmu ya.”
“Thank you for everything, Brother.”
Kerajaan Yurica hanya dikuasai oleh Partai Exora dan Partai Sunlike. Edward Xoramis sebagai Ketua Umum Partai Exora dan Polinus Treely sebagai Ketua Umum Partai Sunlike. Peranan Edward sebagai ketua umum tidak terlalu menonjol dibandingkan Bemore Rich. Sepak terjang Rich sebagai wakil ketua justru paling menonjol di antara anggota Partai Exora. Bahkan, Rich dianggap tokoh yang paling berjasa bagi perkembangan Partai Exora.
Bemore Rich dan Alosio Politica sudah bersahabat sejak mereka masih menjadi kader Partai Exora. Mereka menjalani karir politik dengan saling bertukar informasi dan menyusun sejumlah strategi politik untuk menjatuhkan para saingannya. Selama 25 tahun, Rich dan Alosio berhasil mencapai jabatan tinggi di partainya. Bemore Rich menjabat sebagai Wakil Ketua Umum, sedangkan Alosio Politica menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Exora.
Berbeda dengan Polinus Treely. Polinus membangun karir politiknya dengan cara-cara yang ekstrem. Polinus tidak segan-segan membunuh semua lawan politik untuk mendapatkan jabatan sebagai Ketua Umum Partai Sunlike. Posisi itu seolah abadi karena Polinus sudah menjabat sebagai ketua umum selama 25 tahun atau lima periode jabatan tanpa tergantikan.
Persaingan Bemore Rich dan Polinus Treely untuk menjadi Raja sudah menjadi rahasia umum di kalangan politisi. Hanya saja, cara yang digunakan keduanya sangat berbeda. Polinus bergerak dengan cara menebarkan teror dan ketakutan pada masyarakat, sedangkan Rich bergerak dengan cara menebarkan simpatik dan rasa sayang.
Keesokan pagi, Rich dan kedua anaknya, Red dan Bee sudah berada di dalam mobil untuk pergi ke Kerajaan Toucan. Rencananya, Rich akan mempertemukan Red pada Fabio Novelto, sang pelatih seni peran ternama di Kerajaan Toucan. Rich menginginkan Red mempelajari seni peran supaya penampilannya saat berpura-pura meninggal sungguh tampak alami. Dengan begitu, upaya Rich untuk mengelabui masyarakat dapat berjalan sempurna.
Ketiganya berangkat ke Kerajaan Toucan melalui Bandara Internasional Haumea Yurica. Rich hanya diam tanpa sepatah katapun selama perjalanan. Begitu pula dengan Red dan Bee. Kakak beradik ini tampak asyik menggunakan telepon genggamnya masing-masing.
90 menit kemudian, Rich dan kedua anaknya tiba di bandara. Mobil Rich langsung masuk ke dalam hangar pribadi yang berada tepat di belakang Terminal 3B Keberangkatan Domestik. Pilot dan dua pramugari sudah menunggu di depan tangga pesawat. Setelah melakukan persiapan, pesawat pribadi Rich itu lepas landas meninggalkan Bandara Internasional Haumea Yurica menuju Bandara Internasional Elsewhere Toucan.
“Red, Papa tetap pada rencana semula dengan membuatmu pura-pura meninggal dunia.” jelas Rich sambil meneguk minumannya di atas pesawat.
“Papa sebenarnya mau apa sih?! Aku tidak mau, Pa!” jawab Red dengan nada tinggi.
“Red! Ini semua demi kebaikan keluarga kita!”
“Aku tidak peduli, Pa! Aku tetap tidak mau! Titik! Tolonglah, Pa, jangan paksa aku untuk melakukan hal yang aneh dan bodoh seperti itu!”
“Bee, tolong Papa bicara dengan Kakakmu ya. Papa tidak mau lagi berdebat dengannya.”
Bee hanya menghela nafas panjang tanpa mampu berkata apapun. Bee lalu menggandeng tangan Red supaya percakapannya dengan Rich selesai dan tidak terjadi aksi saling pukul antara kakak dan ayahnya. Bee lalu menggandeng tangan Red untuk duduk di kursi paling belakang. Sementara itu, Rich kembali duduk dan menyantap hidangan dari pramugari.
Pesawat Rich bernomor penerbangan BM881, akhirnya tiba di Bandara Internasional Elsewhere Toucan. Rich dan kedua anaknya langsung dijemput Duta Besar Kerajaan Yurica untuk Kerajaan Toucan yang bernama Cloudy Blackey. Cloudy menjemput Rich karena mereka memang sudah bersahabat sejak kuliah di Jurusan Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran Umum dan Gigi, Universitas Standuff Ursave. Keduanya juga sempat terlibat cinta lokasi dan hampir saja menikah. Dengan begitu, wajarlah jika Cloudy sangat memperhatikan Rich dan keluarganya.
Usai bertegur sapa, mereka melanjutkan perjalanan menuju Hotel Montegino di pusat kota Foxipia, Provinsi Pictoria. Setibanya di hotel, Rich mengundang Cloudy untuk datang pada jamuan makan malam bersama keluarganya. Rich ingin menyenangkan hati Cloudy supaya bersedia membantu mewujudkan rencananya.
Bersambung…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H