Mohon tunggu...
Sandria Rania I
Sandria Rania I Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar SMAN 28

Murid SMAN 28 Kelas XI-MIPA 5

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Bawah Redupnya Lampu Taman

20 November 2020   18:00 Diperbarui: 20 November 2020   18:10 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tidak apa-apa, Nak?" Seketika ucapan itu memotong pikiran Amira. Gadis itu menatap ke kakek tua itu dengan mata yang suram. "Ah... tidak apa-apa, kek," katanya sambil menggelengkan kepala.

Kakek itu tidak bergerak sama sekali, hanya mulutnya yang bergerak dan bertanya, "Mengingat sesuatu buruk?" Menjawab pertanyaannya, Amira mengangguk. Dia penasaran bagaimana kakek ini bisa terus menebak pikirannya? "Iya kek," jawab Amira.

Kakek itu melanjutkan, "Tenangkan dirimu. Memori itu akan berlalu. Semua sudah di masa lalu." Amira terdiam. Memang, kejadian itu sudah sebulan sekarang, namun mengingatnya sedikit saja masih membuat hatinya sakit. "Maaf kek, memori itu sudah sebulan, tapi aku masih belum bisa menerimanya." "Tidak apa-apa, Nak. Kau akan menemukan cahaya baru di hatimu. Sabarlah."

'Cahaya baru? Perkataan kakek ini sangat aneh', pikir Amira. Namun, kata-kata itu benar-benar membuat hatinya lebih tenang.

Hal itu juga mengingatkannya, dulu Amira bersahabat dengan seorang gadis cantik bernama Lisa. Lisa adalah seseorang yang selalu bisa dipercaya. Dia baik, ramah, dan selalu tahu apa yang Amira perlu dengar. Segala hal gadis itu ceritakan padanya, termasuk tentang Dimas, pacarnya saat itu. Amira tidak pernah menceritakannya kepada siapapun kecuali pada sahabatnya itu.

Hingga dua hari sebelum Dimas putus dengannya, Amira kehilangan kontak dengannya. Tidak, dia sengaja diblokir. Awalnya, Amira berpikir bahwa Lisa sedang dalam masalah, namun anehnya, akun sosial media lainnya masih aktif. Hanya kepada dirinya, Lisa menghilang tanpa sepatah kata apapun.

Amira sempat berpikir hal ini terkait dengan Dimas. Namun, memikirkan tentang hal itu terlalu menyakitkan untuknya. Amira enggan menyangka bahwa sahabatnya sendiri tega mengambil pacarnya.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa kemungkinan itu masih ada.

Sebelum Amira sempat memikirkannya lagi, sang kakek itu kembali bertanya, "Apakah kamu punya keluarga dekat?" Amira berpikir sejenak, lalu menggeleng kepalanya. Sejak kecil, keluarganya tidak pernah dalam kondisi yang baik. Setelah bertahun-tahun menderita, akhirnya Amira memutuskan untuk hidup sendiri. Namun hingga sekarang, uang yang diperolehnya dengan susah payah pun tidak pernah cukup untuk hidup yang nyaman.

Kakek itu mengangguk pada jawaban singkatnya. "Baiklah. Maafkan kakek ini untuk bertanya," katanya sambil menghela nafas.

Amira mengangguk. Dia hampir berpikir bahwa mereka akan dikelilingi kesunyian lagi, hingga kakek itu bertanya, "Nak, Kakek ini sedang melihatmu seakan-akan kamu akan tenggelam dalam kesedihan. Bagaimana kalau kamu ceritakan masalah yang membebani hatimu?" Amira menoleh kepadanya. Sampai sekarang Amira masih belum mengerti maksud kakek ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun